Kehadiran Tuhan dalam Kehidupan Manusia

Oleh. Drs. Jamhuri, MA[*]

Ada dua bentuk tradisi berpikir dikalangan manusia, yang satu memadai cara berpikir dengan bentuk idealisme dan yang satu lagi memadainya dengan pola berpikir materialisme. kedua pola ini seolah tidak bisa bertemu dan kalaupun bisa bertemu maka keduanya tidak mungkin untuk bersatu, itulah pola yang di kenal dalam kehidupan ini.

Orang yang berpikir idealis memadai diri dalam mendekatkan diri kepada Tuhan dengan hal-hal yang idealis, seperti memadai permintaannya dengan cara berdo’a karena Tuhan juga dalam pemahamannya adalah wujud idealis bukan materialis, bila permintaannya tidak dikabulkan ia berupaya untuk memperbaiki diri dengan berusaha mengingat kembali apa kesalahan dan kekurangan dalam dirinya. Terkadang ia berkeyakinan bahwa permintaan yang  tidak diterima (tidak dikabulkan) adalah karena dalam menghadap Tuhan ia tidak dalam keadaan suci, bathinnya tidak bersih dari sifat-sifat yang tidak baik, makanan yang dikonsumsi masih ada yang berasal dari usaha yang subhat (kalaupun tidak haram). Sedangkan kehendak Tuhan yang merupakan tempat meminta terbebas terbebas dari hal-hal yang tidak baik.

Pola pemikiran idealis ini menanamkan keyakinan pada diri seseorang bahwa mereka yang sempurna dalam kehidupan di dunia ini adalah orang yang tidak banyak bersentuhan dengan material, material dianggap sebagai lawan yang selalu menggerogoti idealis. Semakin idealis seseorang maka ia semakin tidak materialis, sebaliknyamereka yang materialis maka ia tidak idealis.  Alasan lain yang digunakan kenapa seseorang menjadi idealis bukan menjadi materialis adalah karena Tuhan itu ideal, kehidupan diakhirat yang abadi juga kehidupan  yang idealis dan juga surga merupakan tempat yang disiapkan bagi mereka yang idealis.

Selanjutnya adalah mereka yang berfikir dan hidup dalam pola material, mereka meyakini bahwa kehidupan dunia adalah kehidupan material yang tidak memerlukan kebutuhan ideal, kendati mereka berkeyakinan tidak mungkin menghindar dari adanya ideal dalam hidup ini, namun hanyalah sedikit atau sekedarnya. Menganggap cukup dan memadai dengan material itulah modal dan tujuan kehidupan, segala keberhasilan dan kegagalan adalah akibat dari keberhasilan dan kegagalan material. Keberhasilan dalam hidup adalah keberhasilan mengumpulkan material dan kegagalan dalam hidup adalah ketidak berhasilan mendapatkan material, keberhasilan dalam melakukan proses pendidikan adalah keberhasilan menggapai cita-cita yang berwujud pada standar material, seperti banyaknya meteri yang didapat, tingginya kedudukan dan jabatan yang diperoleh. Demikian juga standar kegagalan, dimana ia beranggapan bahwa kegagalan itu merupakan kesalahan material dalam menggapai tujuan.

Satu pertanyaan pernah diajukan kepada kami tentang peperangan yang berhadapan antara orang muslim dengan mereka yang non muslim, dalam kenyataan hasil peperangan berbeda dengan yang terjadi pada masa awal Islam. Dalam catatan sejarah kaum muslim selalu menang kendati jumlah tentara dan kemajuan teknologi serta alat  perang berada di bawah jumlah dan kemajuan mereka yang non muslim. Kenyataannya pada saat ini orang-orang muslim damana-mana selalu kalah dalam menghadapi musuhnya, bukankah Tuhan sudah pernah berjanji bahwa Ia akan selalu menolong orang-orang yang selalu berkeyakinan dengan keyakinan yang benar kepada-Nya dan juga mereka yang ditolong tersebut tidak pernah meminta bantuan kepada selain Tuhan, di ayat lain Tuhan menyebutkan apabila terjadi perseteruan antara kejahatan dan kebaikan, maka kebaikan pasti menang.

Diskusi tentang keyakinan yang benar yang mendapat pertolongan dari Tuhan serta kebaikan yang mendapat kemenangan bila berhadapan dengan kejahatan belum selesai, karena ke Maha Kuasaan Tuhan tidak hanya menciptakan alam beserta isinya dalam konsep ideal dan juga tidak hanya menciptakannya dalam konsep materiel semata. Tetapi Tuhan menciptakan keduanya secara berimbang dan manusia tidak punya hak untuk memisahkannya. Jadi pemisahan antara idealis dan materialis dalam menghadap Tuhan hanyalah perspektif manusia semata, dan kesempurnaan manusia di sisi Tuhan mempunyai dua unsur idealis dan materialis.

Demikian juga dengan kebaikan yang mendapat kemenangan bila berhadapan dengan kejahatan, apakah kebaikan yang kita anggap sebagai kebaikan benar-benar sebagai kebaikan atau sebenarnya kebaikan itu belum sebagai kebaikan yang sempurna. Karena kita masih memisahkan dan  memilih diantara kebaikan materialis atau idealis, sehingga nilai kabaikan dan kejahatan yang kita berikan masih sangat subjektif, karena itu mana yang menjadi kebenaran sesuai dengan kehendak Tuhan dan mana kebenaran yang didasarkan kepada mitos belaka tidak dapat dipisahkan.

Pemisahan kehendak Tuhan oleh manusia melalui kehendak materiil dan idea dalam diri manusia, menjadikan kehadiran Tuhan dalam kehidupan manusia juga menjadi tidak sempurna,  sehingga harapan akan adanya pertolongan dan pemenangan kebaikan dari kejahatan sesuai dengan janji Allah tidakakan bisa terujud secara sempurna.



[*] Dosen Fakultas Syari’ah IAIN Ar-Raniry dan Pengkaji pemikiran keterbukaan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.