Perbuatan Zina Diselesaikan Secara Damai Dapat Dituntut Di Mahkamah Syariah

 

                                  ahmad surya

                                              Achmad Surya, S.H., M.H.Li

                                 Ketua Pusat Studi Anti Korupsi STIHMAT

Dalam hukum pidana sebenarnya tidak mengenal penyelesaian perkara diluar peradilan atau secara damai, karena hukum pidana sebagai bagian dari hukum publik dapat dilihat dari segi keterlibatan alat kelengkapan negara untuk menuntut setiap orang yang telah melakukan perbuatan pidana.

 Jika ditelaah dalam sistem hukum Indonesia, perdamaian pada umumnya hanya dikenal dalam hukum perdata dan hukum adat. Masalah delik Perzinaan secara umum diatur dalam Pasal 284 KUHP, tetapi untuk pelaksanaan sanksi pidana Pasal 284 KUHP tersebut bersifat delik aduan, artinya tanpa adanya aduan dari pihak korban yang dirugikan tidak dapat dilaksanakan penuntutan terhadap pelanggar Pasal 284 KUHP tersebut. Delik Perzinaan yang diatur dalam KUHP ini hanya berlaku bagi pelaku zina yang sudah menikah, aturan ini tidak berlaku bagi pelaku zina yang yang pasangan muda mudi.

Berbeda halnya dengan di Aceh, sangat tegas perbuatan zina merupakan suatu perbuatan pidana yang diatur dalam Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat. Qanun ini dibentuk untuk melaksanakan syariat Islam dengan menjunjung tinggi keadilan, kemaslahatan dan kepastian hukum. Kehadiran qanun ini suatu alternatif yang istimewa untuk memecahkan problem yang ada khususnya tindak pidana perzinahan dan mengisi kekosongan hukum positif dan merupakan hukum pidana materil di aceh. Dalam Hukum Pidana Islam Perbuatan zina adalah perbuatan tercela dan perbuatan keji yang dilarang oleh Agama.

Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Hukum Jinayat ini berlaku untuk Setiap Orang beragama Islam yang melakukan Jarimah di Aceh dan berasaskan legalitas serta berasaskan lex specialist derogat lex generali (hukum yang khusus menyampingkan yang umum),  Asas legalitas maksudnya bahwa tidak ada perbuatan yang dapat dihukum, kecuali jika sudah ada undang-undang yang sebelumnya telah mengancam sanksi atas perbuatan itu. Asas legalitas ini termasuk asas yang tidak bersifat universal, melainkan spesifik sifatnya, karena hanya mungkin dianut oleh masyarakat yang telah memiliki hukum tertulis saja. jika merujuk pada Pasal 24 Qanun Nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat, hanya Jarimah khalwat yang menjadi kewenangan peradilan adat diselesaikan menurut ketentuan dalam Qanun Aceh tentang pembinaan kehidupan adat dan adat istiadat dan/atau peraturan perundang-perundangan lainnya mengenai adat istiadat.

Perbuatan Zina dan Khalwat/Mesum diatur tersendiri dan mempunyai sanksi yang berbeda dalam Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Hukum Jinayat. Berlakunya qanun ini diperkuat dengan keberlakuan hukum acara jinayat (hukum formil)  yaitu Qanun Aceh Nomor 7 Tahun 2013 tentang Hukum Acara Jinayat. Dengan berlakunya kedua qanun ini penegakan pelanggar syariat Islam di aceh sudah dapat dilaksanakan, dimana hukum formil (Hukum Acara Jinayat) sudah mengatur kewenangan penyelidik, penyidik, penuntut umum, dan kewenanagan Peradilan Mahkamah Syariah sebagai lembaga penyelesaian perkara jinayat. Keberlakuan hukum pidana materil (Hukum Jinayat) dan hukum pidana formil (Hukum Acara Jinayat) di Aceh, Perdamaian antara korban dan/atau keluarga korban (perdamaian secara adat) tidak menutup kemungkinan perkara tersebut dapat diperiksa dan diputus oleh pengadilan formal, sehingga walaupun sudah terjadi perdamaian antara para pihak. Seharusnya penyelidik atau penyidik maupun penuntut umum tetap meneruskan perkara pelaku perbuatan zina tersebut ke sidang pengadilan formal (peradilan Mahkamah Syariah).

Kalau perbuatan pidana zina yang diselesaikan secara adat dan tidak dapat lagi diterapkan dengan sanksi hukuman yang diatur dalam Qanun Nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat, tidak ada gunanya nya lagi qanun tersebut diberlakukan di Aceh ini. Sia-sia saja aceh menyandang status Daerah Syariat Islam, karena pelanggar syariat Islam yang diatur dalam hukum jinayat menjadi tidak bertaring jika salah satu perkara tersebut diselesaikan secara peradilan adat.

berita terkait: Sudah Damai Tidak Harus Dicambuk

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.