Al Yasa’ : Nikah Sirri Shah dan Diakui Negara Setelah Dicatat

Banda Aceh | Lintas Gayo : Nikah yang dibawah tangan atau dikenal dengan nikah Sirri dinyatakan shah oleh Prof. Al Yasa’ Abubakar MA (Direktur Program Pascasarjana IAIN Ar-Raniry). Pernyataan ini disampaikan saat memaparkan makalah tentang Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pernikahan Liar dalam sebuah seminar yang digelar oleh Dinas Syari’at Islam Provinsi Aceh di Banda Aceh, Kamis (14/7).

Dalam paparan makalah dari nara sumber yang dimoderatori oleh Drs. Jamhuri, MA ini, disebutkan bahwa pernikahan liar juga dikenal dengan sebutan nikah sirri atau juga orang sering menyebutnya dengan nikah di bawah tangan.

Prof. Al Yasa membedakan antara pernikahan liar dengan nikah sirri. “Nikah liar adalah pernikahan yang tidak shah, karena terdapat kecacatan pada rukun dan syarak dari pernikahan tersebut,” kata Profesor yang sempat memimpin Dinas Syari’at Islam Provinsi Aceh tersebut.

Sedang nikah sirri, menurutnya  adalah pernikahan yang shah dan tidak dicatat di depan pencatat nikah. Dalam Undang-undang Asminduk pernikahan ini menjadi diakui oleh Negara setelah dicatat dalam waktu 60 hari.

Berbeda dengan yang dinyatakan Al Yasa, nara sumber lainnya, Drs. Armia Ibrahim, SH (Waka Mahkamah Syar’iyah Provinsi Aceh) dengan makalah Tinjauan Hukum Positif Terhadap Pernikahan Liar menyatakan menyamakan keduanya karena dalam Undang-Undang hanya satu istilah yang di kenal yaitu nikah liar. Walaupun dalam masyarakat dikenal beberapa istilah tersebut, ungkap Armia Ibrahim.

Setelah siang, seminar dilanjutkan dengan fasilisator Marah Halim, M.Ag dengan paparan makalah yang disampaikan Prof. Dr. A. Hamid Saring, SH. MH (Guru Besar Fak, Syari’ah IAIN Ar-Raniry)  tentang Efek Negatif  dan Kemudaratan Nikah Liar, dan Dr. Syukri Bin Yusuf, MA (Kasi Bimbingan dan Penyuluhan Hukum Islam) dengan tema Nikah Liar dalam Perspektif Syari’at Islam dan Pengaruhnya bagi Masyarakat.

Kedua nara sumber ini bersepakat bahwa akibat dari pernikahan liar selama ini sangat meresahkan masyarakat, yang menjadi korban adalah kaum perempuan dan anak-anak. Disamping juga kemajuan tekhologi yang sangat pesat saat ini tidaklah logis apabila ada sebuah perbuatan penting seperti pernikahan tidak dicatat.

Sebelumnya, dalam acara pembukaan seminar yang bertajuk “Rancangan Qanun Pernikahan Liar”, Sekretaris Dinas Aiyub Ahmad, MM mewakili Kepala Dinas mengatakan bahwa maraknya pernikahan liar yang terjadi di Aceh selama ini memerlukan adanya peraturan berupa Qanun. “Dalam tahun ini kita memprioritaskan dua buah Qanun, yang satunya telah kita seminarkan pada Bulan yang lalu (Juli) tentang Pendangkalan Aqidah,” ungkap Aiyub Ahmad.

Acara seminar yang menghadirkan 4 (empat) orang pemakalah tersebut dihadiri oleh akademisi dari IAIN dan Unsyiah, KUA Banda Aceh, Mahkamah Syar’iyah Kota Banda Aceh, Polda Aceh, Kodam, Kejaksaan, MAA, LSM Perlindungan Anak, LSM yang bergerak di bidang Perempuan dan pihak Kankemag. (JM Ungel)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.