Longsor Saat Membangun

Longsor Saat Membangun

Oleh : Isma Arsyani*)

Jikalau melirik lema pambangunan di Kamus Besar Bahasa Indonesia, berarti sebuah cara atau perbuatan membangun. Kata pembangunan ini biasanya sangat disenangi oleh sebagian besar kita, karena menjadi sebuah indikasi kemajuan. Misalnya adanya pembangunan gedung, pembangunan jalan, dan pembangunan irigasi, serta jenis pembangunan lainnya.

Longsor
Longsor ini terjadi tak lama setelah pekerjaan pengerukan tebing selesai (sementara). Memang dua pekan kemudian, dibersihkan oleh pihak berwenang. Tapi longsor-longsor kecil terus terjadi. (foto : Isma Arsyani)

Pembangunan jalan misalnya. Siapa saat ini yang tak butuh jalan. Apalagi lema jalan yang bermakna, tempat untuk lalu lintas orang atau kendaraan. Semua orang yang hidup di dunia ini butuh karena jalan juga bermakna sarana perlintasan dari satu tempat ke tempat lain. Adanya jalan bisa memajukan suatu tempat. Malah dengan jalan bisa mengubah semua komponen yang ada di sebuah tempat. Sekaligus jalan bisa menjadi wadah transformasi manusia itu sendiri.

Namun terkadang pembangunan jalan juga penuh dengan risiko. Maksudnya tentu dampak negatif. Misalnya pembangunan jalan, dengan cara mengeruk tebing agar nantinya jalan lebih lebar. Contohnya di daerah saya di Kampung Bukit Sama dan Kelupak Mata, Kecamatan Kebayakan Aceh Tengah. Saat Aceh sedang mempunyai dana segar yang banyak untuk membangun, tak salahnya juga pembangunan jalan lintas Takengon-Bireuen ini ditingkatkan. Namun, terkadang perencanaan, pelaksanaan, dan sekaligus pengawasan jadi tak singkron.

Di mata saya, pelebaran jalan seperti ini hanya membuat masalah baru. Tak usah lah membawa alasan lingkungan yang tentu saja ada kerugian di sisi ini. Paling tidak perencana dan institusi terkait bisa tahu lah apa efek pengerukan ini dan bagaimana cara meminimalisir efek yang ditimbulkan. Hasil rekomendasi ini yang nantinya dijalankanoleh perencana dan dibantu pengawas pekerjaan.

Seharusnya sebelum dikeruk ada beberapa catatan yang harus kita perhatikan agar lingkungan sekitarnya tak terganggu:

  • Bagaimana jenis dan struktur tanah yang akan dikeruk. Ini nantinya dijadikan catatan bagaimana pengerukan yang harus dilaksanakan dan desain dinding tebing jalan.
  • Aliran air di tebing, bagaimana aliran air yang terjadi sebelum pengerukan dan bagaimana mengantisipasinya.
  • Sejarah terjadinya longsor di tempat yang akan dikeruk
  • Dan catatan lain yang pastinya ada pada dokumen analisis perencanaan.

Nah, saat ini sering sekali badan jalan yang sudah ada menjadi kotor akan tanah-tanah bekas galian. Bila tidak segera ditangani, bisa merusak badan jalan itu sendiri. Selain itu sudah beberapa kali terjadi longsor kecil atau reruntuhan dari atas. Padahal menurut masyarakat sekitar sebelum dikeruk tak ada longsor di pinggir jalan ini. Longsor ini tentu efek sosialnya jadi lebih banyak, bisa terjadi kecelakaan dan bisa saja menghambat laju ekonomi masyarakat sekitar

Di jalan ini juga sering sekali terlihat basah, karena adanya aliran air tanah yang terganggu. Air ini terus saja mengalir ke badan jalan dan tentu akan “sangat membantu” rusaknya badan jalan akibat air masuk ke rongga-rongga jalan dan bisa merusak struktur lapisan jalan. Tak salahnya saat sebelum pengerukan bisa dibuat terlebih dahulu sistem drainase dengan bentuk pipa atau gorong-gorong kecil agar aliran air tak terganggu dan tentu saja tak menggagnggu jalan yang sudah ada. Jalanan licin juga bisa membahayakan pengguna jalan. Apalagi di site ini, selama pengerukan, bila hujan datang, kerikil di pinggiran jalan sering sekali terbawa arus air limpasan, tentu ini juga sangat membahayakan pengguna jalan,

Berlawanan saat musim kering, pembangunan jalan ini juga mengakibatkan “jumlah” debu semakin meningkat. Yang sayang ya masyarakat sekitar dan pengguna jalan. Memang seperti salah seorang masyarakat mengatakan, itu resiko pembangunan. Namun kan banyak orang pintar di proyek ini, apa salahnya risiko yang sudah kita ketahui bersama kita minimalisir. Seperti kata salah seorang masyarakat Bukit Sama katakan, kalau pembangunan seperti ini harus ada Amdal-nya.

Buat apa membangun dan memperlebar jalan bila jalan lama tetap terdegradasi kualitasnya. Sama saja dengan mubazir. Bagus uangnya diperuntukkan untuk pembangunan yang lain. Tapi ya begitulah kita, yang terpikir hanya diri kita, sedangkan orang lain susah kita pikirkan.

ps: untuk lema Pembangunan dan Jalan, didapat dari http://bahtera.org/kateglo

*)Pemerhati lingkungan berdomisili di Takengen

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.