Banda Aceh | Lintas Gayo – Menyikapi keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang penyelenggaraan Pemilukada Aceh, KIP Aceh, KIP Kabupaten/kota dan Tim KPU melaksanakan rapat koordinasi di Banda Aceh, Jumat (2/12/2011). Rapat membahas berbagai hal menyangkut pelaksanaan Pemilukada ke depan.
Pertemuan yang berlangsung setengah hari itu semakin memperkuat keyakinan KIP Aceh dan KIP Kabupaten/kota untuk tetap melanjutkan tahapan Pemilukada Aceh sesuai keputusan MK. KPU berjanji akan mendukung langkah KIP tersebut.
Hadir dalam pertemuan itu perwakilan dari KIP Kabupaten/kota, para komisioner KIP Aceh, Anggota KPU Endang Sulastri serta Wakil Kepala Biro Hukum KPU Teuku Syaiful Bahri. Rapat dipimpin oleh Ketua KIP Aceh Abdul Salam Poroh.
Agenda utama membahas tindak lanjut sejalan dengan putusan MK yang memerintahkan KIP melanjutkan tahapan Pemilukada. Meski putusan akhir MK berpihak kepada KIP, tapi ada beberapa hal yang harus disesuaikan. Antara lain, soal perpanjangan masa tugas PPK, PPS dan petugas honor lainnya, serta berkaitan dengan anggaran.
Pasalnya, putusan sela MK pada 2 November lalu yang memberi tambahan waktu selama tujuh hari untuk pendaftaran kandidat baru telah memaksa KIP menggeser tahapan Pemilukada. Jika sebelumnya KIP menjadwalkan pemungutan suara pada 24 Desember 2011, kini bergeser menjadi 16 Februari 2012.
Pergeseran jadwal telah menghadirkan berbagai implikasi. Antara lain, masa pelaksanaan Pemilukada Aceh yang harus diperpanjang, dari semula delapan bulan menjadi 10 bulan. “Semua ini kan membutuhkan anggaran dan payung hukum yang tegas,” kata Ketua KIP Aceh Abdul Salam Poroh.
Selain masalah anggaran, rapat koordinasi itu juga membahas berbagai persoalan yang terjadi di daerah.
Endang Sulatri yang membidangi masalah sosialisasi di KPU berupaya menjawab semua persoalan tersebut. Menurut Endang, masalah payung hukum dalam Pemilukada Aceh seharusnya tidak perlu dipertanyakan lagi.
“Putusan MK adalah sumber hukum dan sekaligus payung hukum bersama dengan implikasi yang ditimbulkannya,” tegas Endang.
Ia memberi contoh, merujuk Peraturan KPU No 9 tahun 2010 tentang Pedoman Penyusunan Tahapan, Program, dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, jadwal pemungutan suara seharusnya paling lambat 30 hari sebelum berakhir masa jabatan kepala daerah. Tapi itu tidak bisa dilakukan di Aceh terkait dengan putusan sela MK yang memaksa terjadinya pergeseran jadwal. Dalam tahapan baru yang disusun KIP, jadwal pemungutan suara justru dilakukan setelah berakhirnya masa jabatan Gubernur.
Dalam pandangan Endang, pergeseran itu sama sekali tidak melanggar aturan. “Pergeseran itu merupakan implikasi dari putusan MK, karena itu sudah berkekuatan hukum. Putusan MK bersifat mutlak harus dipatuhi,” kata Endang.
Oleh sebab itu, ia menilai, jadwal pemungutan suara pada 16 Februari 2012 yang diputuskan KIP Aceh sudah sesuai dengan hukum. Yang menjadi persoalan saat ini adalah masalah tambahan anggaran. Pergeseran jadwal Pemilukada memaksa KIP untuk menambah anggaran, termasuk anggaran untuk tahun depan.
Masalah di daerah
Selain anggaran, beberapa persoalan dari daerah juga dibahas dalam pertemuan tersebut. Misalnya, Ketua KIP Pidie Junaidi Ahmad yang menyampaikan keluh kesahnya soal sikap DPRK dan Pemerintah Kabupaten Pidie yang tidak mau mendukung pelaksanaan Pemilukada di daerah itu. Sampai sekarang Pemerintah Kabupaten Pidie belum mau mengucurkan dana untuk KIP di daerah itu.
Kondisi ini memaksa KIP Pidie untuk menghentikan semua tahapan kegiatan untuk Pemilukada Bupati dan Wakil Bupati. Mereka kemungkinan hanya melaksanakan Pemiliukada Gubernur dan Wakil Gubernur.
“Tapi kami juga butuh kekuatan hukum dan anggaran yang jelas untuk Pemilukada Gubernur dan wakil Gubernur Aceh di Pidie,” katanya. Junaidi mengaku sudah menyampaikan semua persoalan ini kepada Dirjen Otonomi Daerah di Jakarta dan Pemerintah Aceh. Tapi sampai sekarang belum ada kejelasan.
Menjawab persoalan Pidie ini, Endang meminta agar KIP Pidie kembali berkomunikasi dengan Pemerintah Aceh. Jika hanya melaksanakan Pemilukada Gubernur dan Wakil Gubernur, maka Gubernur diminta untuk mengeluarkan Peraturan Gubernur (Pergub) terkait dengan dana sharing untuk KIP Pidie.
Selain Pidie, KIP dari daerah lain, seperti Aceh Singkil, Aceh Timur, Aceh Baray Daya dan Sabang, juga menyampaikan berbagai masalah di daerah mereka terkait dengan pencalonan. Anggota KPU Endang Sulatsri, Wakil Kepala Biro Hukum Syaiful, dan para komisioner KIP Aceh berupa menjawab semua masalah itu dengan regulasi yang ada.
Pertemuan itu memang tidak bisa menuntaskan semua masalah, terutama yang berkaitan dengan anggaran. KIP Aceh akan membahas masalah anggaran ini lebih lanjut dengan pihak terkait. Tapi secara garis besar, pertemuan itu semakin menambah keyakinan KIP dalam melanjutkan tahapan Pemilukada Aceh.
Endang meminta agar semua anggota KIP optimis dalam menjalankan tahapan dan pemungutan suara pemilukada Aceh yang berlangsung 16 Febaruari tahun depan. “Kita harus komitmen dengan jadwal itu. Kalau hal yang mengganjal, kita selesai sambil jalan,” tegasnya. (*/03)