Takengen | Lintas Gayo – Dataran Tinggi Gayo Kabupaten Aceh Tengah akan jadi raja energi di Aceh saat proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Peusangan rampung dan mulai beroperasi 5 – 8 tahun kedepan, demikian pernyataan Ilham Iskandarsyah, salah seorang narasumber diskusi bertajuk “Rakyat Gayo Raya dan PLTA” yang digelar di hotel Linge Land, Sabtu (24/12/2011).
Menurut alumni Fachhochshule (FH) Braunschweig/Wollen Buettet Geramny tahun 1999 ini, alasan menjadi raja karena kebutuhan listrik Aceh yang saat ini mengalami krisis listrik yang luar biasa nantinya akan tergantung dari Aceh Tengah dengan kekuatan 88 Mega Watt (MW).
“Kebutuhan listrik Aceh saat ini 400 MW dan 70 persennya sangat tergantung dari Sumatera Utara. Dengan beroperasinya PLTA Peusangan maka kebutuhan listrik Aceh akan tertutupi 70 persen dan nantinya Aceh Tengah mendapat alokasi tenaga listrik sebesar 30 persen dari 88 MW tersebut,” papar Ilham. Saat itu jika Aceh Tengah menekan tombol “off” di saklar listrik Pesangan maka Aceh akan lumpuh, timpalnya.
Karenanya, sambungnya, proyek PLTA yang sudah direncanakan sejak tahun 1980 dan dibangun dengan dana dari pemerintah Jepang sebesar Rp.2,1 Trilyun tersebut harus jadi demi kesejahteraan rakyat Aceh Tengah dan mengurangi ketergantungan energi Aceh dari Sumut.
Dalam proses pembangunannya dengan pemenang tender Hyundai dan Perum Perumahan, ditegaskan Ilham, Urang Gayo mestinya ambil peran di project Ownernya. “Investor harusnya wajib memberi peran tenaga lokal dan mereka hanya bawa tenaga ahli saja,” cetusnya.
Penilaiannya, sejauh ini peran Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah minim untuk mengarahkan keinginan putra-putri Aceh Tengah untuk ambil peran di proyek tersebut.
“Kita tidak hanya menonton tapi mesti ikut. Jika tidak maka kita hanya punya kebanggaan, namun belum tentu dihargai,” ujar putra Gayo kelahiran Jakarta, 9 Maret 1969 ini.
Solusi untuk bisa ambil peran dalam proses tersebut, saran Direktur Utama Gayo Energi Kabupaten Bener Meriah ini, Pemkab Aceh Tengah, pihak legislatif dan elemen sipil harus saling bahu membahu memperjuangkan mendapatkan peran tersebut.
“Dari dana Rp.2,1 Trilyun tersebut, 70 persen digunakan untuk pembangunan pisik. Dan jika 10 persen saja dari dana tersebut dikelola kontraktor lokal sudah sangat lumayan,” terang Ilham Iskandarsyah.
Selanjutnya untuk mencetak tenaga skill dibidang tersebut, dia juga menyarankan agar Pemkab Aceh Tengah segera meminta pihak Perusahaan Listrik Negara (PLN) untuk mengalokasikan dana pendidikan tenaga skill lokal sehingga ditahun 2015 Sumber Daya Manusia (SDM) Tanoh Gayo sudah siap pakai.
Dalam hal lingkungan, dia juga menegaskan jika PLTA itu berbeda jauh dengan pertambangan yang umunya berdampak negatif pada lingkungan. PLTA adalah paling ramah lingkungan, karena hanya memanfaatkan tenaga air yang ada. Penggunaan air tidak berpengaruh kepada penggunaan air untuk keperluan lainnya.
Selain itu, jika ingin debit air air terus terjaga, maka hutan mesti dijaga juga kelestariannya, dalam hal PLTA Pesangan tentu hutan disekitar danau Lut Tawar, katanya seraya menimpali bahwa di kabupaten Bener Meriah sendiri sedang berjalan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro (PLTM) di Kanis Bidin.
Dalam kesempatan diskusi yang digagas Zulfan Diara Gayo tersebut dihadiri puluhan peserta dari berbagai elemen sipil di Aceh Tengah dengan narasumber lainnya dari Ikatan Masyarakat Peduli Lingkungan (Impel) dengan pembicara Nawawi dan Zulfan Diara Gayo sendiri menyampaikan materi Gerakan Perjuangan Rakyat Gayo Raya.
Amatan Lintas Gayo, peserta diskusi tersebut sangat antusias mengikuti pemaparan narasumber yang berakhir menjelang siang. Acara berlanjut setelah siang dengan agenda tanya jawab.
(Khalisuddin/03)