Oleh: Husaini Muzakir Algayowi*
Dalam beberapa hari ini, semua media masa membahas tentang qanun WN, bendera dan lambang. Penulis berinisiatif menulis artikel ini sebagai hiburan dan menambah wawasan bagi penulis dan bagi teman-teman yang membacanya, semoga bermanfaat walaupun artikel ini masih banyak kekurangan.
Dulu film Indonesia terkenal dengan film Horornya, tapi film horror ini terus digilas oleh perkembangan zaman. Saat ini film Indonesia di dominasi oleh film-film yang bersifat mendidik sehingga bisa di ambil manfaat dari film tersebut.
Beberapa tahun terakhir perfilman Indonesia kian marak dengan Film-film Religius dan Film yang bertemakan Pembangun jiwa atau Motivasi Pembangkit Jiwa dan lain sebagainya. Ini tidak lepas dari karya para Novelis yang handal, yang mana novel-novel yang mereka ciptakan sangat diminati oleh semua kalangan masyarakat mulai dari kalangan para remaja sampai orang tua, sehingga para Produser dan Sutradara mengambil kesempatan ini dan berlomba-lomba untuk membuat film sesuai dengan isi novel tersebut. Sebut saja Novel yang fenomenal karya Habiburrahman El-shirazy yang berjudul “Ayat-Ayat Cinta, Ketika Cinta Bertasbih 1 dan 2. Dan Novel terlaris dalam sejarah Indonesia “laskar pelangi” karya Andrea Hirata, ada juga Novel kehidupan santri “Negeri 5 Menara” karya a.fuadi, kemudian muncul Novel terbaru yang membuat para Intelektual dan pecinta Novel terkesima dengan Novel “Habibie dan Ainun” karangan sang jenius putra terbaik Indonesia dan juga mantan presiden Indonesia B.J Habibie yang menceritakan tentang kisah nyata perjalanan hidup bapak Habibie dan tentunya tentang kesetiaan cinta yang abadi dan murni. Dari novelis yang hebat munculluh sebuah film yang bermutu juga sehingga bermanfaat bagi masyarakat Indonesia.
Fenomena Laskar Pelangi
Dari beberapa film yang ditayangkan, dalam benak saya ada satu film yang menurut saya yang fenomenal, salah satu wajah pendidikan Indonesia dan bisa membangun jiwa atau bermimpi untuk meraih cita-cita setinggi langit yaitu novel/film “Laskar Pelangi” yang ditonton oleh semua kalangan baik rakyat biasa maupun para pejabat sekalipun dan tidak tanggung-tanggung bapak presiden Susilo Bambang Yudhyono memberi pujian terhadap film ini, dan setiap tanggal 2 Mei film ini ditayangkan dalam memperingati Hari Pendidikan Nasional. Novel laskar pelangi ini menginspirasi jutaan orang dan salah seorang pembawa acara show yang terkenal –Andy F. Noya pernah berujar bahwa “Fenomena laskar pelangi begitu luar biasa, seperti sihir bagi para pembacanya, semangat laskar pelangi menular pada pembacanya dan menjadi inspirasi untuk terus bermimpi kemudian bangkit mengejar mimpinya”.
Dalam film laskar pelangi ini menginspirasi untuk bermimpi meraih cita-cita, jangan takut bermimpi. Lagi pula mimpi itu gratis itulah yang di emban para anak-anak laskar pelangi dan mereka amat yakin tentang pendidikan.
Salah satu yang paling berpengaruh terhadap anak-anak laskar pelangi adalah Bu Mus. Dalam film laskar pelangi ini bagaimana Bu Mus yang diperankan oleh Cut mini memperjuangkan anak-anak muridnya untuk bisa belajar walaupun dana dan prasarana jauh dari kelayakan, dan berbagai macam tipe anak muridnya akan tetapi dengan semangat, motivasi dan kecintaanya terhadap mengajar membuat anak-anak muridnya patuh terhadap Bu Mus. Apa kata Fajri (Mahar) salah seorang anggota laskar pelangi “yang paling saya kagumi dari Bu Mus adalah keikhlasannya mengajar”.
Perfilman Indonesia beberapa tahun terakhir semakin diminati oleh masyarakat Indonesia, dari novel-novel yang berkualitas menjadi film yang bermutu menjadikan film sebagai menambah wawasan dan tentunya bisa merubah dan membangkit jiwa dengan motivasi-motivasi yang disuguhkan oleh novelis yang berkelas dunia. Hanya saja ada beberapa film yang kontroversi dan sangat provokatif itu hanyalah orang-orang kapitalis yang ingin meruntuhkan generasi muda melalui film-film tersebut, oleh karena itu kita harus memfilter film-film mana saja yang bermutu dan bisa kita ambil manfaatnya.
Sinetron
Lain lagi dengan fenomena sinetron, ini merupakan penyakit takut masyarakat Indonesia yang susah dibasmi, sinetron ini biasanya digemari oleh para kalangan ibu-ibu rumah tangga dan para kalangan remaja perempuan. Mereka seakan-akan terbuai dan terpesona dengan jalan cerita sinetron tersebut, sinetron lebih banyak menghasilkan kesan-kesan yang tidak mendidik bahkan parahnya lagi saat shalat maghrib dan shalat Isya ditayangkan sehingga perintah Allah dinomor duakan dan lebih mementingkan sinetron tersebut daripada ibadah.
Adapun negatif-negatif dari sinetron tersebut, sebagaimana yang di uraiakan oleh Abdul Aziz Saefuddin dalam bukunya yang berjudul “Republik Sinetron”, ada beberapa nilai yang tidak layak dan jauh dari akal sehat dari sinetron tersebuat, yaitu: Bisa menimbulkan nilai-nilai kekerasan, Sebagai contoh dalam sebuah tayangan sinetron keluarga, seorang suami yang tidak sependapat dengan sang istri dalam suatu permasalahan rela menganiaya istrinya. Apabila tanyangan ini sering ditonton oleh pemirsa yang kurang baik dalam mencerna suatu tayangan, maka dapat dipastikan tayangan tersebut akan mudah diterima mentah-mentah. Kemungkinan akan dijadikan contoh suru teladan atau inspirasi mereka (suami) untuk melakukan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Dan dengan sinetron tersebut bisa merusak moral masyarakat, adegan-adegan percekcokan antara anak dengan orang tuanya yang kemudian berlanjut dengan aksi sang anak yang berani melawan orangtuanya dengan kekerasan, bahwa adegan ini sama sekali tidak bermoral. Dan banyak lagi kita saksikan ironi-ironi dari sinetron seperti Budaya yang Konsumtif dan Hedonis, mengarah pada Irrasionalitas (Mistik), cinta yang lebay, Agama menjadi sempit dan jauh dari realitas. Dan dilanjutkan dalam tulisan beliau bahwa untuk mengukur kualitas diri seseorang atau suatu bangsa dapat dilihat dari apa yang ditonton atau dibacanya. Andai kita gemar menonton acara TV yang tidak mencerdaskan diri, seperti gossip, sinetron atau film tidak bermutu maka kualitas diri kita di anggap rendah, tetapi sebaliknya andai acara-acara TV yang kita tonton banyak yang memberikan pengetahuan dan pencerahan diri, maka kualitas diri bisa diandalkan.
Hiburan-hiburan seperti film dan sinetron ini, kita harus mencerna lebih jernih apa yang ditayangkan dari hiburan tersebut. Jadikan film-film yang penuh dengan motivasi dan pembangkit jiwa sebagai dorongan untuk merubah diri menjadi lebih baik dan tentunya menambah wawasan dan jangan mudah dibodohi oleh tayangan sinetron yang bisa menjurus kearah yang kurang baik.
*Husaini Muzakir Algayowi: Anggota DKMA Banda Aceh, Peminat Masalah Politik dan Pendidikan