Pertarungan Minoritas

Oleh : Drs. Jamhuri, MA*

Gayo yang terdiri dari empat Kabupaten (Aceh Tengah, Bener Meriah, Gayo Lues dan Aceh Tenggara) ditambah dengan sebagian penduduk Aceh Timur dan Tamiang, merupakan bagian dari teritorial pemerintahan Aceh. Keempat Kabupaten ini sering di sebut dengan daerah tengah dan pedalaman Aceh, jalan yang menuju kepada keempat Kabupaten ini sudah mulai di perbaiki setelah sekian lama  diperjuangkan.

Penduduk yang berasal dari Gayo kita temukan pada setiap Provinsi di seluruh Indonesia terlebih lagi di Kabupaten/Kota dalam wilayah Aceh, jumlah masyarakat Gayo yang keluar dari daerah asal mereka paling banyak di Banda Aceh. Hitungan angka belum dapat dipastikan, namun dalam taksiran dan diakui oleh semua orang bahwa jumlah orang Gayo di Banda Aceh mencapai lebih kurang 20 % dari penduduk ibu kota Provinsi Aceh ini.  Pendapat ini beralasan karena pada tahun 80 sampai dengan 90 an jumlah mahasiswa yang berasal dari Gayo di semua Perguruan Tinggi baik negeri maupun swasta sangat dominan, kendati mulai tahun 90 an minat masyarakat menguliahkan anak mereka tidak legi terfokus ke Banda Aceh.

Walaupun hitungan persentase jumlah orang Gayo di banda Aceh banyak, tetapi orang Gayo tetap menganggap dirinya sebagai minoritas. Hal ini disebabkan karena beberapa factor : Diantara  mereka ada yang masih beranggapan bahwa mereka berasal dari daerah pedalaman,  sehingga sangat sulit memposisikan diri sama dengan mereka yang berasal dari daerah lain. Ada juga diantara mereka yang telah mampu menposisikan diri sama dengan orang lain, tetapi merasa takut berbuat untuk kepentingan sesama bangsa Gayo.

Banyak pendapat dikemukan sehubungan dengan makna minoritas, sebagian mendifinisakannya dengan jumlah sedikit dalam lingkungan yang banyak, seperti non muslim dalam lingkungan masyarakat muslim Aceh yang mayoritas, masyarakat muslim di daerah Bali dan Papua. Juga Masyarakat Cina yang menjadi warga Negara Indonesia, warga negro yang menjadi penduduk Amerika.

Ada juga pemahaman lain tentang makna minoritas yaitu tidak berdasarkan jumlah, tetapi pada status dan peran. Sehingga kelompok mayoritas bisa saja satu orang dan sepuluh orang, dan sebaliknya kelompok minoritas bisa satu orang  atau seribu orang. Jadi, tergantung pada alokasi peran dan pengaruhnya.

Seringkali kelompok minoritas kurang mendapat perhatian oleh kekuasaan di mana mereka berada, dalam pembahasan alokasi dan distribusi kekuasaan mereka yang minoritas terlupakan, sehingga hampir tidak pernah mendapat pengakuan dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat.

Mencermati masalah tersebut jumlah orang Gayo yang selalu kita katakan banyak, bukanlah sebagai mayoritas. Karena jumlah tersebut tidak mempunyai akses kepada pengambil kebijakan, seperti di Kota Banda Aceh dan juga di Aceh Besar yang berdekatan dengan pusat Ibu Kota Provinsi. Sebagai anggota masyarakat yang berdomisili di Banda Aceh merasa akan tetap menjadi minoritas, selama orang Gayo tidak memiliki akses untuk kebijakan. Langkah untuk menghilangkan anggapan ini telah kita coba dengan mengusung Waratma Dinata sebagai Calon Wali/Wakil Wali Kota Banda Aceh, tetapi gagal. Kegagalan ini disebabkan banyak factor diantaranya kita tidak memiliki financial sehingga kita harus menunggu kebaikan orang dengan mengharap jumlah orang yang kita miliki, disamping itu juga karena kita adalah minoritas maka orang lain selalu menganggap kita ada tetapi tidak diperhitungkan.

Terobosan kedua juga telah kita coba dengan kesediaan M. Isya Usman mendampingi Yunirwan sebagai Wali Kota, juga gagal karena kesediaan tidak dipersiapkan secara matang sebelum. Kesiapan kita mungkin saja karena waktu, tetapi kita selalu harus mengingat bahwa kita masih bermental minoritas. Untuk tingkat Kota Banda Aceh kelemahan terdapat pada komunitas Gayo itu sendiri, diantara penyebabnya adalah sedikitnya orang Gayo yang mengabdi di pemerintahan Kota Banda Aceh.

Untuk tingkat Provinsi berbeda, keberadaan orang Gayo sebagai minoritas bukan semata-mata disebabkan oleh orang Gayo itu sendiri tetapi juga peran penguasa yang menyebabkan komutitas Gayo sebagai minoritas. Sebagai contoh kita sebutkan jumlah orang Gayo dari empat Kabupaten ditambah dengan sebagian masyarakat Aceh Timur dan Tamiang, namun yang mempunyai peran hanya empat orang. Yaitu Kepala Rumah Sakit Umum (ZA), Kepala Dinas Tanaman Pangan, Ketua BPS Sabang dan Ketua Baital MAL Aceh.

Untuk menuju kesetaraan dalam pertarungan peran dan posisi orang Gayo sebagai minoritas, kita harus mengingat falsafah kerawang sebagai jati diri : emun beriring, mengisyaratkan orang Gayo harus selalu bergerak dan beraktivitas guna memberi kehidupan pada orang lain, karena emun selalu berjalan dan ketika diam dan ia akan membasahi tanaman sebagai sumber kehidupan. Puter tali, mengandung makna orang Gayo harus bersatu dengan selalu berupaya melahirkan kader, tapak seleman (kerpe lela), rumput lela menunjukkan prinsif harus hidup walau dibuang pada tanah yang tida subur, dan selalu berusaha membuat kesuburan pada tempat dimana ia hidup. Pucuk Rebung, mengisyaratkan orang Gayo dimanapun ia hidup dan dikantor manapun ia berkarya maka idealnya membuat dirin sehingga dapat tegak dalam waktu yang lebih lama walaupun badai selalu berupaya menjatuhkannya.

Falsafah lain adalah :  “jema tikik turah cerdik, bidik dan mersik”



* Pemerhati sosial masyarakat Gayo dan Sekretaris Umum Keluarga Nenggeri Antara (KNA) Banda Aceh

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.