Almarhum “menitip” pesan kepada keluarga untuk menjadi manusia yang baik. Pesan itu disampaikan almarhum melalui sikap dan perbuatanya menjelang tragedi Ketipis.
Tragedi tabrakan di Ketipis, Blang Tampu, Bener Meriah, antara mobil tangki pertamina dengan sepeda motor, yang merengut nyawa Adi Jailani masih menyisakan kisah. Tanda tanda almarhum akan berpulang, sudah ditunjukanya kepada keluarga.
Sebulan lebih, sebelum alrmahum kembali ke ilahi, pihak keluarga merasakan kebahagian bersama almarhum Adi Jailani. Dia senantiasa ceria, tenang, lembut, rajin beribadah. Saat puasa di bulan Ramadhan, pihak keluarga merasakan bagaimana bersemangatnya almarhum.
Ada kesan yang masih tergiang di telinga Kurnia, putra sulung almarhum. Pesan almarhum yang melihat hiruk pikuknya manusia, khususnya saat lebaran. ” Ike beluh kite dediang, dele kecelakaan. Jema sar sur, lebih jeroh kite ku empus- Kalau kita pergi bermain main banyak kecelakan, manusia lalu lalang. Lebih baik kita ke kebun”.
Takdir Tuhan berlaku untuk almarhum. Dia berusaha menghindari keramaian manusia saat berlebaran, terutama padatnya di jalan raya. Almarhum bersama anaknya ke kebun. Janji Tuhan sampai kepadanya, sepeda motor almarhum berbenturan dengan mobil tangki pertamina, Sabtu (8/6/2019), di Ketipis, Blang Tampu Bener Meriah.
Almarhum menghembuskan nafas terahir di lokasi musibah, sementara anaknya yang dibonceng, Gusra Evendi,13, terlempar dari kenderaan, hanya mengalami luka ringan. Gusra masih menyisakan trauma atas tragedi itu.
Pihak keluarga merasakan kesedihan yang mendalam, apalagi anak anak yang ditinggalkan almarhum masih relative kecil, belum ada yang berkeluarga. Adi Jailani menjadi tumpuan keluarga dalam menafkahi hidup.
Anisah, 56, yang kehilangan suaminya, mengakui sangat berat berpisah dengan almarhum. Namun dia percaya takdir Tuhan berlaku kepada hambanya. Almarhum meninggalkan 4 orang anak, tiga putra dan satu putri, yang paling bungsu masih berumur 8 tahun. Sementara abang abangnya sudah ada yang beranjak dewasa.
Menurut Kurnia, 25, ayahnya merupakan manusia yang gesit, pantang menyerah. Berbagai aktifitas dilakukanya dengan penuh semangat bagaikan tak kenal lelah.Sebagai seorang petani, Adi Jailani, rutin mengurus kebun kopinya. Sesekali dia berjualan daging, kebetulan almarhum juga memiliki kerbau peliharaan.
“Setiap ada waktu, Ama (ayah Red), senantiasa menyempatkan diri ke kebun, bagaikan tidak mengenal lelah. Ama senantiasa semangat berusaha, untuk menghidupi kami, menghidupi keluarga,” sebut Kurnia, putra sulung alrmarhum.
Menurutnya, sang ayah juga manusia sosial. Setiap ada hajatan keluarga atau masyarakat, almarhum bila memiliki sesuatu yang dapat dibagi, dia akan memberikan, tanpa meminta imbalan balik.
Kesan kesan itu yang masih melekat di memori keluarga, apalagi menjelang berpulang, sebulan sebelumnya almarhum semakin rajin beribadah, puasa, senantiasa ceria, penuh kasih sayang.
Tragedi di Ketipis (baca berita sebelumnya, Truk Tangki Berlaga ), telah memisahkan keluarga dengan almarhum di alam dunia ini. Almarhum meninggalkan dunia dalam sebuah kecelakaan. Pihak pertamina, menurut keluarga korban, sudah bertakziah ke rumah duka di Kampung Berendal, Teritit, Bener Meriah. “Mereka datang bertakziah dengan penuh kekeluargaan. Bersilaturahmi,” sebut Kurnia.
Manusia tidak ada yang mengetahui kapan dia meninggalkan dunia ini, dimana dan bagaimana prosesnya, semua itu rahasia ilahi. Ada sebagian manusia meninggalkan tanda-tanda yang mampu dibaca manusia, seperti almarhum Adi Jailani misalnya, dia terlihat ceria penuh semangat dan berusaha menghindari hiruk pikuk keramaian.
Tanda tanda itu baru dirasakan keluarga setelah almarhum tiada. Tuhan sudah menggariskan perjalanan hidup manusia, kita hanya menjalaninya. Mahluk tak memiliki kekuatan untuk menolak takdir yang sudah ditetapkanya. (Mandala Putra/ Red LG 01)