Oleh: Husaini Muzakir Algayoni*
POTRET pendidikan Aceh jauh dari marwah dan identitas Aceh sebagai ‘Serambi Mekkah’ yang kental dengan dunia Islamnya dan Aceh sebagai pusat pendidikan Agama Islam masa silam kini hanya tinnggal kenangan dan begitu juga dengan sejarah-sejarah yang masyhur sehingga terkenal sampai penjuru dunia, dua Ikon pengetahuan yang seharusnya dimiliki oleh generasi Aceh yaitu Pengetahuan Agama Islam dan Sejarah Aceh telah pupus dimakan oleh Ilmu Pengetahuan lain atau pelajaran umum lainnya.
Generasi Aceh lebih mencintai pelajaran umum daripada pelajaran Agama Islam dan begitu pula dengan sejarah mereka lebih mengetahui sejarah daerah orang lain daripada sejarah daerahnya sendiri.
Inilah ironi pendidikan Aceh saat sekarang ini, dengan menyandang status ‘Serambi Mekkah’ yang identik dengan Keislaman hanya berlaku diatas kertas saja tapi pemerkosaan, mesum dan seks telah meraja lela dikalangan masyarakat Aceh dan sejarah yang telah mengharumkan nama Aceh keseluruh penjuru dunia mulai dari sejarah Sultan Iskandar Muda beserta dengan para Ulama-ulama yang terkenal, Perang Aceh melawan kolonial Belanda merupakan perang yang paling dahsyat di Nusantara ini dan sampai dengan sejarah Ali Hasyjmy sebagai aset Intelektual yang paling mahal yang pernah dipunyai Aceh dan sebagai aset sejarah yang tak pernah dilupakan oleh kalangan akademikus hanya terletak diperpustakaan tanpa dipelajari oleh anak-anak Aceh sehingga sejarah endatunya dilupakan dan sejarah daerah lain dipelajari, sungguh menyedihkan.
Pada dasarnya pendidikan dapat ditinjau dari dua sudut yaitu: sudut pandangan masyarakat dan sudut pandangan individu, saya akan membahas masalah dari segi pandangan masyarakat. Pendidikan dari segi pandangan masyarakat merupakan pendidikan pewarisan kebudayaan dari generasi tua ke generasi muda agar hidup masyarakat berkelanjutan atau dengan kata lain masyarakat mempunyai nilai-nilai budaya yang ingin disalurkan dari generasi-ke generasi agar identitas masyarakat tersebut tetap terpelihara. Nilai-nilai ini bermacam-macam ada yang bersifat Intelektual, seni dan lain-lain.
Warisan nenek moyang orang Aceh seharusnya adalah ilmu pengetahuan Agama Islam, warisan-warisan itu hanya dipelajari oleh kalangan anak-anak santri Aceh yang belajar dipondok pesantren sedangkan sekolah umum lebih mengunggulkan Ilmu pengetahuan umum. Tidak heran lagi, tanpa mempelajari Agama Islam secara komprehensif banyak pemerkosaan, nikah dini dan lain sebagainya itu karena pemerintah Aceh tidak paham tentang pendidikan Aceh yang sebenarnya mempunyai kekhususan.
Anak Aceh banyak yang pintar, cerdas dan telah banyak mengukir prestasi tapi dengan Ilmu banyak dan Agama masih kurang maka Pendidikan Aceh masih mengikuti Kapitalisme barat. Alhamdulillah satu keputusan yang tepat telah dihapusnya sekolah RSBI diseluruh Indonesia oleh Mahkamah konstitusi (MK) menghapus sekolah bertaraf internasional dengan alasan bertentangan dengan Undang-Undang 1945, berbiaya mahal yang menimbulkan diskriminasi dan duaslisme pendidikan dan RSBI hanya untuk meraih materialistis semata tanpa menumbuhkan siswa menjadi siswa yang beriman.
Memang RSBI menciptakan siswa-siswa yang cerdas dan dapat bersaing dengan siswa-siswa luar negeri tapi hanya untuk meraih kepuasan bathin. Indonesia pernah dijajah oleh kolonial Belanda mungkin RSBI ini hanyalah warisan colonial yang sistem pendidikannya menganut sekular-materialistik, karena watak sekular-materialistik ini sangat berbeda dengan adanya perbedaan Ilmu pengetahuan umum dan agama.
Dan Pendidikan Aceh sekarang ini hanya untuk orang-orang kaya yang bisa menyekolahkan anaknya kesekolah mahal dan bermutu, orang-orang miskin yang jauh dipelosok desa tidak tersentuh dengan sarana dan prasarana sekolah yang memadai lagi-lagi Pemerintah memarjinalkan Pendidikan di Aceh.
Ilmu Pengetahuan Agama Islam tidak lepas dari peran Ulama dan para Intelektual terkenal pada masa silam seperti: Syeikh Hamzah Fansuri, Nuruddin Ar-Raniry, Syeikh Shamsuddin As-Sumaterani dan Syeikh Abdurrauf bin Ali Al-Fansuri atau lebih dikenal dengan sebutan Syeikh Kuala atau Abdurrauf As-Singkily, dan pada masa sekarang Ali Hasjmy, Tgk. Daud Beureuh, dan Ulama-ulama lain yang tidak bisa saya sebut satu-persatu karena begitu banyaknya Ulama Aceh yang peduli tentang pendidikan hanya saja sistem Pendidikan Aceh masih mengikuti Sistem Nasional maka seluruh kebijakan harus berpedoman pada pusat oleh karena itu warisan itu lagi-lagi dilupakan.
UN menjadi masalah yang serius terhadap Pendidikan Aceh karena sekolah yang ada di Aceh masih banyak kekurangan dari segi tenaga pengajar dan tentunya sarana prasarana sekolah antara sekolah yang ada dikota dan sekolah yang ada diperdesaan, secara pedagogis UN telah melanggar asas-asas pendidikan yang mulia karena telah menyempitkan makna belajar, berdampak buruk pada perkembangan psikologi anak, dan secara sosio-politik menanamkan nilai-nilai koruptif secara dini pada generasi muda, dan lagi-lagi dunia Pendidikan Aceh jauh dari praktek Agama Islam yang seharusnya berlaku jujur dengan adanya UN maka ikut beramai-ramai dengan kecurangan dan kebohongan.
Dan satu hal lagi yang menyedihkan terhadap Dunia Pendidikan Aceh adalah dengan melupakan sejarah Aceh, coba kita lihat adakah sejarah Aceh dipelajari disekolah-sekolah secara detail dan adakah hari Cut Nyak Dhien atau hari Teuku Umar yang telah mempertahankan Aceh dari tangan orang-orang kafir. Tapi sejarah Nasional dipelajari secara detail dan hari-hari pahlawan nasional diperingati dengan suka cita. Hemat saya jika kita banyak tahu tentang sejarah daerahnya, maka ia tahu tentang asal usulnya. jika tidak tahu tentang sejarah daerahnya maka ia akan tenggelam dalam perjalanan waktu dan dikucilkan.
Akhir kata dari tulisan saya ini bahwa Potret Pendidikan Aceh saat sekarang ini jauh dari marwah dan Identitas Aceh sebagai Serambi Mekkah dan jauh meninggalkan sejarah nenek moyang kita, oleh karena itu sudi kiranya Pemerintah Aceh dalam hal ini Dinas Pendidikan kebudayaan Aceh memperioritaskan Pendidikan tentang Pendidikan Agama Islam sehingga generasi muda mempunyai kepribadian yang beriman dan memprioritaskan Pendidikan Sejarah Aceh sehingga generasi muda mengetahui peristiwa daerahnya pada masa silam agar menumbuhkan kecintaan terhadap Aceh.
Indonesia saja bangga terhadap Aceh, apalagi kita selaku orang Aceh tidak akan pernah pudar terhadap kecintaan Aceh karena para Pahlawan Aceh dulu bersatu melawan penjajah dengan satu niat mempertahankan Aceh dan satu Aqidah mempertahankan Agama Islam.
Sebagaimana Puisi Emaha Ainun Nadjib yang berbunyi:
Indonesia berhutang budi padamu, Aceh
Indonesia berterima kasih padamu, Aceh
Indonesia menundukkan dan berkata
Sebab akulah Indonesia yang wajib bangga
Atas pengorbananmu.— Emha Ainun Nadjib (1992).(delungtue26[at]yahoo.co.id)
*Peminat Politik dan Pendidikan