Oleh: Nurlis E. Meuko*
SEJATINYA kami ingin jadi pelangi di Aceh. Warna indah di pegunungan yang muncul menawan setelah hujan reda. Menambah kesejukan diembus sopi-sopi sejuknya angin yang tanpa polusi. Indahnya, laksana menyaksikan panorama Lut Tawar, Aceh Tengah, nun jauh dari Banda Aceh, tempat The Atjeh Post, www.atjehpost.com, berkantor.
Kami memang memiliki saudara kecil di sana. Bernama Lintas Gayo yang bangga dengan adat dan budayanya. Kami suka melihatnya, bermain-main dengan kata-kata di dunia maya dengan alamat www.lintasgayo.com. Andaikata boleh menyebut kami sebagai saudara tua, maka seperti itulah kami menyayangi adiknya yang begitu bersemangat.
Begitu senangnya kami melihat sang adik yang sedang berlari-lari lucu. Kadang kami takut engkau tersandung, jatuh, dan lututmu terluka, walau kami yakin kamu akan bangun tanpa menangis dan berlari lagi. Syukurlah hingga kini masih berlari-lari kecil dengan cerita dari Tanah Gayo, mengejar kumbang berita dan menyajikan buat pembacamu. Sekuat tenaga kami menjagamu dan mendukungmu. Kami tahu engkau masih polos dan jujur.
Izinkanlah kami beristirahat sejenak. Melepas penat. Kami baru terseok-seok melewati rimba politik yang melelahkan. Syukurlah kami tak terjerambab hingga terhempas ke jurang. Kini kami tiba di tepi padang pasir yang begitu luasnya. Ini terlihat indah. Tetapi panas dan menyimpan misteri.Kami perlu stamina yang bagus untuk terus melaju melewatinya.
Kami lagi mencari tahu di mana akan melepas dahaga di sana. Doakan kami agar tak terperangkap badai gurun yang bisa menghempas kami nantinya. Ini berbahaya, sebab bisa mengubur kami tanpa jejak. Itu akan membuat engkau bersedih dan menangis. Itulah sebabnya, kami harus mengatur ritme perjalanan ini hingga menjadi sebuah keindahan bagi Aceh.
Kami ingin melihat engkau bahagia bersama kami. Walau kita berbeda bahasa, adat, dan budaya, tetapi kita adalah saudara sekandung. Kita tak ingin seperti saudara-saudara kita yang lain, yang terkadang terlihat bersemangat untuk berpisah. Walau kita tak suka berpisah, tetapi kita juga tidak anti dengan perpisahan.
Selama ini yang membuat kita menyatu adalah kesamaan sikap dalam menghargai pluralisme. Kita berbeda, dan senang dengan perbedaan itu. Kita tak saling menghujat perbedaan, sebab perbedaan itu adalah kita. Karena itu kita saling mendukung. Laksana sebuah orkestra, di sana ada peralatan musik yang mengeluarkan bunyi berbeda-beda, dan dari situlah lahir sebuah simphoni keindahan.
Itu menjadi semangat kami untuk terus berjalan. Namun kami butuh istirahat sejenak. Percayalah adinda, kami ingin terus bersamamu. Besar bersama, sembari menunggu adik-adik kita yang lain. Adik-adik kita dari berbagai adat dan budaya yang berbeda. Kita akan bergandeng tangan bersama-sama, untuk membentuk sebuah kesadaran bahwa berbeda itu adalah keindahan bagi Aceh.
Teruslah bergerak adikku, seperti Saman Gayo yang telah melambungkan kita ke seluruh dunia dan membuat kita bangga tiada terpermaknai.
—–
Nurlis E. Meuko adalah pendiri www.atjehpost.com