Hilangnya Moral dan Kehidupan Hedonistis

Oleh Khairul Rijal*

Bangsa kita terus dilanda berbagai masalah, kompleknya masalah tersebut menjadi budaya turun-temurun hingga menjadi tabungan masa depan bagi generasi penerus bangsa, kemudian menjadikan bangsa ini gemar menabung masalah dan menutupi masalah tersebut dengan masalah baru dengan format yang sama. Bangsa yang maju adalah bangsa yang setiap harinya mendapatkan masalah baru dan menemukan titik temu dari masalah tersebut, sedangkan bangsa yang bobrok adalah bangsa yang setiap harinya hanya dihadapkan oleh masalah yang itu-itu saja tanpa ada solusi yang jelas, hal ini terjadi karena nilai-nilai kebenaran yang ada dianggap salah, justru sebaliknya yang salah dianggap benar. Budaya turun-temurun ini terjadi karena terdapat kesalahan yang ada ditubuh bangsa.

Korupsi, suap-menyuap dan budaya kekerasan adalah budaya busuk yang mengahancurkan bangsa. Hilangnya moral yang ada pada negeri kita merupakan alasan yang tepat timbulnya berbagai kerancuan yang ada di Indonesia, maka dari itu bangsa  kita perlu diperbaharui dengan membangkitkan kembali kredibilitasnya. Menurut Pemikir Jurgen Habermas, pembaharuan dapat dilakukan dengan menselarakan sistem dan tindakan agar tercipta stabilitas kehidupan, dapat disimpulkan bahwa antara sistem dan kesadaran harus berjalan sesuai.

Dewasa ini, Kondisi para pejabat wakil rakyat yang duduk disinggasana gedung agung DPR saat ini sangatlah menyayat hati masyarakat yang justru mempertotonkan kehidupan hedonistis dan melupakan kewajibannya sebagai wakil rakyat. Gedung DPR yang ada disenayan dijadikan tempat tumpukan mobil berkelas mewah dari jenis Alfard sampai mobil seharga tujuh milyarpun ada disana, lebih ironis lagi jika ruang yang ada digedung tersebut diisi oleh kursi-kursi kosong dan dihadiri oleh secuil dari mereka wakil rakyat ketika sidang dilaksanakan. harapan publik adalah amanah dan tanggung jawab bagi wakil rakyat, seharusnya dengan fasilitas yang lengkap dapat mejalankan tiga tugas pokok DPR yang menurut konstitusi adalah membuat UUD, melakukan pengawasan dan membuat anggaran akan tetapi jauh dari harapan, inilah persoalan parlemen kita disaat begitu lengkapnya fasilitas justru kurang kinerja, fasilitas dan tunjangan anggota DPR menncapai 51 sampai 53 juta  perbulan  dalam setahun bisa mencapai 600 jutaan dan dalam jangka 5 tahun bisa mencapai3 milyar lebih.

Fakta yang terjadi saat sidang paripurna DPR pada Hari Senin 14 November 2011 dengan agenda pidato pembukaan masa persidangan kedua, dari lima ratus enam puluh jumlah keseluruhan anggota DPR , hanya 241 anggota DPR yang hadir itupun harus menuggu satu  jam lamanya, berarti belum mancapai 50 persen atau jauh dari ketentuan forum UUD NO 27 tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD. Perlu kita cermati bahwa, anggota DPR masih mempunyai pekerjaan rumah yang menumpuk terutama dibidang Legislatif yang masih jauh dari target. Ada 13 RUU yang belum diselsaikan, pemilihan Pimpinan KPK, Anggota BPK dan dua Deputi Bank Indonesia.

hal ini dikarenakan para pejabat pilihan  rakyat tersebut memelihara budaya malas dan tidak disiplin waktu. Padahal mereka adalah orang pilihan dan telah merasakan pendidikan moral dan berkarakter, menurut penulis budaya malas dan kehidupan hedonistis merupakan sebab kenapa bangsa ini gemar menabung masalah, dapat disimpulkan mengakarnya budaya korupsi, suap-menyuap dan kesenjangan sosial akibat ketidak adilan yang menimbulkan kekerasan disebabkan anggota DPR dihuni pemberhala nafsu dan politik kekuasaan dengan moralitas rendah. Ini adalah bukti bahwa mekanisme dan kesadaran tidak berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan dan jauh bertolak belakang dengan apa yang diungkapkan oleh Jurgen Habermas. Padahal uang rakyat begitu banyak mengalir dengan naiknya APBN malah kinerja anggota DPR melempem,

Menurut penulis hal ini tidak bisa dibiarkan agar tidak tertular pada generasi yang menerima tongkat Estapet selanjutnya, bangsa kita perlu membentuk fondasi spiritual, sosial, nalar dan memiliki kepribadian yang unggul. Agar bisa menjadi manusia yang memanusiakan manusia, maka dari itu manusia harus memiliki modal hidup sebagai individu, masyarakat dan pemimpin bangsa sebagai hamba dari Sang Khalik, modal tersebut adalah Iman, Ilmu, Amal dan Akhlak. Jika empat modal ini telah tertanam dalam hati sanubari anak bangsa, maka bangsa kita akan terhindari dari sikap-sikap yang merusak pribadi dan bangsa itu sendiri, pemerintah harus tegas dalam menangani dilema ini, tidak pandang bulum dan memberikan hukuman yang berefek jera kepada wakil rakyat yang menyalahi mekanisme dan aturan yang ada, agar bangsa ini tidak menjadi bangsa kleptoisme, nihilisme dan benar-benar memiliki demokrasi yang hakiki.

Menurut penulis ada beberapa sikap yang perlu dihindari agar bangsa kita jauh dari penyakit gila kehormatan, sikap tersebut adalah, Sibuk mengoreksi aib orang lain, Keras hati, Terlalu Cinta pada dunia, Sedikit rasa Malu, Panjang angan-angan dan perbuatan zalim yang terus menerus dilakukan. Jika keenam sifat ini dapat kita hindari maka bangsa kita akan memiliki sosok pemimpin yang siap pakai.

—–

*Penulis Adalah Mahasiswa Fakultas Agama Islam (FAI) Jurusan Perbankan Syariah,  Universitas Muhammadiyah Jakarta.

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.