Kita memiliki dua mata, dua telinga, satu mulut dan memiliki otak pikiran serta 1 hati
Kau suruh pergunakanlah untuk kebaikan, kita dan masyarakat
Tapi, aku dan kau…, kau tulikan, butakan bahkan kau bungkam mulut dan matikan hati itu
Kita bangkit dan menjadi tumbuh besar bersama
Kau suruh aku untuk belajar dan belajar terus
Tapi, kau uangkan buku kami lalu kau kantongi untuk keperluanmu pribadi-mu
Kita, kau dan aku bersama ada karena mereka, dan untuk menjadi bahagian dari mereka
Kau menyuruh aku untuk peduli kepada mereka
Tapi, kau malah mencuek kan mereka dengan dalih kesibukan-mu
Kita berada dalam ruang dan waktu untuk bersama-sama mereka
Kau suruh aku berbicara tentang kenyataan
Tapi, pembicaraanku, kau anggap menjatuhkan, dan kau sendiri lari dari kenyataan itu
Kita duduk, kemudian kau berceramah di atas mimbar
Kau katakan, hormatilah hak-hak orang dan hargai pendapat mereka, kemudian sayangilah anak-anak yatim
Tapi, kau malah menyantap raskin mereka, tidak mendengar pendapat mereka, merampas hak-hak mereka bahkan membenci yang bukan golongan mu
Kita sudah sepakat untuk tidak KKN
Kau katakana, berantas korupsi – kolusi dan Nepotisme
Tapi, kau memakan habis pajak-pajak yang kami bayarkan, bahkan merekrut orang-orang partai-mu
Kita dan aku sudah sepakat untuk bebas berpendapat
Kau katakan setiap warga Negara berhak mengeluarkan pendapatnya
Tapi, saat aku berbicara kau bilang itu bohong, kuno dan tidak mungkin
Aku, kau ataukah kita yang bodoh………..?
Kita bermula dari asal yang sama yang bernama manusia
Kau katakana, duduk sama rendah berdiri sama tinggi
Tapi, kau injak badan dan kepala kami untuk landasan tempat kaki-mu berdiri
Kita berkumpul dan kau promosikan dirimu pada kami
Kau berkata, pilihlah aku menjadi wakil mu untuk kemakmuran kita bersama
Tapi, setelah duduk, kau lupakan kata-kata-mu, kau sendiri yang makmur
Kita bersama-sama harus berkarya dan kreatif, itu kata-kata-mu
Kau berpidato di tempat yang resmi dan waktu yang khusus
Tapi, saat aku, kami berkarya, kau matikan karakter dan ide kami, dengan kata-kata itu tidak benar
Kita, kami dan juga aku mendengar ocehan-mu
Kau bilang kita harus saling menjaga dan menghormati perbedaan
Tapi, kau terus memainkan politik konsfirasimu untuk mendapat posisi-mu
Kita dan kami mendengar pidato-mu dan ide-ide mu
Kau katakan, kita harus mengaktifkan lahan-lahan tidur dan sawah-sawah dengan maksimal
Tapi, kau terus menanami gedung-gedung dan rumah-rumah di sawah-sawah kami dan menyita lahan kami
Kita, kami dan kau juga aku, kau kumpulkan dalam satu ruangan
Kau katakan, Tegurlah aku dan jumpai aku bila ada keperluan
Tapi, kau tutup kaca mobil-mu saat kita bertemu, dan pintu kantor-mu saat kami mendatangi-mu,dalih-mu sedang tidak ada waktu
Munafiq-kah namanya….ini? hm…hm..
Kita, kami dan kau nasehati
Kau katakan, maju terus, bergerak dan sonsong masa depan mu
Tapi, ketika aku melakukannya, kau mengikat kedua kaki-ku
Kami, aku mendengar petuah mu
Kau katakan, kita menjalani proses hidup harus bersabar
Tapi, ketika aku sabar, kau terus menginjak tengkuk-ku
Kita, kita semua harus ikhlas dalam beramal
Kau katakan, nilai Ibadah; pelayanan, perbuatan, dan pemberian segala sesuatunya harus ikhlas
Tapi, kau dan rekan-rekan mu mengambil keuntang dari perbuatan ibadah itu, dengan alasan hak amilun
Kita, aku dan kau semuanya beragama dan tahu tentang moralitas
Kau katakan, orang beragama itu orang yang bermoral yang merupakan tonggak pembangunan bangsa
Tapi, kau malah mengijinkan dan membuka lokalisasi, perjudian dan melakukan kemaksiatan berjemaah
Kami, kita aku dan kau semua tahu Lambang Negara kita adalah Panca Sila
Kau katakan, ini merupakan landasan Negara dan ideology masyarakat Indonesia
Tapi, kau yang menghilangkan ideology itu, karena kebersatuan kau pecahkan dengan membuat partai, kau bilang untuk kebersamaan, dan kau adudomba kami masyarakat awam demi kepentingan golongan mu dalam mengejar posisi mu.
eleh…hm.hm… kau, aku ataukah kita yang bodoh?
Solo : 03 Oktober 2011
——-
Kebodohan akan tetap bodoh apabila terus dibiarkan mereka itu bodoh, kemiskinan akan tetap terus miskin apabila mereka itu dibiarkan terus miskin
(Joni MN Aman Rima – Urang Gayo)