Tiga Bentuk Hijrah

Oleh Johansyah*


Tanpa terasa, hari minggu adalah 1 muharram 1433 hijriyah yang merupakan tahun baru bagi umat Islam. Begitulah rotasi waktu yang begitu cepat dan tak akan terbendung oleh apa dan siapa pun. Pergantian tahun berarti bertambahnya usia seseorang dan yang pasti kita makin dekat dengan kematian. Penyair Arab pernah mengatakan:ā€œInnama anta ayyam, idza madha minnka yaumun, madha baā€™dhahā€ (kamu adalah rangkaian dari hari-hari. Jika satu hari telah lewat, maka akan berkurang umur kamu).

Dari sekian banyak tulisan dan artikel yang mengulas tentang hakikat maupun esensi hijrah, maka tulisan ini akan menyorot bentuk hijrah yang menurut hemat penulis ada tiga yaitu; hijrah badaniyah (fisik), hijrah ruhaniyah (psikis), dan hijrah alam (dari alam kehidupan ke alam kubur).

Hijrah bentuk pertama adalah hijrah yang memiliki relasi dengan perpindahan tempat yang dilakukan seseorang dari satu wilayah ke wilayah lain; baik antar kampung, kecamatan, kabupaten, provinsi, maupun hijrah antar negara. Motivasinya beragam; karena ingin memperbaiki kondisi ekonomi, bosan hidup di satu tempat dan mendambakan suasana baru, ataupun ingin menyelamatkan diri dari gangguan dan gejolak di suatu wilayah sebagaimana warga Aceh yang pada masa konflik dulu exodus (hijrah) dari kampung mereka ke tempat lain yang dianggap aman untuk menyelamatkan nyawa.

Kita sering melihat bahwa ada orang yang sudah tidak lagi betah hidup di kota karena kebisingan lalu lintas, kemacetan serta polusi udara yang merusak kesehatan. Lalu memutuskan untuk pindah ke wilayah pedesaan dengan harapan akan menemukan suasana baru yang lebih nyaman, bersahabat, jauh dari hiruk-pikuk keramaian dan kebisingan.

Ada juga sebagian orang yang sudah bosan di pedesaan lalu berhasrat exodus ke perkotaan dengan resiko apapun. Yang penting dia tidak mau lagi hidup sebagai petani, atau tukang kebun akan tatapi menginginkan suasana kerja baru di perkotaan walapun hanya jadi tukang becak, tukang sapu jalan, atau jadi pembantu rumah tangga. Inilah dinamika hidup dan ragam motivasi hijrah.

Dalam berbagai catatan dan peristiwa sejarah juga, kita melihat banyak tokoh yang sukses dalam menjalani karir dan profesinyaĀ  karena mereka melakukan hijrah. Katakan saja tokoh dan para pemikir hebat Islam semisal Fazlur Rahman, Nasr Abu Zaid, Muhammad Arkoun, dan beberapa tokoh lainnya. mereka adalah orang-orang yang melakukan hijrah dalam rangka melakukan perubahan dan pembaruan, terutama pembaruan pemikiran.

Hijrah bentuk kedua adalah hijrah psikis, yakni upaya perubahan perilaku, sikap, dan perbuatan dari yang tidak baik menjadi baik, dari tidak terpuju menjadi terpuji. Inilah hijrah yang sesungguhnya yaitu hijrah karena Allah dan Rasul-Nya. Tidak semua orang yang melalukan hijrah semata karena Allah Swt, banyak yang melakukannya karena motivasi hawa nafsu dan kemewahan dunia. Tapi yang jelas seseorang akan memperoleh keinginan sesuai dengan niat hijrahnya. Seperti sabda Ā Rasulullah Saw: ā€œBarangsiapa yang berhijrah untuk Allah dan Rasul-Nya maka hijrahnya untuk Allah dan Rasul-Nya. Barangsiapa yang berhijrah untuk dunia (untuk memperoleh keuntungan duniawi) dan untuk menikahi wanita maka hijrah itu untuk apa yang diniatkan nya.ā€ (HR. Bukhari).

Komarudin Hidayat memaknai hijrah sebagai proses metamorphosis untuk meraih kualitas hidup lebih tinggi. Persis seperti kepompong yang berproses hendak menjadi kupu-kupu yang kemudian bisa menikmati indahnya udara, taman bunga, berterbangan dengan sesama teman-temannya, padahal dahulunya terkurung dalam rumahnya yang kecil dan tidak melihat dunia luar.

Hijrah pada intinya menuntut perubahan dari sebuah situasi kepada situasi yang lebih baik, baik hijrah fisik maupun hijrah psikis. Core dan esensi dari hijrah itu sendiri adalah hijrah ruhaniyah; hijrah perasaan, pikiran, dan cara menyikapi kehidupan. Sebuah transisi ruhaniyah dari kondisi batin yang terpenjara oleh kemaksiatan dan belenggu nafsu setan menuju pada kondisi batin yang bebas dari belenggu nafsu dan tanpa penghalang terbang menuju keridhaan Allah Swt. Inilah hijrah yang sesungguhnya.

Adapun hijrah bentuk ketiga adalah hijrah alam atau lebih tepat disebut hijrah kematian. Saat ini kita yang masih hidup berada pada alam ketiga yaitu dunia. Sebelumnya kita bertengger dan berkhalwat di alam ruh, lalu diberi kesempatah untuk menghuni alam kandungan selama beberapa bulan, dan selanjutnya kita pun dilahirkan ibu memasuki alam ketiga yaitu dunia. Setelah alam dunia, maka kita akan pindah ke alam barzah ketika waktunya tiba. Allah Swt sudah menyiapkan pintu bagi kita untuk menuju ke sana yaitu kematian.

Hijrah ketiga ini sangat berkorelasi dengan hijrah bentuk kedua. Sebab pada hijrah bentuk ketiga ini yang mejadi bekal seseorang adalah amalannya. Berbeda dengan hijrah fisik ketika manusia hidup yang berpindah dari satu tempat ke tempat lain, di mana mereka bisa saja tidak menyediakan perbekalan dan pergi dengan tangan kosong asalkan mampu memberdayakan potensi otot dan otaknya, maka dia tidak akan kesulitan. Menghadap Allah Swt akan konyol dan memilukan jika pulang dengan amalan kosong dan berlumuran dosa.

Hijrah bentuk ketiga inilah yang merupakan hijrah yang paling besar. Sebuah hijrah yang tidak bisa ditentukan kapan waktunya selain Dia sendiri yang mengetahui. Kendati demikian, banyak di antara manusia yang tidak menghiraukan hijrah ini, mereka terlena dan terbuai dengan kemilau harta dan kekayaan dunia maupun kemewahan dan fasilitas hidup yang serba ada. Padahal dia tau bukanlah itu semua yang menjadi bekalnya ketika hijrah ke alam kubur.

Dalam buku Psikologi Kematian, penulisnya mengingatkan kita akan proses kematian yang amat dekat dan kita alami setiap hari menjelang tidur. Cobalah perhatikan makna doā€™a menjelang tidur kita, ā€˜ya Allah, dengan namamu aku hidup dan matiā€™. Dijelaskannya bahwa sebenarnya setiap malam kita dekat dengan kematian, lebih dekat dari apa yang kita pikirkan. Maka sejatinya, setiap pagi kita bermuhasabah ketika terbangun dari tidur, karena Allah Swt masih menyatukan nyawa dengan jasad ini. Justru itu,Ā  beliaupun menyebut ulang tahun, pada hakikatnya adalah berulang hari, sebabĀ  setiap hari kita dekat dan mengalami kematian.

Marilah kita berhijrah dengan niat karena Allah dan Rasul-Nya, itulah hijrah sesungguhnya yang dikehendaki-Nya, yakni peningkatan amal kebaikan. Penulis yakin, dengan bermodalkan niat lillahi taā€™ala, maka hijrah dalam bentuk apapun yang akan kita lakukan selalu mendapat dukungan penuh dari Allah Swt dan tentu hasilnya juga akan baik.

——-

*Penulis adalah mahasiswa Program Doktor PPs IAIN Ar-Raniry Banda Aceh.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.