JAKARTA – Setelah sehari sebelumnya bertemu dengan Ketua dan Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) di Jakarta, pada Jumat (11/11) lima komisioner KIP Aceh melanjutkan pertemuan mereka dengan Dirjen Otonomi Daerah di Kantor Kemendagri Jalan Merdeka Utara No 7, Jakarta. Sama halnya dengan pertemuan di KPU, kali ini KIP Aceh juga menyampaikan berbagai persoalan seputar permasalahan Pemilukada Aceh.
Selain dihadiri Dirjen Otda Prof Djohermansyah Djohan yang memimpin pertemuan, di ruangan itu hadir pula Sekretaris Dirjen Anggaran, Deputi Menko Polhukam, tim KPU, Ketua Bawaslu, perwakilan dari sejumlah komisioner KIP kabupaten/kota, serta perwakilan dari Pemerintah Aceh yang terdiri atas Kepala Biro Hukum dan Humas, Asisten I dan staf ahli Gubernur Muhammad Jafar SH.
Lima komisioner KIP Aceh, yakni Ketua KIP Abdul Salam Poroh serta empat anggota, Yarwin Adi Dharma, Robby Syahputra, Akmal Abzal dan Zainal Abidin, menyampaikan tiga hal penting yang mengganjal pelaksanaan Pemilukada Aceh.
Ketiga hal tersebut adalah, pertama berkaitan dengan persoalan hukum terkait dengan tahapan baru yang disusun KIP Aceh dan telah dituangkan dalam Surat Keputusan KIP Aceh No 26 tahun 2011. Dalam tahapan baru itu, KIP Aceh memutuskan kalau pemungutan suara berlangsung pada 16 Februari 2012.
Masalah muncul, sebab jadwal pemungutan suara itu tidak sejalan dengan Peraturan KPU No 9 Tahun 2010 tentang PedomanPenyusunan Tahapan, Program, dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilukada. Dalam peraturan itu disebutkan bahwa pelaksanaan pemungutan suara paling lambat 30 hari sebelum berakhirnya masa jabatan kepala daerah.
Anggota KIP Aceh yang membidangi masalah penyusunan tahapan Yarwin Adi Dharma mengaku kalau jadwal baru yang diputuskan KIP Aceh tidak sesuai dengan peraturan KPU. Sebab, hari pencoblosan itu justru setelah berakhirnya masa jabatan Gubernur Aceh yang sekarang. Seharusnya jika merujuk kepada Peraturan tersebut, pelaksanaan pemungutan suara Pemilukada Aceh paling lambat 8 Januari 2012, sebab masa jabatan Irwandi akan berakhir pada 8 Februari 2012. Tapi KIP Aceh dan KIP kabupaten/kota mengaku kalau mereka tidak mungkin menetapkan hari H pada Januari 2012 mengingat banyaknya tahapan yang harus dijalani lagi.
Persoalan kedua yang disampaikan KIP adalah masalah anggaran. Untuk kegiatan Pemilu pada tahun depan tentu membutuhkan rancangan anggaran yang baru. KIP Aceh tidak tahu apakah rancangan baru itu masih harus menunggu pembahasan eksekutif dan legislatif atau bisa dari alokasi lain. KIP juga mempertanyakan mekanisme pertanggungjawaban untuk anggaran 2011 yang sudah bejalan.
Dan yang ketiga, KIP Aceh menyampaikan keluhan soal masa kerja PPS dan staf lainnya dalam Pemilukada Aceh ini. Berdasarkan Peraturan Mendagri No 57 Tahun 2009 yang berkaitan dengan pedoman pengelolaan belanja Pemilukada, dijelaskan bahwa masa pelaksanaan Pemilukada hanya delapan bulan. Kenyataannya di Aceh, sudah lebih dari delapan bulan.
“Makanya kami membutuhkan kejelasan soal payung hukumnya. Kami tidak ingin semua itu dibebankan kepada KIP Aceh,” ujar anggota KIP Aceh, Yarwin Adi Dharma yang membidangi penyusunan tahapan.
Dari ketiga persoalan yang dipaparkan itu, ternyata tidak satupun yang mendapat jawaban pasti dari Dirjen Otda dan tim lainnya. Dirjen Otda Prof Johermansyah Djohan hanya bisa menjanjikan kalau Kemendagri akan segera membuat keputusan baru sebagai payung hukum untuk memperpanjang pelaksanaan Pemilukada Aceh. Setelah payung hukum selesai, barulah akan dibahas soal anggaran.
Sementara berkaitan dengan tahapan baru yang telah disusun KIP Aceh, Dirjen Otda belum bisa memastikan apakah berpotensi melanggar hukum atau tidak. Bahkan Dirjen Otda pun tidak bisa menjawab apakah Pemilukada Aceh tetap berlanjut atau ditunda. Ia hanya menyarankan agar sebaiknya menunggu dulu keputusan final sidang MK yang akan dibacakan pada 18 November ini. “Dari situ nanti akan bisa direncanakan tahapan pemilukada Aceh selanjutnya,” kata Johermansyah Djohan.
Sehari sebelumnya, dalam pertemuan dengan tim KPU di Jakarta, Ketua KPU Abdul Hafidz Anshari menyarankan kepada KIP Aceh untuk tetap menjalankan tahapan Pemilukada baru sesuai dengan hasil rakor KIP Aceh dan KIP Kabupaten/kota yang berlangsung di Banda Aceh 8 November lalu.
“Kalau memang jadwal pemungutan suara tidak lagi sesuai dengan aturan berlaku, apa boleh buat, sebab tahapan baru ini disusun karena harus disesuaikan dengan putusan MK,” kata Anshari. Begitupun, KIP Aceh masih belum mendapat kepastian karena Kemendagri belum memberikan jawaban pasti.
Tapi paling tidak, Yarwin Adi Dharma mengaku kalau mereka sudah menyampaikan semua persoalan Pemilukada Aceh kepada KPU dan Kemendagri. “Biar selanjutnya urusan mereka. Jangan hanya KIP Aceh saja yang dibebani persoalan ini,” katanya. Sementara menunggu keputusan MK dibacakan, KIP Aceh tetap berpedoman kepada jadwal baru seperti yang mereka tuangkan dalam Surat Keputusan KIP Aceh No 26 tahun 2011. (*/03)