Kisah Petani Kopi
Pesan celoteh angin petang
dua orang memangkul karung
turun dari bukit berbuku-buku
pulang memetik kopi
langkahnya mengurai kenangan
lengkap bau peluh usai bermandikan terik
dua orang itu berbaju tua, matanya jadi tungku paling hangat
tangannya cokelat berlumur aroma tanah basah
dua orang memangkul karung
turun dari bukit berbuku-buku
mereka penawar dahaga bagi penikmat arabika
Ranah Kompak, Medan 2012
–
Lelaki Pemanen Kopi
Hujan di luar teras berbincang musim
melapal langit sebagai taburan harap dengan wajah tengadah
gontai tiadalah jadi halau, di langkah seribu ia masih beralaskan tekun
sebab aroma merah nyala yang ia tandu dari tiap butir buah kopi
jadi pacu baginya menjenguk embun meski sejak subuh ranum
Lelaki itu berhati awan teduh
sentuh jemarinya lembut menelurkan batang kopi
pada luas tanah basah di kepies tawanya menghias
ia kerap memuja fajar, membingkai gerimis
berteman pada musim
Oi, lelaki itu benar berpangkal syukur
hatinya berdandan rimbun meski panennya gugur
Ranah Kompak, Medan 2012
–
Suatu Sore, Sebuah Kabar
Asap yang mengepul dari bibir cangkir
tumpahlah kabar, menemani sunyi-sunyi
gadis melamar senyum di balik jendela
matanya menetaskan rindu berkelebat
beranjak ia didihkan bening air
semenjak itu ia tak pernah berdiam
Asap yang mengepul dari bibir cangkir
menjadi cumbu yang tak pernah tamat
sebab pekat manisnya, menghibur sunyi-sunyi yang belum padam
ia lantas meneguk isi cangkir di atas meja
matanya telanjang air mata
secangkir kopi mengulang kabar tanah kelahirannya seketika
Ranah Kompak, Medan 2012
–
Rindu Yang Tetas Di Tahun Keempat
Aku membicarakan rindu dari kota seberang
tentang ranum kampung Gayo yang jadi catatan di saku hati
kabutnya mendayungkan cerita kerap mengiring senyum
bahkan merintikkan air mata
setenang malam yang menggendong bulan
tahun ke empat aku menemu langkah
menebus haru; retaklah cerita tempiaskan tawa
gigil jatuh, damai menyeluruh
merentangkan pagi dengan embun sejuk
aku tertawan oleh aroma seduh kopi
maka tetaslah rindu di pualam yang biru
Ranah Kompak, Medan 2012
–
Zuliana Ibrahim.
Lahir di Takengon, 13 Juli 1990. Alumni SMA Negeri 1 Takengon, alumnus FKIP Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara. Beberapa karyanya berupa puisi dan cerpen terbit di harian Medan Bisnis, Analisa, Mimbar Umum, Serambi Indonesia, Sinar Harapan, Majalah teropong UMSU dan Majalah LPM Dinamika IAIN. Selain itu, juga terangkum dalam beberapa sejumlah buku antologi.
Puisi Zuliana Ibrahim dinyatakan lulus seleksi tahap pertama dan berhak menjadi nominator karya yang akan dimuat dalam Buku Antologi Puisi “Secangkir Kopi” terbitan The Gayo Institute (TGI) di editori oleh Fikar W Eda dan Salman Yoga S.