Alternatif Pengelolaan Sumberdaya Ikan Di Danau Laut Tawar
Oleh : Iwan Hasri*)
Kabupaten Aceh Tengah merupakan daerah yang telah ditetapkan sebagai daerah sentral penghasil ikan air tawar di provinsi Aceh. Namun harapan itu hanya sebatas harapan didalam dokumen saja. Sepuluh tahun terakhir ikan air tawar sangat sulit ditemukan di Kabupaten Aceh Tengah. Rendahanya produksi ikan disebabkan oleh menurunnya produksi ikan dari hasil penangkapan di alam setiap tahun. Faktor lain adalah sektor perikanan budidaya belum mampu memproduksi ikan air tawar secara maksimal.
Hasil tangkapan ikan di Danau Laut Tawar (DLT) mengalami perubahan dan penurunan dalam kurun 20 tahun terakhir. Beberapa laporanan penelitian yang pernah dilakukan dari tahun 1987 hingga sekarang di DLT menunjukan penurunan dan perubahan komposisi hasil tangkapan.
Perubahan komposisi hasil tangkapan ini diduga akibat perubahan kondisi lingkungan. Aktivitas manusia yang menyebabkan dampak secara langsung maupun tidak langsung terhadap sumberdaya ikan adalah pembuangan limbah rumah tangga dari kota Takengon dan desa disekitar DLT, pesatnya pertambahan KJA di beberapa bagian danau seperti One-one dan kramba jaring tancap di pinggir danau, konversi hutan menjadi perkebunan, limpasan limbah pertanian serta kegiatan pariwisata. Berdasarkan penelitian kami bahwa kondisi lingkungan masih dalam batas yang dapat ditolelir. Namun kondisi danau telah menunjukan penyuburan (eutrof). Bila aktivitas ini terus berlangsung dapat mengancam sumberdaya yang ada di DLT. Perubahan komposisi hasil tangkapan juga diduga akibat introduksi ikan ke DLT.
Berkurangnya populasi ikan di DLT seperti R. tawarensis bila diamati dilapangan lebih disebabkan oleh hilangnya habitat pemijahan akibat fluktuasi air danau. Penyebab lain adalah hilangnya daerah pinggiran danau yang memiliki tumbuhan air (zona litoral) yang menjadi tempat memijah dan mencari makan ikan. Seperti kita ketahui bahwa pembuatan jalan dibagian barat (Bom sampai kebayakan) dan timur (Pante Menye) diduga dapat mengancam sumberdaya ikan di DLT. Belum lagi beberapa daerah pariwisata di pinggir danau yang membeton pinggir pantainya.
Berdasarkan hasil penelitian kami beberapa bulan terakhir terdapat indikasi tingginya tekanan penangkapan terhadap sumberdaya ikan R. tawarensis yang mengarah kepada gejala tangkap lebih. Beberapa indikasi tersebut adalah : 1) Bahwa ukuran alat tangkap yang semakin lama semakin mengecil; 2) Adanya ikan yang tertangkap lebih kecil dari ukuran ikan matang gonad ; 3) Laju eksploitasi ikan R. tawarensis yang tinggi 0.8 dan telah melebihi laju eksploitasi optimum; 4)Berkurangnya nelayan, alat tangkap didisen (perangkap) dan hilangya alat tangkap penyangkulen (anco) di DLT.
Berdasarkan kondisi diatas harus dilakukan suatu pengelolaan sumberdaya agar pemanfaatan sumberdaya ikan R. tawarensis dan ikan yang lain di Danau Laut Tawar dapat berlangsung secara berkelanjutan. Tujuan pengelolaan sumberdaya ikan adalah untuk memenuhi kebutuhan protein dan sebagai sumber pendapatan. Aternatif pengelolaan yang menurut kami dapat dilakukan yaitu :
1. Penentuan ukuran alat tangkap dan ikan yang boleh ditangkap
Penentuan ukuran ikan tertentu sangat sulit diterapkan dilapangan sehingga cara yang mudah adalah dengan menetapkan ukuran mata jaring yang diperbolehkan untuk menangkap ikan. ukuran mata jaring yang disarankan adalah lebih dari 0.54 inchi. Alat tangkap 3/8 inchi sebaiknya tidak digunakan. Berdasarkan hasil wawancara terhadap 40 nelayan mereka mulai sulit mendapatkan ikan. Kesadaran akan mulai berkurangnya sumberdaya ikan R. tawarensis telah ada di nelayan. Hal yang dapat dilakukan adalah melibatkan nelayan untuk berpartisifasi menjaga kelestarian stok ikan dengan cara memberikan pengertian dampak negatif dari penggunaan alat tangkap jaring insang dengan ukuran 3/8 inchi.
2. Pengaturan daerah penangkapan
Distribusi ikan R. tawarensis berdasarkan hasil tangkapan terlihat bahwa ikan ini menyebar secara merata. Namun ikan ini melakukan pemijahan pada bagian utara danau. Hal ini dibuktikan dengan inlet dibagian utara masih bersih dan berasal dari bebatauan yang ada di tepi danau. Berdasarkan tingkat kematangan gonad, pada stasiun V ditemukan ikan dengan TKG IV dan V. Ikan yang tertangkap ukuran kecil 65 hingga 71 mm dan besar 121 hingga 127 mm.
Perlu dilakukan upaya monitoring kegiatan penangkapan ikan pada daerah ini. Bila diperlukan dapat dilakukan pembukaan dan penutupan daerah tersebut. Berdasarkan Peraturan pemerintah RI No. 60 Tahun 2007, pasal 7 ayat 2 dijelaskan bahwa “Pembukaan dan penutupan sebagaimana yang dimana yang dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mempertimbangkan : a) tingkat kerusakan habitat, b) musim perkembangbiakan ikan, dan/atau c) tingkat pemanfaatan yang berlebih (overfishing). Pembukaan dan penutupan daerah penangkapan ini harus memperhatikan faktor sosial ekonomi dan merupakan kesadaran dari nelayan setempat. Perlu kajian mendalam dan waktu yang kontinu agar pelaksanaannya dapat berjalan.
3. Modifikasi Didisen
Selain jaring insang alat tangkap didisen perlu dilakukan modifikasi. Ikan R. tawarensis bersifat litofil maka alat tangkap ini perlu dilakukan modifikasi sehingga ikan tertangkap diberi kesempatan untuk memijah terlebih dahulu. Selanjutnya memberi kesempatan kepada telur yang telah dibuahi melakukan pertumbuhan dan perkembangan.
Melakukan revisi terhadap Perda No. 5 tahun 1998. Perda dititik beratkan pada penggunaan alat tangkap seperti didisen dan ukuran mata jaring.
4. Perbaikan habitat dan pembuatan habitat buatan (artificial habitat)
Perbaikan habitat perlu dilakukan dengan cara meninjau kembali tata ruang pembangunan di sekitar Danau Laut Tawar. Pesatnya kegiatan perikanan keramba jaring tancap, pariwisata dan pertanian membuat terkonversinya zona litoral yang semulanya tumbuhan air menjadi beton. Sehingga banyak ikan asli yang kehilangan daerah pemijahan.
Melakukan reboisasi disekitar Danau Laut Tawar untuk menjaga kesetabilan fluktuasi air. Penataan ulang KJT dan KJA. Melakukan penghitungan daya dukung lingkungan terkait adanya keramba jaring apung kaitannya adalah agar kualitas air tetap terjaga serta tidak melakukan pengurukan gunung di tepi danau yang merubah meristik dan morfometrik danau.
Penurunan debit air dan hilangnya daerah zona riparian di DLT mau tidak mau pemerintah dan masyarakat harus bersama-sama memikirkan secara bersama pengganti habitat yang hilang tersebut. Beberapa Negara seperti Jepang dan Danau Singkarak mebuat artificial habitat dengan membuat fish way (jalan ikan), zona riparian dengan menanam pohon disekitar danau dan membuat tempat perlindungan ikan (rasau). Kegiatan ini telah menunjukan hasil yang signifikan meningkatkan produksi ikan dan telah meningkatkan peluang keberhasilan pemijahan.
Peraturan yang ada harus disosialisasikan kepada masyarakat tentang pembangunan pemukiman ditepi DLT. Pembuangan limbah pemukiman yang tidak langsung ke DLT dan masalah kepemilikan sumberdaya DLT.
5. Meninjau kembali kegiatan introduksi ikan ke DLT
Kegiatan introduksi ikan yang selama ini dilakukan belum mampu meningkatkan produksi ikan di DLT. Penyebabnya diduga penebaran tidak berdasarkan kajian yang mendalam sehingga jenis dan jumlah ikan yang ditebar tidak maksimal. Peninjauan kembali dapat dilakukan dengan mengevaluasi jenis dan jumlah ikan yang ditebar apakah efektiv dalam memanfaatkan ruang dan makanan alami di Danau Laut Tawar.
Produksi ikan di Danau Laut Tawar tahun 2008 yaitu 79.1 ton atau sama dengan 13.61 kg per ha pertahun. Hasil tangkapan ikan diperairan waduk dan danau di Indonesia berkisar antara 15 sampai dengan 380 kg per ha per tahun. Berdasarkan pada data tersebut walaupun DLT dalam kondisi mesotrof/menuju eutrof , namun produksinya dibawah rata-rata produksi nasional. Bila dikaitkan dengan potensi yang dihitung oleh Kartamihardja et al. 1995 (berdasarkan pada perhitungan memakai produktivitas perairan) potensi perikanan Danau Laut Tawar 70.8 kg per ha per tahun sangat jauh dibawah daya dukung alaminya.
Berdasarkan hal tersebut maka produksi ikan masih dapat dikembangkan. Upaya yang dapat dilakukan melalui pemacuan stok (stock enhancement) dengan cara penebaran kembali (restocking) ikan asli DLT.
6. Implementasi program-program untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap arti penting kelestarian biota perairan dan kesehatan DLT dan Sungai.
Sebagus apapun suatu program jika tidak mendapat dukungan dan apresiasi masyarakat sekitar DLT maka sama dengan nol besar. Oleh sebab itu perlu dibangun suatu kesadaran masyarakat Aceh Tengah terhadap nilai sumberdaya DLT sebagai asset daerah dan sumber ekonomi yang cukup potensial. Tanggung jawab pada semua pihak harus ditumbuhkan sehingga muncul rasa kepemilikan terhadap sumberdaya.
Pemerintah kabupaten khususnya harus memperjelas garis koordinasi instansi yang melakukan pengelolaan terhadap sumberdaya DLT. Sehingga antar instansi dapat menempatkan kebijakan sehingga kooordinasi antara instansi dapat berjalan dengan baik.
*) Pemerhati ekosistem Danau Lut Tawar berdomisili di Takengen
Suatu pemikiran yang patut diapresiasi dan ditindaklanjuti…