Takengon | Lintas Gayo – Sejak beberapa tahun belakangan ini masyarakat di kawasan kecamatan Linge khususnya Kampung Simpang Tige Uning, Pantan Nangka, Gewat dan Mungkur mengembangkan komoditi pertanian Kapulaga (Amomum compactikum) sebagai mata pencaharian.
Kapulaga, kerap digunakan sebagai bahan bumbu dapur (rempah-rempah), sebagai campuran jamu tradisionil, obat-obatan, makanan dan komestika.
“Pola ekonomi masyarakat Linge mulai berubah, dulu dikenal hanya sebagai peternak dan bersawah. Mereka mulai menekuni dunia pertanian, khususnya jenis kapulaga,”ungkap Camat Linge, Nasrun Liwanza, Selasa (24/1).
Tingginya minat warganya menekuni dunia pertanian khususnya jenis Kapulaga ini, menurut Camat yang juga sempat sebagai Penyuluh Pertanian ini disebabkan tanaman ini memiliki nilai jual yang cukup menggiurkan, mencapai Rp 45 ribu/kg.
Selain itu pemasarannya tidak terlalu sulit karena para agen langsung dating kelokasi dan langsung membelinya dari petaninya.
“Kapulaga telah menjadi sumber mata pencaharian utama sebagian warga Linge yang selama ini dikenal sebagai kawasan marginal. Saat ini diperkirakan ada sekitar 130 hektar ditanami ini,” ujar Nasrun Liwanza.
Lebih jauh dipaparkannya, dari awal tanam hingga menunggu masa panen Kapulaga, para petani hanya membutuhkan waktu selama enam bulan. Dan setelah itu masa panen berlangsung sepanjang tahun.
”Tidak sulit membudidayakan Kapulaga, selain kecilnya peluang diserang hama, juga masa panen dapat dilakukan setiap hari, kecuali cuaca kurang bersahabat seperti musim kemarau,” kata Camat ini mengakhiri keterangannya. (Kha A Zaghlul/Red.04)
.