Setelah off selama dua minggu acara Keberni Gayo live kembali pada Jum’at, 2 Desember 2011 pukul 20.00 sampai dengan 21.00 WIB. Tema yang dibahas adalah tentang Saman Gayo, dengan narasumber LK Ara (Budayawan) dan Marah Halim (Akademisi).
Setelah dipatenkan oleh UNESCO berarti Saman sudah sah menjadi miliki orang Gayo (khususnya Gayo Lues), karena memang Saman itu bukan milik orang lain selain dari orang Gayo, namun akhir-akhir ini dikalangan masyarakat Indonesia secara umum tidak dapat membedakan, yang mana yang dinamakan dengan Saman dan mana juga yang bukan saman. Karena banyak sekali gerakan-gerakan saman yang diadopsi oleh tarian-tarian lain, sehingga dalam perjalanannya dikatakan dengan saman, dan mereka yang sudah mengetahuinya juga tetap mengatakan yang bukan saman sebagai saman, kerena ingin mendapatkan populeritas yang saman.
Kekhawatiran yang berlarut akhirnya terjawab dengan pengakuan dan legalitas saman sebagai kepunyaan orang Gayo “Samana Gayo” oleh UNISCO, kendati sebelumnya sempat juga menimbulkan kecemasan atas pemberian nama saman dengan saman Aceh, karena kalau pemberian nama dengan saman Aceh berarti tidak salahlah apa yang dikatakan selama ini bahwa semua gerakan yang mirip saman dikatakan dengan saman, kendati sebenarnya bukan.
Terkadang orang menganggap bahwa saman itu adalah tarian biasa, karena para penarinya tidak menggunakan alat music dan juga tidak diiringi dengan music. Namun orang akan tercengang melihatnya ketika syeikh saman dengan lirik yang khas berserah diri secara total kepada Tuhan Maha Pencipta. Berbeda dengan Ratokh Deuk, dimana syeikh yang menyanyikan lagunya berada di luar barisan, tapi itulah istimewanya saman syeikh dan penarinya duduk bersama dalam satu barisan, dan lagu yang dibawakan juga secara bergantian antara syeikh.
Para pemain saman semua berperan aktif dalam membawakan tarian saman, baik ia sebagai pemimpin yang duduk di tengah, apit disebelah kanan dan kiri pemimpin serta tidak kalah pentignya mereka yang duduk di ujung kiri dan kana, mereka inilah yang dinamakan dengan penopang. Artinya pemimpin selalu memberi isyarat kepada semua terhadap gerakan apa yang hendak dilakukan, apit melaksanakan isyarat yang diberikan. Sehingga bisa kita katakan bahwa tidak ada pemain yang tidak khusu’ dalam melakukan aktifitasnya, karena bila ada yang lalai maka akan berakibat patal. Penopang sebagai tonggak penentu kekokohan semua gerakan, mereka harus menahan ayunan dan gerakan badan para penari.
Keberhasilan mendapat legalitas bukanlah perjuangan akhir dari sebuah tarian saman, karena semua mata dunia sudah mulai tertuju melihat saman, mereka semua ingin melihat dari mana asalnya saman, bagaimana dengan masyarakat yang melahirkan saman dan bagaimana pula masyarakat bersaman. Tidak hanya itu, mereka akan melihat bagaimana alam yang dikenal dengan julukan seribu bukit, bagaimana pula keorisinilan budaya dan bahasa masyarakat yang dilandasi dengan nilai-nilai pilosofi saman.
Karena saman sudah menjadi warisan dunia, tentu saja akan banyak orang yang akan belajar bagaimana melakoni saman. Pemerintah dan masyarakat harus menyiapkan mereka yang mampu melatih orang luar Gayo yang ingin belajar saman, pemerintah dan masyarakat juga harus mempersiapkan orang-orang yang mampu menceritakan nilai-nilai pilosofi yang ada dalam saman, karena menurut LK Ara keunikan saman tidak hanya didapatkan pada indahnya gerakan, tapi pada ruh yang dikandungnya. Dan ini hanya dapat diketahui oleh mereka yang paham dan merasakan bahwa saman itu merupakan bagian dari dirinya.
Marah Halim menambahkan, untuk menjaga nilai-nilai yang terkandung dalam saman tersebut, semestinyalah saman itu selalu dilagukan dengan bahasa Gayo. Kendati saman satu saat harus dinyanyikan dengan lagu yang bukan Gayo, itu hanyalah penampilan seni namun tidak akan mampu mengeluarkan ruh yang sebenarnya. Tapi kemampuan penjelas dan penerjemah saman ke dalam bahasa sesuai dengan kebutuhan masyarakat luas harus dipersiapkan sejak dini, untuk itu kemampuan bahasa asing sangat dibutuhkan. (Drs. Jamhuri, MA/03)