Gemar Berolahraga, Demi Produktivitas Dan Mentalitas

Indra Setia Bakti*

Mungkin kita pernah bertanya, mengapa negara-negara maju bisa lebih sejahtera daripada negara-negara di Dunia Ketiga? Professor Universitas Harvard yang bernama Gregory Mankiw secara gamblang menyatakan bahwa perbedaan produktivitas sangat besar pengaruhnya dalam menjelaskan standar hidup antara negara satu dengan negara lainnya. Lalu mungkin kita bertanya kembali, apa yang harus kita miliki agar produktivitas masyarakat dapat meningkat?

Sesungguhnya banyak faktor yang dibutuhkan dalam meningkatkan produktivitas masyarakat, salah satunya adalah kesehatan yang baik. Dalam mencapai standar kesehatan yang baik tersebut diperlukan berbagai upaya, misalnya dengan rutin berolahraga. Banyak pakar kini mulai percaya olahraga berkolerasi positif dengan kesejahteraan masyarakat. Mengapa demikian? Olahraga mendorong masyarakat untuk terus bergerak dan memiliki fisik yang kuat. Sementara di dalam fisik yang kuat, sesungguhnya terdapat jiwa dan raga yang sehat. Tentu harga kesehatan itu sendiri sangat besar nilainya, tidak bisa diukur dengan uang semata. Kesehatan merupakan bentuk kesejahteraan yang sesungguhnya. Buktinya ketika sakit, banyak orang yang rela mengorbankan hartanya, berapapun besarnya biaya, demi memperoleh kembali kesehatan mereka.

Sementara itu, logikanya orang yang sehat tentu saja lebih produktif daripada orang yang kurang sehat. Jadi, kesehatan merupakan faktor penting dalam upaya meningkatkan produktivitas yang bermuara pada peningkatan kualitas kesejahteraan masyarakat. Namun amat disayangkan, melihat fakta yang ada, ternyata olahraga bukan merupakan kegiatan prioritas dalam keseharian sebagian besar masyarakat di Tanah Gayo. Olahraga sering dipandang hanya sebatas kebutuhan sekunder. Cobalah tengok perilaku masyarakat di sekitar kita, apakah gemar berolahraga? Mungkin sebagian besar tidak. Atau marilah kita berkaca pada diri sendiri, berapa jam dalam seminggu waktu yang telah kita alokasikan untuk berolahraga?

Sea Games ke-26 yang telah berlangsung di Jakarta dan Palembang tahun lalu, kini meninggalkan kesan kebanggaan pada rakyat Indonesia, sebab negara kita berhasil merebut kembali gelar juara umum yang telah 14 tahun lamanya lepas dari genggaman. Pembelajaran yang perlu kita internalisasikan yaitu bagaimana spirit kebanggaan tersebut tidak berhenti hanya sampai di situ. Masyarakat perlu menularkan rasa bangga di hati mereka ke dalam setiap urat, otot, tulang, dan sendi yang terus bergerak, dari kepala, pundak, tangan, lutut, hingga ke kaki.

Sementara itu, ada sebuah wacana yang sangat baik untuk kita wujudkan bersama. Marilah kita mulai bangun lebih pagi. Kemudian tidak lupa pula membangunkan dan mengajak serta keluarga kita untuk berolahraga pagi. Mudah-mudahan rasa kebersamaan di dalam keluarga pun menjadi lebih erat. Ditambah lagi keluarga merupakan elemen penting dalam melakukan proses sosialisasi kepada anak untuk gemar berolahraga. Efektivitas sosialisasi gemar berolahraga di dalam keluarga bisa lebih efektif dibandingkan slogan-slogan anjuran pemerintah, sementara sosialisasi yang terbaik di dalam keluarga adalah dengan memberi contoh yang nyata.

Sesungguhnya olahraga tidak memandang status sosial seseorang. Olahraga juga bukan milik suatu ras, bangsa, suku, agama, atau jenis kelamin tertentu saja. Olahraga milik semua orang, tidak terkecuali bagi saudara-saudara kita kelompok difabel.

Olahraga dapat dilakukan di mana saja dan kapan saja, serta oleh siapa saja. Banyak berjalan atau berlari secara rutin merupakan dua contoh sederhana. Rasulullah pun berpesan bahwa seorang muslim yang kuat lebih dicintai Allah daripada seorang muslim yang lemah. Marilah kita mulai memasukkan program olahraga ke dalam agenda keseharian kita. Dengan gemar berolahraga, kita tidak hanya sedang membangun fisik, mental, dan kepribadian yang sehat. Tetapi lebih dari itu, kita juga tengah membantu Bangsa Indonesia, dan terutama sekali rakyat Gayo yang sedang membangun produktivitas dan mentalitasnya.

*Penulis adalah alumnus jurusan Ilmu Kesejahteraan Sosial Universitas Indonesia, tinggal di Takengon
.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.