Aman Sinta, Pengais Rezeki dari Pohon Aren; Dimiskinkan oleh Sistem

BAYANGAN hitam di atas kepala, perlahan Awan menutupi sinar matahari, rasa dahaga tak tertahan, sebentar lagi waktunya untuk berbuka puasa, harus sabar menanti, meskipun tengorokan kering. Jalan Bintang-Serule lah penyebabnya. Badan terasa letih saat mengendarai sepeda motor di jalan yang bergelombang tanpa pengerasan, berbatu dan berlubang itu. Menjadi tantangan, sekitar 20 kilometer perjalanan di tempuh.

Sore itu, Jum’at, (27/7) pada pukul 17.20 WiB. Aku bertemu dengan Aman Sinta (35) warga kampung Serule. Ia sedang menenteng dua buah batang bambu berukuran satu meter setengah di lengan kanan dan kirinya, berpakaian baju kemeja tua bermotif kotak-kotak dan mengenakan celana hitam serta memakai sepatu gamer.

Dua buah bambu yang ia tenteng itu berisi air nira dari pohon Aren (Arrenga pinnata) atau Pangguh yang barusan ia ambil dari pohonnya. Alhamdulilah pikirku, Aman sinta memberikan air nira sebanyak satu cerek untuk bukaan puasa kami bersama kader HMI Cabang Takengon, yang sedang menunggu waktu berbuka di pos ruang kelas SD Serule.

Aman Sinta menolak untuk di beli air niranya,” ya sudah, tak usah di beli, bawa aja ini untuk kalian buat bukaan nanti,” katanya padaku.

“Berizin (terimakasi) pak,” Ucapku. “Orom-orom (sama-sama) dik,” katanya. “Besok, saya kemari lagi ya pak,”. Ia dik, kemari aja, ya sudah, lima menit lagi mau berbuka, mau berbuka puasa disini,” ajaknya. “Ndak usah pak, kami di pos aja,” kata ku sambil pamit membawa cerek berisi air nira.

Besok harinya aku menemui Ahmad Daud  nama yang sebenarnya Aman Sinta. Aman  merupakan gelar  seorang Bapak, sedangkan sinta adalah anak pertama Ahmad Daud. Menurut sistem kekerabatan urang Gayo, panggilan kepada seorang Bapak  di panggil berdasarkan nama anak pertamanya.

Bapak yang mempunyai dua orang anak ini, telah merintis usaha aren sejak ia masih lajang. Dalam sehari ia dapat mengumpulkan sekitar 70 liter dari 20 batang pohon Aren. Setiap pagi hari jauh sebelum matahari bersinar dan sore hari sebelum terbenam Aman Sinta siap memanen air nira yang ia tampung dalam tebok wadah penampung air nira yang terbuat dari Bambu.

Sore itu, Aman Sinta menyiapkan parang di tali pigangnya dan pisau sambil menenteng dua tebok di lenganya, tebok atau bamboo dengan isi 4-5 liter di gunakan untuk menampung nira yang menetes dari sayatan tangkai bunga batang pohon aren.

Aku diberi kesempatan untuk ikut bersamanya mengambil air nira di pohon aren, jarak mengambil pohon aren dari gubuk kebun milik aman sinta sekitar 100 meter, pelan-pelan aman sinta naik ssske atas pohon aren dengan melalui sebuah batang bambu yang bertungku sebagai tempat pijakan untuk naik dan turun dari batang pohon aren.

”Air nira keluar dari sini,” kata Aman Sinta sambil menunujukan tangkai bunga jantan, kucuran air nira itu kemudian di tampung kedalam tebok, bambu yang panjangnya antara 1-1,5 meter.

Setelah mengambil bambu yang berisi air nira, Aman Sinta kemudian menyadap tangkai bunga Aren yang panjangnya sekitar 50 cm sambil menampung kembali tebok kedalam tangkai.

“Menyadap tangkai bunga Aren ini gunanya supaya air dari tangkai itu berkucur lagi,” jelasnya sambil mengayun-ayun dan memukul tongkol bunga secara pelan.

Menurut Aman Sinta Pohon Aren ini mempunyai mitos. Dulu kala ada sebuah keluarga yang hidup sebatang kara, keluarga ini sangat miskin, hingga salah satu anaknya meminta do’a kepada sang khalik untuk menjadi pohon Aren, sang anak yang menjelma menjadi Pohon Aren berpesan kepada keluarganya, “jika kalian ingin mengambil aren, tepuklah dibawah ketiak ku.” karena ketika menepuk dibawah ketiaknya ia akan menagis, dan air matanya itulah menjadi air nira,” Kisah Aman Sinta

“Karena itulah patang bagi saya untuk menjual air nira kepada adik kemaren, kalau di jual menurut kepercayaan orang disini, air nira tidak akan membawa berkah, dan bisa saja pohonnya mati,” Ujar Aman Sinta

Aman Sinta tidak mengenal hujan dan panas. Pekerjaan inilah sumber nafkah Aman Sinta.

Pegelolaan Air Nira Menjadi Gula Aren

Proses pengelolaan air nira menjadi gula aren tidak begitu rumit, tebok yang berisi air nira tadi dituangkan ke dalam wadah penampung yang terbuat dari logam tahan karat secara pelan-pelan melalui kain saring. Kemudian wadah dipanaskan sambil diaduk selama empat jam lamanya.

Sambil menunggu air nira dipanas kan. “Tebok atau bambu yang barusan di tuang air niranya di lakukan pengasapan pada lubang bambu, hal ini dilakukan supaya bambu tidak berbau amis,” kata Aman Sinta sambil memperatekkan proses pumbuatan gula Aren.

Setelah di aduk sampai air nira mendidih dengan mengental air nira pun telah menjadi gula aren setelah di bebukan selama sekitar satu jam. Selain itu, gula dapat di olah menjadi gula tampang, cara pembuatanya tinggal mencetak air nira yang mendidih kedalam cetakan bulat dan kemudian di press.

Harga jual Gula Aren per kilogramnya mencapai Rp. 23.000 yang di ambil toke dari Aman Sinta. Sedangkan Gula Tampang per turusnya di jual Rp. 53.000. per turusnya berisi sepuluh buah tampang. “Dari 70 liter air nira yang di olah menjadi 15 kilogram gula aren, sekitar 350 ribu hasilnya,” ujarnya

Menurutnya, Pohon Pangguh itu hidup secara liar di tanah merah gersang di Serule, “tidak ditanam atau di budidayakan disini sama sekali, pohon pangguh memang sudah hidup dari sananya. Ini merupakan anugrah Tuhan,” katanya

Perawatan Pohon pangguh paling-paling membersihkan pokoknya dari rumput dan menebangi poho-pohon yang menaungi pangguh dan membersihkan pohon dari ijuk yang menyelimuti batang serta memotong daun bagian bawah yang terlihat kurang sehat. Itu pun dilakukan kalau pohonya sudah mulai tumbuh agak besar.

Namun sayang hanya sekitar empat kepala keluarga yang mau menjadi petani Aren. Menurut para ahli aren masih banyak kegunaan pohon panguh atau Aren selain menjadi gula.contoh misalnya batang yang keras dapat digunakan sebagai bahan pembuat alat-alat rumah tangga dan ada pula yang digunakan sebagai bahan bangunan.

Batang bagian dalam dapat menghasilkan sagu sebagai karbohidrat yang dipakai bahan baku dalam pembuatan roti, soun, mie dan campuran pembuatan lem (Miller, 1964). Batang aren juga bisa di manfaatkan untuk galar-galar dan bubungan atap rumah.

Bagian luar batang aren atau ruyung (sunda) berwarna hitam dan sangat keras. Biasanya bagian ini dimanfaatkan untuk membuat perkakas rumah tangga dan untuk keperluan lain, seperti gagang pisau, tangkai kapak, cangkul dan juga tongkat, penjangga genting rumah dan sebagainya.

Kalaulah ini dapat di berdayakan, bisa di pastikan warga serule tidak akan miskin dan tertinggal, cuman lag-lagi pemerintah daerah kuncinya. Andaikan saja penggunaan anggaran daerah kabupaten Aceh Tengah di gunakan sebagai pemberdayaan masyarakat. Tentu tidak ada lagi yang tertinggal dan di miskin kan oleh sistem. (Maharadi)

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.