Jakarta | Lintas Gayo – Ada dua puluh empat tahap dalam Upacara Adat Perkawinan Gayo, mulai dari risik kono, yaitu ungkapan perasaan dari orang tua (ibu) pihak pria kepada orang tua pihak wanita tentang keinginannya untuk berbesan, munginte atau meminang (melamar), sesuk pantang (suatu ketentuan yang harus dipatuhi kedua calon pengantin), turun caram (mengantar uang atau mas kawin), mu nos benten (membuat tarup—bahasa Jawa), segenap atau pakat sara ine (musyawarah antarfamili terdekat), begenap atau pakat sudere (musyawarah antarfamili/tetangga), beguru (mendengar nasihat), muniri (mandi), tongkoh (waktu istirahat), jege uce (pesta sederhana/kecil), dan jege kul (pesta besar-besaran)
Setelah itu, dilanjutkan dengan belutut (upacara mandi bersama), bekune (mengerik), munalo (menjemput pengantin pria), mah bei (mengarak pengantin pria ke rumah pengantin wanita), semah (sembah), luah pantang (selesai waktu pantang), mu jule gule (mengantar ikan), mu jule wih (mengantar air), mah kero (membawa nasi untuk meminta mu nenes), mu nenes (ngunduh mantu—bahasa Jawa), mangan kero karih (makan nasi liwet), dan terakhir mah kero opat ingi (keluarga pengantin pria membawa nasi ke rumah pengantin wanita). Demikian penjelasan Ny. As Jafar atau Inen Yun, Ahli Kecantikan Indonesia asal Takengon, tanoh Gayo, Aceh, di Jakarta, Kamis, (29/12/2011).
Mengenalkan Budaya Gayo
Tahun 1984, di Hotel Indonesia, Jakarta, Ny. As Jafar mengikutsertakan Perkawinan Adat Gayo dalam Rapat Kerja Nasional Pengantin Daerah. Keikusertaan itu bertujuan untuk mengangkat salah satu aspek kebudayaan Gayo, yaitu Upacara Adat Perkawinan Gayo dalam rangka menggali dan melestarikan kebudayan Gayo sebagai salah satu unsur kebudayaan Nasional. “Masalah tadi sudah saya tulis semua dalam buku saya—Upacara Adat Pengantin Gayo (teori), terbit tahun 1988”—kata Ny As Jafar. Berkat usaha dan kerja kerasnya pula dalam meneliti, mendokumentasikan, dan memperkenalkan ‘Upacara Adat Pengantin dan Tata Rias Gayo’, dua sempol—sempol gampang bulet sempelah ilang dan sempol gampang kemang—Gayo pun dibakukan secara nasional, tahun 1985.
Selain itu, kata salah satu pendiri Yayasan Argadia ini, beliau sempat meneliti jenis-jenis bunga yang ada di Takengon. “Ada 160-180 jenis bunga di sana. Selain mengidentifikasi namanya, saya sempat meneliti jenis, pola tumbuh, serta fungsinya. Bahkan, ada beberapa spesies bunga yang hidupnya cuma di Gayo,” jelas As yang pada tanggal 4 April 2012 nanti, akan genap berusia 75 tahun. Di tengah usianya yang tak lagi muda, Ny As Jafar yang juga penggagas Pemilihan Putri Citra dan pelbagai lomba tingkat nasional, tahun 1980-an, masih dipercaya memimpin beberapa organisasi, diantaranya, Ketua Umum Persatuan Ahli Kecantikan dan Pengusaha Salon Indonesia “Tiara Kusuma,” Ketua Umum Yayasan Argadia, Ketua Umum Paguyuban Mitra Diknas, Ketua Majelis Ta’lim Al Fajar, Penasehat HISPPI, Penasehat Tiara Kusuma DKI, Penasehat Cidesco SIE Indonesia, Penasehat Katalia, dan Penasehat HIPKI.
Berbagi Sukses
Berkat kiprahnya yang panjang dalam dunia kecantikan Indonesia, Ny. As Jafar kerap diundang dalam forum-forum nasional, regional, dan internasional. Tahun 1988 misalnya, ia sudah mengelilingi Eropa, khusus menjadi juru rias pengantin Solo. Bahkan, sejauh ini, sudah mengunjungi seluruh kota di dunia, tambah daerah-daerah se-Indonesia. Lebih istimewa lagi, Ny. As Jafar sudah sepuluh kali ke tanah suci, 6 kali naik haji dan 4 kali umrah. Di luar itu, sederet penghargaan pun diterimanya baik dari pemerintah maupun non-pemerintah: Dharma Wanita Unit Departemen Perindustrian (1981), Penghargaan Gerakan Masyarakat Kebersihan, Keindahan, dan Keteduhan Lingkungan Hidup DKI Jakarta (1982), Penghargaan dan Lencana Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1985), termasuk dari Presiden Soeharto semasih menjabat dulu, dan masih banyak lagi. Selain itu, ia merupakan seorang dari sepuluh Wanita Eksekutif 1990-1991 dan warga teladan terbaik se-Indonesia. Sebagai tambahan, namanya juga tercatat dalam Buku Pintar Edisi IX dan Buku Pintar Nusantara 1990.
Soal sukses yang diraihnya, dengan mata berkaca-kaca, Ny. As Jafar mengungkapkan, “Perlu kerja keras, belajar sungguh-sungguh, ulet (lisik), percaya diri, berani, dan berdoa (berserah) diri pada Tuhan untuk meraih itu semua. Tapi, pencapaian saya tidak terlepas dari dukungan suami, Ahmad Jafar alm. Suami saya sangat mendukung segala kegiatan saya. Kalau tidak, saya tidak mungkin bisa seperti ini. ” Karenanya, dalam banyak kesempatan, Ny As Jafar sering menghimbau kepada para suami, agar mendukung istrinya. Lebih-lebih, yang sifatnya menambah ilmu dan keterampilan istri. “Perjalanan hidup belum tentu. Kalau ditakdirkan suami yang lebih dulu menghadap Tuhan, bekal ilmu dan keterampilan tadi sangat membantu istri untuk bisa bertahan dan melangsungkan hidupnya. Bahkan, lebih berharga dari harta warisan. Apalagi, punya anak. Mereka—istri-istri—akan menjadi single parent dalam membesarkan anak-anak,” sebutnya.
(Yusradi Usman al-Gayoni)
.