Takengon | Lintas Gayo – Lembaga Swadaya Masayarakat (LSM) Jaringan Anti Korupsi Gayo (Jang-Ko) melaporkan catatan akhir tahun 2011 daftar (list) kasus dugaan korupsi sebanyak 13 (tiga belas) kasus yang terjadi di Kabupaten Aceh Tengah. Ini disampaikan pada saat acara konferensi pers, Jum’at (30/12/2011) malam di Hotel Bunda Jalan Lebe Kader Takengon.
Kepada wartawan, Koordinator Jang-ko II, Idrus Saputra membeberkan dari ke-13 kasus dugaan tindak pidana korupsi Aceh Tengah tersebut hanya 3 kasus yang sampai ke Pengadilan Negeri Takengon, diantaranya kasus pengelapan dana pengawasan di Bawasda Aceh Tengah, kasus Bantuan korban konflik desa Arul Badak, kasus dugaan Ijazah palsu salah seorang anggota DPRK Aceh Tengah periode 2009-2014.
”Meskipun telah ada 2 (dua) kasus korupsi yang telah vonis oleh Pengadilan Negeri Takengon, namun tersangkanya sampai hari ini belum di eksekusi oleh jaksa. Seakan-akan kasus korupsi itu terhormat, inilah yang terjadi di negeri ini”, sindir Idrus tanpa menyebut 2 kasu tersebut.
Selain itu Jang-Ko sudah berupaya meminta kejelasan 10 kasus lagi terkait hasil penyidikan kepada pihak berwajib. Namun, upaya ini mentok karena mereka ogah memberikan penjelasan. Mereka selalu berdalih dengan bukti yang tidak lengkap, terang Idrus
Terkait dengan laporan catatan akhir tahun 2011 Jang-Ko, dari 13 kasus dugaan tindak pidana korupsi yang terkuak ke publik, kasus ini terjadi mulai dari kasus korupsi kecil sampai korupsi besar dengan sumber dana berasal dari Otsus, APBA dan APBK dengan potensi korupsi mencapai Rp.60 Milyar, diantaranya :
- Kasus Pemalsuan tanda tangan PPTK Dinas PU Aceh Tengah di Tahun 2009 dengan kerugian Rp.5,8 Milyar
- Kasus Pengelapan dana pengawasan di Bawasda Aceh Tengah di Tahun 2005 dengan kerugian Rp.72 juta.
- Kasus rumah korban konflik di tahun 2006 dengan kerugian Rp.991 juta.
- Kasus pengelembungan jumlah penduduk Aceh Tengah di Tahun 2009 dengan kerugian Rp. 5 Milyar
- Kasus dana Porda X Aceh Tengah di tahun 2006 dengan kerugian Rp.6 Milyar
- Kasus Peternakan Ketapang di tahun 2006-2008 dengan kerugian Rp.23 Milyar
- Kasus PDAM Bur Mendale di tahun 2008 dengan kerugian Rp.14 Milyar
- Kasus ijazah palsu salah satu anggota DPRK Aceh Tengah periode 2009-2014
- Kasus Bantuan Korban Konflik desa Arul Badak di Tahun 2006 dengan kerugian Rp.2 Milyar
- Kasus Perambahan Hutan Lindung Kala Wih Ilang
- Kasus Kunker Fiktif Anggota DPRK Aceh Tengah di Tahun 2010 dengan kerugian Rp.1,6 Milyar
- Kasus Penjualan Aset Panti Asuhan Budi Luhur di Tahun 2008 dengan kerugian Rp.8 Milyar
- Dan terakhir kasus pembangunan Keramba Jaring Tancap 50 unit di desa Lengkio di tahun 2009 dengan kerugian Rp.1,7 Milyar
Disamping itu Koordinator Gerakan Anti Korupsi Aceh (GerAk) Askhalani yang turut hadir dalam acara tersebut menyatakan posisi dugaan kasus korupsi di Aceh Tengah masuk dalam kategori kesepuluh besar penyumbang korupsi terbesar di Aceh.
Dengan posisi pertama Aceh Utara di ikuti dengan Bireuen, Aceh Timur, Pidie, Abdya, Nagan Raya, Lhokseumawe, Aceh Tenggara, Bener Meriah, Aceh Tengah, Aceh Selatan, Aceh Barat. “Ini dari hasil investigasi kami di Tahun 2009 hingga 2010,” kata Akskhalani.
Persoalan kasus di Aceh Tengah menarik untuk ditelaah karena dari penjelasan dari saudara Idrus sebahagian besar kasus tindak pidana korupsi belum ditindak lanjuti, ujarnya menanggapi pemaparan Idrus
Ia menambahkan, kemungkinan posisi rangking potensi penyumbang korupsi daerah untuk di Aceh Tengah pada tahun ini masuk dalam kategori keenam penyumbang korupsi di Aceh, hal itu terkait dengan tidak ditindaklanjutinya kasus korupsi oleh aparat penegak hukum.
Terakhir, Jang-ko melalui Idrus Saputra menyimpulkan, selama ini aparat penegak hukum sangat lemah menindak kasus korupsi. Padahal sangat banyak sekali kasus besar yang saat ini diwilayah ini. ”Inilah salah satu fakta yang menandakan penegak hukum sangat lemah,” simpul Idrus mengakhir jumpa pers tersebut.
(Maharadi/03)
.