Catatan Irwandi MN*
Sosok satu ini kerap tampil sederhana. Ciri khasnya mengenakan kain sarung yang melilit di leher. Kebiasaannya itu adakala menarik perhatian. Bukan itu saja, pria yang mulai dihiasi rambut memutih ini pecandu nikotin berat.
Tak jarang cerutu bermerk melekat diantara jari telunjuk serta jari tengahnya. Namun, kini tradisi lama itu telah terbuang, daun nipah berbahan tembakau gayo yang jadi pilihan. Siapakah dia?
Orang disekitar, mengenal bapak tiga anak ini dengan sebutan “Ama”. Ya dia adalah Bahtiar Gayo seorang jurnalis yang telah 30 tahun (sejak 1990) telah mendidikasi dan mengabdikan dirinya sebagai penulis di Dataran Tinggi Gayo, Aceh Tengah.
Dibalik penampilannya yang nyentrik, banyak karya tulis yang telah dihidangkan suami Ine Harfa ini ke publik. Ia penulis sejati dan berkarakter. Dia juga telah melalui revolusi besar dalam penggunaan tekhnologi alat tulis, mulai dari zaman mengirim berita secara manual (surat) ke meja redaksi, hingga pemakaian mesin ketik dan komputer (mail).
Sesekali di moment tertentu, tulisannya bisa menyengat nalar. Bak bom waktu yang menusuk jiwa pembacanya. Namun di saat tertentu karyanya begitu melankolis (sedih/haru) dan juga ahli membuat cerita kisah cinta yang romantis seolah usianya masih remaja.
Selain kemahiran menulis berita, sesuatu yang perlu ditiru dari “penggila” kopi arabika gayo ini adalah sudut pandangnya dalam menganalisis suatu pristiwa. Tidak mudah ‘terhasut’ sebelum melakukan cek and ricek ke lapangan.
Selaku wartawan senior yang kenyang asam garam dikehidupan jurnalis, banyak petuah, pemikiran yang telah ia tuangkan ke regenerasi berikutnya. Terima kasih suhu…. Ama yang tak pernah bosan memberikan wejangan nasehat, ilmu, bagi kami para pemburu berita di tanoh tembuni Gayo Takengen.
*Anggota PWI Aceh Tengah
