RRI Takengon Gelar Seni dan Dialog Interaktif

Takengen | Lintas Gayo : Dalam rangka kunjungan kerja Dewan Lembaga Penyiaran Publik (LPP), Radio Republik Indonesia (RRI) Takengen yang telah mengudara sejak 11 Mei 2010 mengadakan peresmian pemacar High Power RRI takengon serta dialog interaktif yang dilengkapi dengan sejumlah pertunjukan kesenian di pelataran Gedung RRI di Jalan Lembaga Desa Belang Kolak I, Takengen Kabupaten Aceh Tengah, Jum’at (17/6).

Dialog interaktif yang mengusung tema “Peran LPP RRI Meneguhkan Komitmen Masyarakat” ini juga dihadiri Wakil Bupati Kabupaten Aceh Tengah, Drs.H.Djauhar Ali, Wakil Kepala Polres Aceh Tengah, Kepala Stasiun RRI Lhokseumawe, Drs.Rahadian Ginggin, para wartawan dan Dwi Heruningsih selaku Dewan Pengawas LPP RRI Pusat.

Dialog yang dipandu Agus Salim sebagai host ini membahas tentang bagaimana strategi RRI agar dapat terus menemani masyarakat dan memberikan kontribusi seperti mottonya “RRI, sekali mengudara terus mengudara”.

Dalam sambutannya Kepala Stasiun RRI Lhokseumawe, Drs.Rahadian Gingging menceritakan awal mulanya RRI berdiri di Kota Takengen. Pada dasarnya setiap provinsi di Indonesia hanya memiliki satu stasiun RRI, namun karena topografi yang bergelombang Provinsi Aceh memiliki beberapa stasiun radio.

“Saat ini sedang diusahakan membangun gedung pemancar baru di Pantan Terong yang berkapasitas 2.500 watt, kapasitas RRI hingga saat ini sebesar 100 watt. Ketinggian tower juga akan ditingkatkan dari 9 meter menjadi 30 meter”, ujar Gingging.

Wakil Bupati Drs.Djauhar Ali juga mengamini hal tersebut, ia mengatakan kerja sama antara RRI dan Pemkab Aceh Tengah telah berjalan sangat baik. Kedepannya diharapkan dengan semakin bertambahnya kapasitas RRI maka semakin besar pula kontribusi yang dapat diberikan kepada masyarakat.

Bertambahnya kapasitas tersebut,  harapan Dwi Heruningsih dapat memotivasi para penyiar dan kru RRI dalam meningkatkan pelayanan publik memberikan informasi. Karena menurutnya sebagus apapun program RRI jika kemasannya tidak menarik maka akan mengurangi ketertarikan masyarakat dalam mendengarkan beragam informasi yang disampaikan.

Selain kapasitas radio ia juga menginginkan adanya peningkatan Sumber Daya Masyarakat (SDM) dengan melakukan pelatihan dan pengarahan. “Saya ingin singkatan RRI bukan saja Radio Republik Indonesia tetapi juga Rumah Rakyat Indonesia, karena sejauh apapun seseorang merantau pasti akan kembali kerumahnya,” ujar Dwi yang mengaku merasa nyaman berada di dataran tinggi Gayo, ia juga mengaku sempat menyicipi kopi Gayo yang disuguhkan pihak hotel tempat ia menginap.

Acara yang dikemas menggunakan dwi bahasa yaitu Bahasa Indonesia dan Bahasa Gayo ini, diselingi oleh kesenian khas Gayo yang dibawakan oleh Sanggar RRI binaan Riswandi kepala stasiun RRI Aceh Tengah. Diantaranya Tari Munalo, paduan suara menyanyikan lagu Tawar Sedenge, Tari Bines dan Didong wanita.

Penampilan istimewa dari seorang anak berumur 6 tahun bernama Rasmanuri, ia merupakan pendengar setia RRI yang berasal dari Kabupaten Bener Meriah. Kehadirannya sontak membuat para tamu berdecak kagum karena ia memiliki suara yang bagus dan keberanian yang tinggi. Kepada para tamu RRI berjanji akan mengorbitkannya.

Turut hadir pada acara tersebut Zulfikar Ahmad kepala bidang kominfo Dinas Perhubungan Kabupaten Aceh Tengah, ia berpendapat peran media saat ini sangat besar dalam mengarahkan opini masyarakat.

Zulkifikar yang juga sebagi dosen di Universitas Gajah Putih ini merujuk pada kejadian di Surabaya, seorang anak dan ibu yang diusir oleh warga kampungnya karena mengungkapkan kebenaran. “Nah, disini lah media berperan bagaimana kebenaran itu tetap menjadi sebuah kebenaran, namun tidak semua permasalah merupakan kesalahan media”, ujar bapak dua anak ini. Ia menambahkan bahwa saat ini selain 2 buah radio yang telah mengudara, sedang diusahakan sebuah radio yang bernama Suara Leuser Antara (SLA).

Lintas Gayo berkesempatan mewawancarai salah seorang penyiar RRI yang telah malang melintang di dunia entertainer selama 14 tahun, Madyana. Menurut pengakuannya selama kurun waktu tersebut beberapa waktu pernah off karena bergerak di bidang LSM.

Wanita kelahiran Takengen, 19 April 1972 ini mengaku sangat mencintai pekerjaan yang dipelajarinya secara otodidak tersebut. Ia betah menyiar hingga 8 jam sehari, padahal umumnya penyiar on air selama 3-4 jam dalam sehari.

Hal tersebut dilakukannya selain karena RRI masih kekurangan SDM juga karena ia senang berbagi kepada masyarakat. “Kami dituntut untuk terus belajar dari mana saja, semua pembahasan selain kuliner pasti saya baca. Tips-tips yang ringan namun bermanfaat sering saya sampaikan ketika on air”, tutur pengagum Erwin Parengkuan dan Ida Arimurti yang biasa dipanggil Ana ini.

Dipaparkan Ana, program unggulan dari RRI Takengen adalah Nuansa Nusantara pada sore hari, program ini bukan hanya menampilkan kebudayaan Gayo namun beragam kebudayaan dari berbagai daerah seperti Minang, Jawa, Aceh dan lainnya.

Pada umumnya RRI selalu mengedepankan kebudayaan di seluruh Indonesia. Selain itu juga setiap malam kamis RRI memiliki acara live yang membahas permasalahan secara umum dengan mendatangkan nara sumber yang kompeten di bidang yang akan dibahas. Audience acara live ini datang dari berbagai kabupaten, diantaranya Aceh Tengah, Bener Meriah, Gayo Lues bahkan Kota Lhokseumawe. Sedangkan program RRI pusat yaitu PRO 1 untuk berita PRO 2 untuk anak muda dan PRO 3 untuk siaran daerah Jakarta.

Walau ada anggapan bahwa seorang anak perempuan tidak baik pulang malam, tetapi Ana kerap siaran hingga pukul 10 malam. Sejak awal Ana terjun ke dunia entertainer, ia berniat ingin mengangkat nama Gayo.

Menurutnya begitu banyak potensi Gayo yang belum digali dan begitu banyak PR yang harus diselesaikan untuk mengenalkan Daerah Gayo pada khalayak luar. Ia merasa bangga ketika Dewan Pengawas RRI dari Jakarta bertandang ke Takengen, “karena secara tidak langsung para dewan tersebut akan turut mengenalkan budaya Gayo kepada orang luar melalui mulut ke mulut,”ujar gadis alumni SMA 2 Ujung Temetas tersebut.

Sebuah pesan singkat dari Ana untuk pembaca Lintas Gayo namun sarat makna adalah “kenali dulu medan, baru siap berperang”. (Ria Devitariska)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

3,627 comments

  1. Anak Pejabat di Aceh Dituduh Menipu di Bogor

    Senin, 11 Juli 2011 – 16:56 WIB
    | More

    BOGOR (Pos Kota) – Mantan karyawan salah satu bank swasta nasional menipu sejumlah warga di Bogor. Modus yang dilakukan Akbar Wiranugraha, warga Takengon Aceh Tengah ini yakni, dengan mengiming-iming pinjaman tanpa angunan ke Bank Mandiri, tempat dirinya pernah bekerja.

    Menurut Adi Fitra, salah satu korban yang melapor ke polisi, semula dirinya hendak mengajukan kredit modal usaha studio music, namun oleh pelaku, ditawarkan pinjaman tanpa anggunan.

    Menurut korban, dirinya percaya, karena pelaku adalah anak seorang pejabat di Aceh tengah. Paman pelaku juga seorang bupati serta adik Ipar nya calon Walikota Aceh sekarang.

    Ditambahkan, perkenalan mereka berawal dari 13 tahun lalu, dimana Tatik, tantenya pernah menetap dirumah tersangka ketika menjalankan usaha di Takengon Aceh.

    “Nah ketika pada April 2011, keluarganya menitip pelaku ke kami, dengan senang hati kami menerimanya. Kami ingin balas budi. Kami juga tahu, kalau dia kerjanya di bank. Makanya begitu dia nawarin pinjaman lunak tanpa anggunan, saya langsung ok,” kata Adi Selasa (12/7) siang.

    Adi telah tiga kali mentransfer uang dengan alasan untuk uang pelican dan jasa lainnya.“Saya sudah transfer Rp 40 juta. Anehnya saya masih percaya dan menggadaikan mobil Honda Jazz ke teman seharga Rp 28 juta, ketika pelaku datang dan bilang tolong lunasi uang muka provisi manajer Bank Mandiri, kalau ingin uang pinjaman cepat cair,” katanya sambil menambahkan, saat itu dirinya mengajukan pinjaman Rp 450 juta.

    Bahkan saat hendak meninggalkan rumah, kepada korban, Akbar Wiranugraha, dirinya akan mengikuti karantina di kantor pusat Bank Mandiri guna mengikuti training di Singapore.

    Bersama keluarga, korban lalu mengecek ke Bank Mandiri Pusat di Jakarta. Ternyata dari sini didapat informasi, jika yang bersangkutan telah dikeluarkan dari kantor sejak Mei 2010. Korban mengaku, hanya pasrah hilangnya uang Rp 40 juta bersama mobilnya yang tidak bisa lagi ditebus karena waktu pembayaran telah lewat.

    Hasil pelacakan petugas, ternyata pelaku sudah melakukan aktifitas ini dibeberapa wilayah mulai dari Aceh, Sumatera hingga pulau Jawa dan terakhir di Bogor.

    Kapolres Bogor Kota, AKBP Hilman mengatakan, pihaknya sudah menerima laporan korban dan kini tengah dibuat berita acara pemeriksaan (BAP). TKP penipuan termasuk bukti 3 kali transfer via bank, kini sudah diamankan petugas, termasuk beberapa dokumen pelaku yang dinilai ganjil.

    “Sedang kami kejar pelaku. Identitas sudah kami ketahui. Alamat orangtuanya di Aceh juga sangat jelas. Mudah-mudahan cepat tertangkap dan dia menjalani proses hukum atas perbuatannya,” tandas AKBP Hilman. (yopi/B)sumber Poskota tgl 11 juli 2011