Catatan : Win Ruhdi Batin

Kampung Umang, Bebesen , pagi itu cerah. Kampung di bagian barat Takengon ini dipenuhi tumbuhan kopi arabika gayo . Hampir semua hamparan.

Kecuali untuk rumah, jalan, Mesjid dan fasilitas umum. Selebihnya batang kopi. Dan kopi kopi.

Disisi kanan jalan menanjak, tampak plang bertulis Rumah Proses Kopi Wine. Kopi Wine?, Kopi beralkohol?.

Memasuki halaman luas sebagai lantai jemur, aku berhenti di sudut barat lahan berpagar batako tinggi itu.

Beberapa orang sedang berkerumun , menghadap meja dengan tangan tangan cekatan perempuan , memilih kopi.

Sang owner alias toke , juga ikut menyortir kopi dalam satu meja kecil dengan istrinya. Tiga anaknya asyik bermain di tumpukan pasir

Sementara enam orang ibu bersama anaknya, terlihat tak bercakap. Dengan tangan kanan dan kiri, mengais tumpukan kopi berwarna kuning kecoklatan dan coklat tua.

Sang Owner, lelaki berperawakan sedang dengan rambut gimbal, persis Bob Marley. Berkaos hitam dengan kerah yang telah sobek. Mengenakan jeans dan sendal jepit.

Ditangan kanannya rokok kretek tanpa filter. Terselip diantara jari telunjuk dan tengahnya.

Syukran, begitu lelaki berambut gimbal ini dipanggil.

Aku mengenalnya ketika dia mahasiswa Universitas Gajah Putih (UGP) Takengon. Ugp sangat berjauhan dengan UGM di Yogja. Tapi keduanya memakah kata “Gajah”.

Saat itu, puluhan tahun lalu, aku meliput aksi demo masyarakat Kecamatan Bintang yang memblokir jalan ke Kampung mereka. Dengan tuntutan perbaikan jalan

Syukran, saat itu ketua Himpunan Mahasiswa Islam. Mengenakan jaket almamater berwarna hijau, Syukran, lantang berteriak. Meminta aspirasi warga Bintang untuk di tindaklanjuti. Demo sempat bentrok saat di Dprk setempat. Saat seorang penyusup, masuk ditengah demo.

Kini, mantan ketua HMI dengan Slogan Yakusa ( Yakin Usaha Sampai ) lelaki tiga putra dan putri ini , sudah menjadi pengusaha kopi.

Syukran mengkhususkan usahanya pada kopi dengan cara oleh natural fermentasi. Cara oleh ini adalah memfermentasi buah kopi dalam plastik. Selama satu bulan.

Kemudian kopi fermentasi aerob ini dijemur hingga kering. Hasil kopi fermrnted ini, sangat berbeda dengan kopi yang diolah semi washed ( Cara olah Gayo) atau fullwashed, natural dan honey.

Letak signifikasinya adalah pada aroma yang kuat menyengat dan rasa ( Taste and Flavour).

Kopi ini, harga green beansnya dibandrol diatas Rp.100 ribu perkilo.

Syukran yang kini jadi jutawan, mengirim kopinya ke Uni Emirat Arab dan antero Indonesia.

Sampai di titik ini, Syukran telah melewati berbagai keadaan dan usaha. Jatuh bangun. Syukran melewati proses ikhtiar yang panjang.

Kemudian berhasil karena kesungguhan ikhtiarnya. Kesungguhan di proses ikhtiar dan konsistensi yang lama.

Pun begitu, Syukran tak lupa diri dan melonjak. Meski asetnya sudah terbilang ratusa juta hingga milyaran.

Syukran lebih suka bersendal jepit dan kaos oblong robek. Syukran membuktikan Yakusa di HMI dulu, dengan kesungguhan….( Win Ruhdi Bathin)