Joel Tampeng, Lahir dari Kesederhanaan Ide

Oleh: Zuliana Ibrahim*

 Joel2

Saat itu di akhir tahun 2011, di sela diskusi kecil tentang seni musik. Oleh sepupu saya yang  saat itu sedang kuliah di jurusan seni musik, di salah satu perguruan tinggi di Kota Medan, saya disuguhkan untuk mendengar alunan musik dari sebuah group musik. Alunan yang saya dengar begitu khas dan berbeda, ada sentuhan klasik, modern dan menariknya beraruskan ethnic. Mulai semakin terkagum, ketika tiba alunan musik yang berjudul Kekeberen Ni Pejuang  diperdengarkan kepada saya dan saya pun terpaku ketika sepupu saya tersebut mengatakan bahwa penyanyinya bukanlah orang yang bersuku Gayo dan tidak pula berdomisili di Tanah Gayo. Ah, semakin penasaranlah saya pada group musik ini. Maka mulailah, saya pun mencari tahu.

Angin Timur adalah nama group musiknya. Group musik yang berdiri di Yogyakarta dan personilnya terdiri dari berbagai suku. Masih dicandu penasaran, saya mencari tahu siapa kiranya ‘dalang’ yang membumbui musik-musik tersebut dengan unsur musik ethnic Gayo? Pemuda berdarah Gayo-kah ia? Mengapa alunan musiknya bisa begitu berkharisma?

Selasa malam (2/4/2013), pertanyaan itu pun terjawab sudah. Pemuda tersebut hadir dan membuat saya sangat berdecak kagum serta haru. Adalah Joel Tampeng atau dikenal juga dengan nama Joel Lenon, pemuda berperawakan kurus itu ternyata  putra asli berdarah Gayo. Ia mulai belajar musik sejak duduk di bangku Madrasah Ibtidaiyah, kemudian merantau ke Bandung dan Yogyakarta dan ternyata juga salah satu murid dari sang maestro Alm. A.R Moese.

Malam itu, merupakan kali pertama bagi saya untuk melihat langsung dan mengetahui jalan karir musik beliau. Awalnya saya mengira Joel Tampeng adalah pria yang sudah berumur kira-kira 40 tahunan. Ternyata ia masih begitu muda, sangat inspiratif dan bertalenta. Di acara yang bertajuk “Untuk Gayo” tersebut, dengan penuh penghayatan Joel membawakan beberapa alunan musik yang ia mainkan dengan gitar listriknya. Membuat  terpukau para penonton yang berjumlah lebih dari dua ratus orang tersebut. Semakin hangat, ketika acara yang dipandu oleh Salman Yoga (sastrawan asal Gayo) digelar episode tanya jawab. Meski awalnya saya sedikit ragu, namun akhirnya saya memberanikan diri untuk bertanya. Saya  tidak ingin melewatkan kesempatan, sebab saya pikir kapan lagi saya akan bisa mendapatkan kesempatan bertemu dengan Joel Tampeng seperti ini. Maka, tak muluk-muluk saya pun hanya bertanya tentang apa inpirasi utama beliau dalam melahirkan melodi atau nada-nada dalam musiknya?

“Pengalaman hidup, terutama pengalaman batin adalah inspirasi saya,” ungkapnya. Jawaban yang sudah saya duga sebelumnya. Namun ia kembali menambahkan,  “Tetapi, inspirasi utama saya adalah para petani Gayo di masa lalu.” Jawaban ini lantas mengundang tanya di benak saya.

 “Saya suka sekali teringat, mengenang, bagaimana petani Gayo di masa lalu rela meninggalkan pekerjaannya di sawah demi bermain didong, padahal padi sedang masa panennya.”  Nah, ini malah menjadi jawaban yang menarik menurut saya. Sebab Joel Tampeng dengan ini, ia tampak begitu menghayati, membaca sebuah peristiwa dapat berubah menjadi sebuah harmonisasi, romantisme antara situasi dengan seni. Sebuah kesinambungan antara kehidupan masyarakat terhadap seni budaya, pun begitu sebaliknya. Sebuah kenangan sederhana namun melahirkan ide yang luar biasa.

“Menawarkan jenis musik baru, musik pop daerah. Itulah tujuan saya.” Ungkap pria berambut lurus itu, ia mengakui bahwa ia ingin lebih memunculkan rasa musik ansambel dalam karya-karyanya dan ia ingin lebih menikmati dalam melahirkan nada-nada musik yang ia akui lebih terasa prosesnya, ketimbang  musik yang digarap melalui keyboard.

Di sesi selanjutnya, saya kembali kagum dengan hadirnya group musik Tutu yang juga ikut menghiasi acara tersebut. Dan saya baru tahu, ternyata group musik Tutu digawangi salah satunya oleh Joel Tampeng  juga.  Group musik ini padahal sudah sangat akrab di telinga saya. Sejak tahun 2007, saya sudah mendengar lagu-lagunya dan sampai hafal lirik-liriknya yang banyak diambil dari syair-syair ceh didong seperti salah satunya Uten karya Sali Gobal. Maka hal ini pun sontak, membuat saya bersemangat ikut bernyanyi di kursi nyaman saya. Sebenarnya, di sisi lain saya malu jika mengakui bahwa saya adalah penggemar Joel Tampeng. Sebab saya tak tahu banyak tentang beliau. Ah, tapi bagaimana pun saya adalah penikmat karya-karyanya, alunan musik ethnicnya. Tiap kunci nada yang ia mainkan lewat gitarnya. Terima kasih untuk Joel Tampeng, teruslah menginspirasi para pemuda Gayo dan menetaskan bangga bagi masyarakat Gayo.

 *Redaktur seni budaya di Media Online Lintas Gayo

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.