Devi’s “Matahari” : Penebangan Liar di Gayo, WS Rendra Kesal (Bagian II)

Rumpun Alang-alang

Engkaulah perempuan terkasih, yang sejenak kulupakan, sayang
Karena dalam sepi yang jahat tumbuh alang-alang dihatiku yang malang
Dihatiku alang-alang menancapkan akar-akarnya yang gatal
Serumpun alang-alang gelap, lembut dan nakal

Gelap dan bergoyang ia
Dan ia pun berbunga dosa
Engkau tetap yang punya
Tapi alang-alang tumbuh didada

(Karya: WS Rendra)

Demikian puisi karya WS Rendra yang sengaja ditulis untuk melihat bagaimana ia menuliskan sajak dengan memberikan beberapa istilah dari lingkungan yang biasa kita dengar.

Pada tulisan sebelumnya berjudul “Devi’s “Matahari”, telah dijelaskan siapa dan bagaimana sosok pendamping Fikar W Eda ini dalam kiprahnya didunia seni, terutama musikalisasi puisi.

Di balik kisah sosoknya, ia menceritakan kepada Lintas Gayo mengenai pengalaman pribadinya di Takengon. Diantara cerita tersebut adalah saat ia mengunjungi Aceh Tengah beberapa tahun silam bersama budayawan nasional yang akrab ia sapa “mas Willy”, yang tenyata adalah Alm. WS Rendra.

Dalam perjalanannya kekota dingin ia bersama Rendra menyaksikan kayu-kayu gelondongan diangkut pada tengah malam dipinggiran hutan, Rendra merasa heran sembari bertanya, “kemana kayu-kayu itu dibawa?” celetuknya, Devi pun menjawab “ya dijual pak”, maka siburung merak “ngoceh” merasa tidak terima dan tampak seperti sangat kesal, ujar Devi.

Kejadian tersebut melekat di kepala Devi, karena begitulah Rendra merasa risih melihat hutan Gayo diperlakukan sedemikian. Cerita berlanjut hingga sesampainya mereka di hotel Renggali, WS Rendra diam dan tidak mengeluarkan sepatah katapun. Dari gerak geriknya Devi mengatakan bahwa ia tidak mau diganggu.

Demikian cerita Devi mengenai peristiwa yang terjadi pada saat itu. Kisah dimana Almarhum pernah menunjukkan sikap kebenciannya terhadap terjadinya penebangan liar, dimana kebanyakan  manusia menghalal kan segala cara untuk memenuhi kebutuhannnya tanpa sedikitpun memikirkan akibat dari perbuatan mereka.

Kita layak belajar dari WS Rendra, dimana kita harus marah dan mengambil sikap jika lingkungan yang alami di negeri Gayo dirusak manusia untuk memenuhi isi perutnya. Demikianlah gambaran pelajaran yang dapat kita ambil dari seorang tokoh seniman nasional tersebut semasa hidupnya mengunjungi dataran tinggi Gayo berdasarkan cerita Devi’s “Matahari” yang bernama lengkap Devie K. Syahni ini. (Iwan Bahagia)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.