Masyarakat suku Gayo yang hidup ditengah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, memiliki kebiasaan menabung sejak dahulu kala. Kebiasaan menabung ini sudah dilakukan sejak turun–temurun sepanjang sejarah suku bangsa Gayo ini.
Jika dahulu tidak ada ada Bank, lantas dimana dan dalam bentuk apa masyarakat Gayo menabung?. Kisahnya begini. Dalam tatanan masyarakat Gayo, ada daerah yang disebut daerah Peruweren. Daerah peruweren adalah kawasan yang sudah ditentukan secara adat sebagai areal penggembalaan kerbau.
Di Takengon, beberapa kawasan pinggiran Kabupaten hingga kini masih dijadikan lokasi penggembalaan kerbau, seperti Kecamatan Linge dan Bintang serta beberapa lokasi lainnya. Ambil contoh Kampung Serule di Kecamatan Bintang.
Di kampung ini, sebagian besar penduduknya memiliki ternak kerbau. Minimal memelihara kerbau milik orang lain. Setiap Minggu atau sebulan sekali, pemilik kerbau akan melihat kerbaunya yang lokasi penggembalaannya tidak jauh dari kampung setempat.
Saat pemilik kerbau datang, mereka biasanya membawa garam yang akan diberikan kepada kerbau miliknya. Biasanya, para pemilik kerbau secara alami akan mengetahui semua kerbau miliknya meski berjumlah ratusan ekor.
Kerbau dari satu pemilik biasanya akan hidup bergerombol bersama dan berpisah kelompoknya dari pemilik lainnya meski arealnya tidak berjauhan. Masing-masing kelompok kerbau dari pemilik yang berbeda ini memiliki kandang sendiri.
Jika pemilik kerbau datang, kerbau dibiarkan lepas dan tidur di areal Peruweren. Saat pemilik kerbau datang, dia akan berteriak memanggil kerbaunya yang berada di hutan. Biasanya kerbau akan mengenali suara tuannya dan pulang ke kandang.
Warna kerbau yang berbeda akan memiliki nama yang berbeda pula, seperti Koro (kerbau) Jeget , Koro Sawak. Para pemilik kerbau akan menjual kerbaunya manakala memerlukan uang untuk kuliah anaknya, membangun rumah, membeli kebun kopi, sawah atau mengawinkan anak serta naik haji.
Saat ini harga kerbau ukuran sedang rata-rata adalah Rp. 8 juta. Nah jika satu orang Takengon memiliki 100 ekor kerbau, dia berarti memiliki tabungan Rp. 800 juta. Jika di Peruweren kerbau dilepas bebas, banyak warga Gayo yang memelihara kerbau diseputaran kampung dengan cara diikat.
Kerbau diseputaran kampung baru bisa dilepas setelah masa musim panen padi selesai (lues belang). Masyarakat Gayo menanam sawahnya setahun sekali dengan umur padi mencapai enam bulan. Tidak heran, jika disetiap kampung, warga gayo bisa bercanda dan menaiki kerbaunya sepulang dari sawah.
Yang mengangon kerbau terlihat bukan saja kaum bapak. Anak-anak dan kaum hawa juga biasa mengangonkan kerbau. Karena kerbau dianggap sebagai tabungan, hewan peliharaan dan hewan kurban. (Win Ruhdi Bathin/02)