Aqidah Anak

Keberni Gay0 Aceh TV : Acara Keberni Gayo disiarkan di Aceh TV setiap jum’at malam jam 20.00 sampai dengan 21.00 WIB, kali ini (1/7) mengambil tema “Aqidah Anak” Koordinator acara mengundang Drs. Mustafa Alamy (Ketua II KNA Banda Aceh) dan Ito Nangar, MA (Guru SMA Modal Bangsa Banda Aceh) sebagai narasumber.

Kedua narasumber mengawali pembahasannya dari makna aqidah, menurut mereka aqidah yang berakar kata dari ‘aqad memiliki makna ikatan dan janji. Makna ini berkaitan dengan ikatan manusia dengan Allah yang tercermin dalam pengakuan keimanan, terhadap Allah sebagai Khaliq, Malaikat Allah yang berjumlah 10 dengan tugas yang telah ditentukan, Kitab Allah yang berisi dialog Allah dengan manusia, Rasul Allah yang menjadi pasilitator komukasi antara Allah dan manusia, Hari kiamat sebagai hari kebangkitan bagi manusia dalam mempertanggungjawabkan segala beban yang telah diberikan.

Ito Nangar membaca hadis nabi yang menyebutkan “anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, orang tuanya yang memajusikan dan menasranikannya”,dalam hadis ini ada isyarat bahwa potensi yang dimiliki masing-masing anak dikembangkan dan diarahkan oleh orang tua, sehingga apakah anak itu akan menjadi baik atau sebaliknya menjadi orang yang tidak patuh. Karena itulah islam membuat garis yang tegas kepada semua orang tua untuk mendidik anak sejak dari dalam kandungan sampai anak itu dewasa.

Orang tua akan terbebas dari tanggung jawab apabila telah mendidik anak sesuai dengan kemampuan, namun orang tua akan menanggung beban terhadap apa yang dilakukan anaknya bila tidak mendidiknya. Demikian juga dengan aqidah anak, karena aqidah ini berhubungan dengan keyakinan seseorang maka tanggung jawab pengajarannya juga menjadi lebih berat, tidak ada artinya segala perbuatan baik yang dilakukan apabila aqidah tidak benar.

Rumah atau keluarga sebagai sekolah pertama dalam kehidupan mempunyai fungsi yang sangat mendasar bagi penanaman aqidah anak , suri tauladan yang didapat dari orang tua tidak dapat dilupakan oleh anak sampai kapanpun, pergaulan baik anak dengan  orang tua sangat-sangat dianjuran. Sehingga apapun yang diperintah orang tua harus disikapi secara bijak kecuali sampai kepada kesyirikan.

Sementara Mustafa Alamy menyebutkan kata menanamkan aqidah lebih baik bila diganti dengan pemantapan, karena sebenarnya ruh manusia sebelum dilahirkan telah berjanji dengan Allah dan mengakui Allah adalah sumber segala-galanya, karena itu upaya yang dilakukan oleh orang tua bukan dalam makna menanamkan aqidah dari ketiadaan menjadi ada, tetapi lebih kepada pemantapan atau pengingatan kembali terhadap apa yang sudah ada. Firma Allah dalam surat al-A’raf ayat 172 yang mengatakan demikian.

Pemantapan aqidah pada setiap orang akan menjadi lebih baik apabila dikembangkan dengan metode dialog dan diskusi, orang tua harus selalu menjawab apa yang ditanyakan anaknya, orang tua selalu memberi tahu kepada anak-anaknya tentang hal-hal yang seharusnya diketahui, orang tua selalu mengetahui setiap perkembangan yang ada pada anaknya. Disinilah sebenarnya orang tua dituntut mempunyai kemampuan dalam berdiskusi dan menjawab pertanyaan, sehingga diharapkan anak-anak tidak mencari jawaban dari orang lain yang kebenarannya belum tentu.

Kondisi masyarakat Gayo secara umum kita lihat, apakah mampu menjawab permasalahan yang dihadapi anak-anak mereka pada hari ini. Kalau bisa maka Alhamdulillah masa depan anak terarah kepada yang baik kalau tidak maka anak akan kehilangan panutan dan control.

Di samping peran orang tua, peran guru di sekolah juga sangat menentukan. Kita perhatikan anak-anak kita yang masih kecil, mereka akan mengikuti apa yang dikatakan guru mereka, karena banyak sekali informasi yang didapat di sekolah tidak didapatkan di rumah.  Jadi pembentukan aqidah anak juga  menjadi kewajiban lembaga sekolah melalui guru, untuk itu kesiapan guru untuk menjadikan dirinya sebagai panutan murid  sangat diperlukan, juga keikhlasan dalam mengajar, kejujuran dalam berprilaku, tolenransi dalam berpendapat  serta keadilan dalam bertindak.

Lingkungan dimana murid tinggal juga tidak kalah pentingnya dalam menentukan arah perjalanan menuju masa depan generasi muda, ketidakpatuhan masyarakat pada aturan yang berlaku memberi pengaruh mental kepada anak, dan akan tertanam pada dirinya bahwa peraturan itu tidak harus dipatuhi. Membuang sampah tidak pada tempatnya, juga merupakan cerminan aqidah yang tidak benar.

Dalam kaitannya dengan lingkungan sebagai pembentuk aqidah, kita tidak bisa bayangkan apabila seorang anak tinggal dilingkungan mereka yang berlainan aqidah, mereka bersekolah dalam lingkungan sekolah yang berlainan aqidah.  Ada ungkapan yang mengatakan “lebih baik mendirikan sepuluh rumah ibadah, yang di dalamnya beribadah mereka sama aqidah. Daripada mendirikan satu sekolah, yang didalamnya akan bersekolah orang-orang yang berlainan aqidah”.

Semrautnya perpolitikan, banyaknya kasus-kasus korupsi yang terjadi selama ini tidak lepas dari masuknya idealisme kapitalis ke dalam sanubari masyarakat. Guru-guru yang menjadikan sekolah bukan lagi untuk tempat proses pembelajaran, tetapi menjadikannya sebagai tumpuan ekonomi. Komite sekolah yang menjadikan sekolah sebagai lahan tambahan penghasilan, pemimpin daerah berorientasi pada pencari kekayaan dan lupa kepada rakyatnya. Demikian juga wakil rakyat yang selalu memperjuangkan kepentingan yang bersifat sesaat dengan melupakan bahwa dirinya adalah wakil dari masyarakat, kesemua itu adalah bentuk aqidah yang telah dinodai oleh kapitalis. (Drs. Jamhuri, MA)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.