Terong Padul di Rak Supermarket Elit
Semasa kecil, waktu aku masih tinggal di Tanoh Gayo, aku sama sekali tidak pernah terpikir bahwa sayur itu adalah komoditas yang harus dibeli. Di sekitar rumahku terdapat banyak sekali bermacam jenis sayur mayur yang tinggal dipetik.
Sayur-sayuran itu ada yang sengaja ditanam, ada juga yang tumbuh liar.
Sayuran yang ditanam itu antara lain seperti daun singkong, kacang koro, kacang panjang dan kacang-kacangan lain serta labu siam. Sedangkan sayuran yang tumbuh liar adalah sayur-sayuran semacam bayam, pakis, labu kuning, rukut dan jamur.
Selain jenis-jenis sayuran di atas dari bermacam sayuran yang tumbuh liar itu ada sejenis tomat (kalau kata iklan susu, tomat buah apa sayur ya?) yang tumbuh dimana-mana, entah itu di kebun, di pinggir jalan sampai di samping rumah.
Di Gayo, tomat liar yang ukuran buahnya paling besar cuma sebesar jempol kaki ini, kami sebut dengan nama terong padul. Kalau dibandingkan dengan tomat besar yang biasa kita kenal di pasaran, tomat liar ini lebih asam kalau dibandingkan dengan tomat besar yang biasa dijual di pasaran.
Saking banyaknya, terong padul ini nyaris menjadi Gulma, sebab dibasmi seperti apapun terong padul akan terus tumbuh lagi sebab ketika terong padul matang, buahnya yang penuh biji jatuh ke tanah dan tersimpan di dalam tanah sampai menemukan momen yang cocok untuk tumbuh lagi.
Momen di mana terong padul begitu melimpah ruah adalah pada momen sehabis panen padi. Saat saya kecil itu, di kampung tempat saya tinggal, orang hanya menanam padi setahun sekali. Setelah panen, tanah sawah dibiarkan begitu saja. Saat seperti itulah terong padul tumbuh dimana-mana, memenuhi petak sawah yang dibiarkan tidak ditanami itu.
Pada masa itu, terong padul ini benar-benar tidak ada harganya. Karena terong padul adalah jenis tomat murahan, memasak dengan menggunakan tomat ini sebagai bumbu, juga sama sekali tidak gaya.
Karena itulah, keluarga yang terbilang cukup kaya di kampungku, biasanya selalu menggunakan tomat besar untuk memasak, meskipun biasanya tomat yang mereka masak itu tidak dibeli, tapi ditanam sendiri di pekarangan. Cuma karena tomat besar ini dipelihara jadi kesannya lebih serius.
Kalaupun dibuat cecah (bumbu lalapan), cecah terong padul adalah jenis cecah yang sangat tidak gaya. Lauk jenis ini identik dengan lauk untuk kawan nasi bagi masyarakat kelas bawah.
Waktu itu, tomat besar yang banyak beredar di Gayo berbentuk gepeng dan keriting, sangat berbeda dengan terong padul yang bentuknya bulat. Karena perbedaan bentuk ini, saat itu aku berpikir bahwa bentuk itulah yang membedakan antara terong padul dan tomat. Tanpa sadar aku kemudian menyimpulkan sendiri, kenapa terong padul tidak disebut tomat kecil, itu karena terong padul bentuknya bulat, tidak gepeng seperti tomat.
Tomat bulat besar seperti yang banyak beredar di pasaran sekarang ini adalah tomat jenis baru, yang masuk ke Tanoh Gayo belakangan. Aku sendiri baru tahu ada tomat yang memiliki ukuran sebesar tomat yang banyak beredar di pasaran sekarang ketika aku menginjak kelas dua SD, ketika seorang tetanggaku menanam tomat jenis ini di lahan sawahnya yang baru selesai dipanen.
Aku ingat betul bagaimana suasana saat aku pertama kali melihat tomat bulat besar. Saat itu di sekolah, seorang temanku bercerita dengan bangga kalau bapaknya menanam terong padul besar di tanah sawah mereka yang baru selesai dipanen dan sekarang terong padul besar miliknya sudah mulai berbuah. Cerita temanku ini benar-benar membuatku penasaran karena waktu itu satu-satunya fakta yang aku tahu tentang tomat dan terong padul adalah; tomat berbentuk gepeng sementara terong padul berbentuk bulat dan ukuran tomat jauh lebih besar daripada terong padul.
Karena itulah ketika pulang sekolah aku membuat janji dengan temanku itu untuk pergi ke sawahnya untuk melihat terong padul raksasa.
Di sawah milik temanku itulah aku pertama kali melihat tomat bulat besar.
Dan saat menyaksikan buah itu, aku benar-benar takjub mengetahui fakta baru, bahwa ternyata ada Terong Padul berukuran raksasa seperti itu yang besarnya bahkan melebihi ukuran tomat yang biasa aku lihat.
Aku ingat betul bagaimana aku lama sekali memperhatikan buah tomat yang ditanam di tanah sawah milik temanku itu dengan penuh rasa kagum. Aku memandangi buah terong padul raksasa itu dari berbagai sisi, tapi aku tidak berani menyentuhnya, karena menurut temanku pemilik terong padul besar itu, buah itu akan busuk kalau disentuh.
Tahun 1983, aku pindah ke Takengen yang tidak memiliki banyak lahan pertanian, dan sejak saat itu tomat kecil ini mulai jarang kulihat.
Hari minggu kemarin, aku dan istriku jalan-jalan ke SMS (Sumarecon Mal Serpong) yang terletak tidak terlalu jauh dari tempatku tinggal di Karawaci. DI SMS, iseng-iseng kami masuk ke Farmers Market. Sebuah jaringan supermarket yang merupakan bagian dari Grup Ranch Market, yang hadir dengan konsep supermarket “Fresh is Coming Directly from the Farm”.
Berbagai produk menarik ditawarkan oleh supermarket yang hadir pertama di Indonesia di SMS ini. Ada buah Kurma segar, ada strawberry dengan berbagai ukuran, berbagai macam jenis sayur yang benar-benar terlihat segar, berbagai jenis beras organik, sampai bermacam buah yang tidak lazim kita temui di Indonesia semacam peach, blueberry, cherry dan lain-lain.
Saat berjalan-jalan mengamati rak demi rak di supermarket ini tiba-tiba mataku tertumbuk pada satu jenis produk berupa buah kecil bulat berwarna merah kekuningan yang berada di dekat produk-produk yang tidak lazim kita temui di Indonesia. Produk itu dikemas sedemikian rupa dalam bungkus plastik transparan dalam ukuran 250 gram sehingga tampak sedemikian elite dan menarik. Saat kudekati aku membaca tulisan Tomat Cherri pada penjelasan produk itu di rak.
Produk yang di rak itu ditulis sebagai “Tomat Cherry” ini menarik perhatianku karena ternyata produk yang dipajang di bagian produk elit supermarket kelas menengah ke atas ini tidak lain adalah TERONG PADUL, tomat murahan yang dulu tumbuh liar di kampungku, tomat yang identik dengan makanan masyarakat kelas menengah ke bawah.
Di Farmers Market, supermarket kelas menengah ke atas di Tangerang ini, 250 gram terong padul, tomat yang tidak ada harganya di Tanoh Gayo tersebut, dihargai Rp. 10.000- atau Rp.40.000- per kilogramnya. Harga ini 5 kali lipat harga Tomat Besar yang dijual dengan harga Rp.8.000-per kilogram.
Melihat harga yang tertera di bungkus “Tomat Cherry” tersebut pikiranku langsung melayang ke masa aku kecil ketika terong padul bertebaran tumbuh liar di sawah yang baru dipanen, yang kalau kita mau memungutinya bisa sampai berkarung-karung. Kalau itu dijual dengan harga setengahnya harga di Farmers Market ini, sudah berapa duit, pikirku.
Sayang sekali Gayo letaknya begitu jauh ribuan kilometer di pelosok Aceh sana, sehingga kalau kita membawa terong padul dari Gayo ke Tangerang, terong padul-terong padul itu pasti akan sudah menjadi saos ketika sampai di sini.
Wassalam
Win Wan Nur
Orang Gayo tinggal di Tangerang
terong padul nama lainya Chery tomato memang sudah menjadi barang mahal sejak dulu……kta aja yg gak peduli dengan keunggulan yang ada di sekitar kita