Oleh: RADALI, S.S.T
AHLI GIZI (NUTRISIONIS)RELAWAN EDUKASI GIZI ACEH (REGA) MAHASISWA MAGISTER KESEHATAN MASYARAKAT FAKUTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA-ACEH
Daerah dataran tinggi gayo terkenal dengan keindahan panorama alamnya yang luar biasa indah, kaya akan hasil pertaniannya bahkan dikenal masyarakat luar dengan sebutan Negeri di atas awan, tidak heran juga menjadikan daerah ini sebagai tujuan wisata untuk mengisi liburan tahunan keluarga.
Namun daerah penghasil kopi arabika gayo ini tidak berbanding lurus dengan masalah kesehatan yaitu meningkatnya prevelensi stunting yang terjadi pada anak balita di daerah ini. Ironis memang hampir 78 Tahun Indonesia merdeka dari penjajahan belanda yang sebentar lagi akan kita peringati, tetapi republik ini masih mempunyai 24,4 persen anak-anak yang mengalami stunting bahkan mungkin masalah gizi lainya. Prevalensi stunting di Aceh yaitu 31,2%, hal ini merupakan prevalensi balita stunting tertinggi kelima di Indonesia pada tahun 2022. Percepatan penurunan prevalensi stunting harus segera di tuntaskan sesuai target nasional 14% di tahun 2024. Salah satu upaya pemerintah dalam upaya penurunan stunting adalah dengan mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting yang holistik, integratif, dan berkualitas melalui koordinasi, sinergi, dan sinkronisasi di antara pemangku kepentingan. Penjabat (Pj) Gubernur Aceh, Achmad Marzuki, meminta semua jajaran terkait di Aceh untuk menggencarkan gerakan penurunan stunting, dengan melibatkan lintas sektor dan lembaga, agar penurunan angka stunting di Aceh bisa dilakukan dengan cepat dan tepat.
Berdasarkan Data Study Status Gizi Indonesia (SSGI) Kementerian Kesehatan tahun 2022, Prevalensi stunting di daerah dataran tinggi gayo, yaitu Kabupaten Bener Meriah (37,0%), Kabupaten Aceh Tengah (32,0%), Kabupaten Gayo lues (34,0%), dan Kabupaten Aceh Tenggara (36,7%). Sedangkan prevalensi stunting provinsi Aceh yaitu 31,2% hal ini merupakan prevalensi balita stunting tertinggi kelima di Indonesia pada tahun 2022. Walaupun hanya mampu memangkas angka balita stunting sebesar 2 poin dari tahun sebelumnya 33,2% pada survey SSGI tahun 2021, Prevalensi stunting di Aceh tergolong buruk, karena melebihi ambang batas yang ditetapkan standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebesar 20%. Sedangkan target nasional di tahun 2024 mendatang angka stunting di Indonesia diharapkan turun ke 14%. dimana prevalensi stunting secara nasional mencapai 21,6% pada tahun 2022 dan 24,4% di tahun 2021. Angka ini turun 2,8 poin dari tahun sebelumnya, hal ini berarti untuk menurunkan angka stunting 14% nasional di tahun 2024 perlu penurunan secara rata-rata sebesar 3,8% per tahun, sedangkan di aceh hanya mampu memangkas 2 poin dari tahun sebelumnya, mampukah pemerintah aceh menurunkan angka stunting 31% ke angka 14% di tahun 2024 sangat menarik untuk melihat perkembangan stunting di indonesia dan aceh khususnya di mana pemerintah pusat menganggarkan Rp 44,8 triliun untuk percepatan pencegahan stunting pada tahun 2022.
WHO (2020) stunting adalah pendek atau sangat pendek berdasarkan panjang / tinggi badan menurut usia yang kurang dari -2 standar deviasi (SD) pada kurva pertumbuhan WHO yang terjadi dikarenakan kondisi irreversibel akibat asupan nutrisi yang tidak adekuat dan/atau infeksi berulang/kronis yang terjadi dalam 1000 HPK (Hari Pertama Kehidupan). WHO (2015) menyebut stunting adalah kondisi terjadinya gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada anak-anak yang dipengaruhi oleh kurangnya asupan gizi dalam jangka waktu lama, masalah tersebut dapat mempengaruhi pertumbuhan anak, yang biasanya ditandai dengan tinggi badan yang lebih rendah dibanding standar usianya. Dampaknya, anak-anak yang mengalami masalah stunting akan memiliki kemampuan kognitif, motorik, dan intelektual yang rendah, serta daya tahan tubuh rentan sehingga mudah terserang penyakit, hal ini kalau di biarkan akan menyebabkan menurunnya kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) pada umumnya.
Penyebab stunting
Stunting adalah masalah gizi kronis akibat kurangnya asupan gizi dalam jangka waktu panjang sehingga mengakibatkan terganggunya pertumbuhan pada anak. Stunting juga menjadi salah satu penyebab tinggi badan anak terhambat, sehingga lebih rendah dibandingkan anak-anak seusianya. Tidak jarang masyarakat menganggap kondisi tubuh pendek merupakan faktor genetika dan tidak bisa di rubah lagi, serta tidak ada kaitannya dengan masalah kesehatan. Faktanya, faktor genetika memiliki pengaruh kecil terhadap kondisi kesehatan seseorang dibandingkan dengan faktor lingkungan dan pelayanan kesehatan. biasanya, stunting mulai terjadi saat anak masih berada di dalam kandungan dan terlihat saat mereka memasuki usia dua tahun. Adapun penyebab terjadinya stunting yaitu ; Kekurangan gizi adekuat yang berlangsung dalam waktu yang lama, Pola Asuh Kurang Efektif, Pola Makan yang salah, tidak melakukan Inisiasi Menyusui Dini (IMD), Tidak memberikan Asi eksklusif, Sakit Infeksi yang Berulang, Faktor Sanitasi yang tidak baik,
Masa Keemasan (Golden Age)
Pada masa usia anak-anak di bawah lima tahun adalah masa-masa keemasan (golden age) bagi pertumbuhan anak. Pada masa tersebut anak-anak akan menyerapkan informasi dari lingkungan sekitarnya dan akan terekam lama dalam memorinya. Hal ini akan menentukan pola pikir dan perilakunya dimasa yang akan datang. Sehingga pada masa tersebut sangat penting untuk diberikan asupan nutrisi yang cukup serta stimulus atau rangsangan komunikasi, dan perilaku yang benar dari lingkungannya terutama orang tua dan keluarganya. Apabila pemberian gizi dan stimulus komunikasi dan karakter tersebut tidak cukup, maka anak tersebut bisa mengalami perlambatan pertumbuhan atau stunting, berat badan, tinggi badan, dan kemampuan motorik dan sensoriknya lebih rendah dari anak-anak lain pada usianya.
UNICEF pada tahun 2010, menyampaikan beberapa fakta terkait dengan stunting dan pengaruhnya, yaitu:
Anak yang mengalami stunting lebih awal yaitu sebelum usia enam bulan, akan mengalami stunting lebih berat menjelang usia dua tahun. Stunting yang parah pada anak, akan terjadi defisit jangka panjang dalam perkembangan fisik dan mental sehingga tidak mampu untuk belajar secara optimal di sekolah dibandingkan anak dengan tinggi badan normal Stunting akan sangat mempengaruhi kesehatan dan perkembangan anak. Faktor dasar yang menyebabkan stunting dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan intelektual. Pengaruh gizi pada usia dini yang mengalami stunting dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan kognitif yang kurang. Penurunan perkembangan kognitif, gangguan pemusatan perhatian dan menghambat prestasi belajar serta produktivitas menurun sebesar 20-30 persen, yang akan mengakibatkan terjadinya loss generation, artinya anak tersebut hidup tetapi tidak bisa berbuat banyak baik dalam bidang pendidikan, ekonomi dan lainnya.
Stunting pada usia lima tahun cenderung menetap sepanjang hidup, kegagalan pertumbuhan usia dini berlanjut pada masa remaja dan kemudian tumbuh menjadi wanita dewasa yang stunting dan mempengaruhi secara langsung pada kesehatan dan produktivitas, sehingga meningkatkan peluang melahirkan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR).
Pencegahan Stunting
Tindakan promotif dan pereventif pencegahan stunting tentu lebih bijak dilaksanakan oleh semua pihak dilingkunganya, terutama kepada balita, remaja putri dan pasangan usia muda terhadap kemungkinan terjadinya stunting, daripada harus melakukan upaya penanganan setelah stunting itu terjadi. Biaya pencegahan stunting tentu lebih murah dan dampaknya tentu akan lebih terkendali, apabila sudah terjadi stunting. Langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk mencegah stunting yaitu Pemberian tablet Fe pada remaja putri, memenuhi kebutuhan gizi sejak hamil, Beri Air Susu Ibu (ASI) Eksklusif sampai bayi berusia 6 bulan, Dampingi ASI Eksklusif dengan Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MPASI) memantau tumbuh kembang anak, selalu jaga kebersihan lingkungan.
Menurut hemat saya, kegiatan pelayanan posyandu di desa atau kelurahan yang dilakukan oleh ibu-ibu kader belum memenuhi sebagian besar usaha yang diperlukan untuk melakukan pencegahan stunting. Meskipun dibawah bimbingan petugas kesehatan dari Puskesmas namun ada beberapa hal mendasar yang harus dibenahi yaitu kemampuan kader posyandu terbatas, dalam mengukur dan mengumpulkan data antropometri dan penggunaan alat antropometri, belum lagi penentuan kader posyandu yang berubah ubah, sesuai kepentingan pemimpin terpilih desa, dengan bahasa klasiknya ganti lurah ganti kader, sehingga harus dilakukan pelatihan kembali, belum lagi penggunaan alat yang salah sehingga menghasilkan data yang salah pula. Bahkan ada alat yang tidak standar yang digunakan bahkan tidak pernah dikalibrasi ini akibat tidak adanya koordinasi dengan dinas kesehatan tentang pengadaan alat posyandu, dimana proses pengadaan terkesan asal ada, sehingga mempengaruhi hasil data posyandu, Penulis meyakini data stunting aceh kemungkinan besar akan terus berubah bisa lebih tinggi dan bisa lebih rendah sebelum data kongkrit yang di ukur tenaga ahli yang merupakan data primer dan data ini merupakan real yang sebenarnya, oleh karena itu saya berharap perlu pemerintah aceh dalam hal ini pemerintah daerah melakukan suatu program pengecekan atau validasi data yang dilakukan tenaga ahli atau tenaga terlatih by name by addres minimal 2x setahun sehingga data ini menjadi bahan intervensi kebijakan program untuk mendapatkan data di hilir yang tepat sasaran dan menyeluruh.
Selain itu yang menjadi kendala dalam percepatan pencegahan stunting adalah belum efektifnya program-program pencegahan stunting yang pada saat ini masih bersifat sosialisasi dan koordinasi serta regulasi saja, serta belum optimalnya koordinasi penyelenggaraan intervensi gizi spesifik dan sensitif di semua tingkatan terkait dengan perencanaan dan penganggaran, penyelenggaraan, dan pemantauan dan evaluasi. Action nyata di hilir menetukan penurunan prevalensi stunting di daerah dataran tinggi gayo dengan melibatkan seluruh sektor. Salah satu upaya preventif pencegahan stunting agar stunting baru dapat di tekan yaitu dengan manajemen terpadu edukasi kesehatan dan gizi pada remaja putri sejak dini, sehingga lingkaran setan terjadinya stunting dapat di cegah sedini mungkin.