Bukan pecandu kopi, juga bukan penikmat kopi yang baik, karena lebih suka menikmati kopi yang dicampur dengan susu. Tetapi melewatkan festival kopi bukanlah hal yang tepat. Sekitar 20 stand pengusaha kopi menyajikan produk mereka dengan berbagai pilihan rasa dalam festival yang berlangsung 25-27 November 2011 lalu di Lapangan Taman Sari Banda Aceh tersebut. Saya memilih berhenti di stand Bergendaal Coffee, pengunjungnya ramai, namun kursi yang tersedia terbatas. Beruntung tidak sampai setengah jam menunggu saya berhasil mendapatkan meja itupun harus berbagi dengan pengunjung yang lain.
Pria yang berbagi meja dengan saya bernama Eddy, anggota Green Reader Community (saya coba googling tidak ketemu) asalnya dari Bireuen mengaku ketagihan minum Kopi Arabica Gayo. Untuk mendapatkannya ia minta dibelikan kepada temannya yang bertugas ke kabupaten Aceh Tengah atau Bener Meriah. Kini ia bisa membedakan tingkat kekentalan dan kemurnian sebuah kopi, kendati demikian ia bukan pecandu kopi, satu hari Eddy hanya bisa meminum hingga dua gelas, tidak bisa lebih. Ia berharap festival kopi Aceh dijadikan sebagai acara tahunan dan memiliki keinginan dapat menikmati seduhan Kopi Arabica Gayo di Bireuen, “namun harganya hendaknya tidak terlalu mahal” ujarnya berseloroh.
Lain halnya dengan Edi Miswar, mahasiswa Unmuha asal Pidie Jaya yang merupakan pecandu kopi. Tiada hari yang dilewatkannya tanpa duduk di warung kopi, maka ketika melewati stand Bergendaal Coffee, ia penasaran dengan harum semerbak seduhan biji hitam barista stand tersebut. Saat coffee black menu yang dipesannya mengalir ke ruas-ruas lidahnya, detik itu juga ia mengaku bahwa ia menyukai Kopi Arabica Gayo. Ada rasa berbeda yang tidak ia dapati saat meminum kopi lainnya.

Yudha, pengelola Bergendaal Coffee yang saya temui mengaku membawa persediaan biji kopi sebanyak 7 Kg jenis arabica dan 2 Kg untuk jenis luwak. Pada malam pembukaan, ia bersama 5 orang staffnya 2 diantaranya berstatus mahasiswa di Kota Banda Aceh sepakat untuk memberikan gratis kepada pengunjung yang ingin mencicipi seduhan kopi ala Bergendaal Coffee.
Menurutnya untuk managemen acara, panitia sudah cukup peduli dengan para undangan, hanya yang menjadi kendala adalah terbatasnya tempat duduk untuk para pengunjung. Membludaknya pengunjung dan terkadang sibuk melayani pertanyaan pengunjung yang serba ingin tahu, acapkali membuat pesanan terlambat diantar, padahal sejatinya untuk setiap menu baik itu espresso, black coffee, americano hanya memerlukan waktu 3 menit. Kecuali cappuchino yang harus dicampur dengan susu.
Yudha berharap dapat mengikuti festival kopi bukan hanya tingkat Provinsi Aceh saja, tetapi juga festival kopi seluruh Indonesia, jadi kita dapat mengetahui bagaimana ciri khas rasa kopi dari setiap daerah penghasil kopi. “Ada 850 rasa yang terdapat di dalam secangkir kopi”, ujar Yudha yang kerap meminum kopi 3-4 gelas dalam sehari. (Ria D/03)