Banda Aceh | Lintas Gayo – Hasil audit BPK-RI terhadap Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Anggaran APBK tahun 2010 di Kabupaten Aceh Tengah dengan pemberian opini WTP disinyalir masih menimbulkan polemik yang dapat berpotensi mengarah terjadinya kerugian keuangan Negara, demikian kalimat pembuka di rilis berita yang diterima Lintas Gayo dari koordinator LSM Anti Korupsi Jang-Ko, Idrus Saputra dan koordinator GeRAK, Askhalani, Kamis (21/7).
“Atas dasar tersebut pemerintah Kabupaten Aceh Tengah diminta untuk dapat menyelesaikan seluruh temuan hasil audit yang dapat berindikasi timbulnya pelanggaran hukum, jika ini tidak dilakukan maka akan menjadi salah satu preseden buruk bagi perwujudan tatakelola pemerintah yang baik di negeri Antara,” tulis Jang-Ko dan Gerak
Berdasarkan hasil temuan audit BPK sebagaimana yang dilansirkan oleh sejumlah media diketahui bahwa masih ada beberapa temuan yang mengarah kepada pelanggaran hukum baik secara administrasi maupun pelanggaran hukum atas pengelolaan anggaran, yang tidak sesuai dengan ketentuan perundangan-undangan.
Dalam rilis tersebut disebutkan sejumlah temuan yang dapat menimbulkan dugaan tindak pidana dan dapat merugikan keuangan negara diantaranya :
Pertama, lemahnya sistem pengendalian internal Laporan Keuangan Pemkab Aceh Tengah tahun 2010, sistem pengendalian aset dan penatausahaan keuangan di 42 SKPD. Terkait dengan penataan aset ini, BPK juga pernah melaporkan dalam LHP 2009 bahwa ratusan unit aset Pemkab Aceh Tengah baik itu kendaraan dinas roda dua dan empat serta tanah dan gedung tidak memiliki bukti kepemilikan yang lengkap.
Kedua, kecurangan dalam melaporkan pengunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk sarana dan prasarana pedesaan. Selanjutnya, Belanja Hibah yang tidak lengkap laporan pertanggungjawabannya sebesar Rp8.130.500.000 dan ada Rp2.827.500.000 dana tersebut menjadi hibah berulang dari tahun sebelumnya. Temuan 2010 ini juga mempertegas atas temuan LPH 2008-2009 yang juga terkait temuan dalam Dana Hibah. Bahwa ada sekitar 6 miliar lebih Dana Hibah dalam Pos Bantuan Sosial di Pemkab Aceh Tengah yang tidak jelas laporan pertangungjawabannya.
Ketiga, Dinas Pekerjaan Umum (PU) juga ditemukan ada paket proyek fisik senilai Rp23.527.793.000 yang mendahului anggaran hingga kemudian Rp2.105.395.416 tidak tuntas dilaksanakan.
Kempat, Retribusi daerah juga kurang disetor ke Kas Daerah serta Dana Bagi Hasil Migas Rp3.919.478.126 tidak sesuai dengan Peraturan yang berlaku.
Dari empat poin tersebut membuktikan bahwa apa yang diperoleh dan di dapat atas laporan Kabupaten Aceh Tengah dari BPK-RI selama beberapa kali WTP itu adalah ”Pepesan Gosong” belaka, padahal di dalamnya diketahui juga ditemukan fakta yang mengarah pada indikasi kerugian keuangan negara. Selain itu BPK juga melansir bahwa dalam temuan 2010 ada juga ditemukan kerugian daerah senilai Rp6.015.816.336 dari 13 kasus sebelumnya dan setengahnya saja yang telah diselesaikan oleh daerah.
Berdasarkan hasil analisa diatas sebagaimana LHP yang disajikan BPK-RI atas hasil audit APBK tahun 2010, GeRAK Aceh dan Jaringan Anti Korupsi-Gayo (Jang-Ko) mendesak agar Pemkab Kabupaten Aceh Tengah di bawah kepemimpinan Ir H Nasaruddin MM segera dapat menyelesaikan semua laporan BPK-RI sebagaimana arahan yang disampaikan dan diberi waktu selama 30 hari sejak LHP 2010 itu di terima oleh Bupati Aceh Tengah.
Bila lewat dari 30 hari ini masih ada persoalan dan Pemkab Aceh Tengah tidak menyelesaikan maka Jang-Ko bersama GeRAK akan melaporkan kasus ini ke Kejaksaan Tinggi Aceh dan Polda Aceh. (Ril)