Proyek PLTA Peusangan Mulai Bermasalah, Pekerja Tuntut Jamsostek

JAKARTA – Proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Peusangan 1&2 (Hydroelectric Power Plant Construction Project Lot I-Main Civil Work) oleh Hyundai E&C dan PT Pembangunan Perumahan Tbk (PP) J/V mulai menimbulkan masalah. Masalah yang timbul pada proyek yang berlokasi di Bener Meriah, Aceh, ini di antaranya terkait pekerja/buruh yang merasa diperlakukan tidak manusiawi.

Didukung oleh masyarakat dan tokoh Aceh, kalangan pekerja mendesak Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans) Muhaimin Iskandar memperhatikan masalah hubungan industrial yang terjadi di PLTA Peusangan 1&2 ini. Bahkan, para pekerja/buruh meminta Project Manager Hyundai E&C Kin Do Gyoon dicopot. Perlakuan Kim Do Gyoon dinilai sangat tidak manusiawi karena membiarkan kondisi pekerja yang tidak mendapat perlindungan jaminan sosial dan fasilitas atau tunjangan lainnya.

“Pelaksanaan proyek PLTA Peusangan banyak melanggar peraturan bidang ketenagakerjaan. Belum lagi dampaknya terhadap lingkungan dan masyarakat sekitar. Proyek sudah mengakibatkan longsor akibat proses pengeboman. Banyak rumah warga sekitar menjadi retak. Kami menuntut ganti rugi. Upah pekerja juga di bawah UMP (upah minimum provinsi) atau di bawah standar,” kata Koordinator Masyarakat Aceh Amiruddin kepada wartawan di Jakarta, Kamis (27/9). Turut mendampingi dari unsur Masyarakat Aceh, Jalaluddin.

Amiruddin sengaja datang ke Jakarta untuk menyampaikan aspirasi dari masyarakat dan pekerja/buruh PLTA Peusangan. di antaranya dengan menyampaikan surat ke Menakertrans, sehingga bisa menindaklanjuti tuntutan dan aspirasi para buruh dan masyarakat di sekitar proyek.

“Sampai saat ini belum ada kepastian santunan ganti rugi dari perusahaan untuk masyarakat. Pekerja juga makin tidak jelas nasibnya. Hingga saat ini tidak dilindungi program jaminan sosial yang diselenggarakan PT Jamsostek (Persero). Karena itu kami mendesak Kin Do Gyoon selaku pimpinan proyek dicopot. Kami sebenarnya ingin adanya mediasi dan perundingan untuk menyelesaikan masalah ini, tetapi tidak kunjung direspons,” tutur dia.

Dia menjelaskan, pelaksanaan proyek sudah meresahkan warga sekitar, karena kian banyak rumah yang rusak akibat getaran dari proses pengeboman.

“Kami sudah berulang kali melakukan negosiasi dengan Hyundai, tetapi selalu ditolak dengan alasan yang tidak jelas. Yang kami tuntut adalah jaminan sosial bagi para pekerja, termasuk jaminan kesehatan sebagaimana diamanatkan dalam undang-undang. Pekerja selama ini bekerja di proyek yang berisiko tinggi terjadinya kecelakaan kerja atau sakit. Bila tidak ada jaminan sosial, akan berakibat fatal bagi pekerja,” ujar dia.

Amiruddin juga berharap Komisi IX DPR (membidangi tenaga kerja) peduli dan memanggil Project Manager Hyundai E&C untuk PLTA Aceh Kin Do Gyoon, terutama untuk meminta pertanggungjawaban mereka agar persoalan yang dihadapi pekerja bisa diselesaikan. (Sumber : Suara Karya)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.