Catatan: Muhammad Syukri*
.
TANAMAN alpukat (persea americana) yang tumbuh di Dataran Tinggi Gayo Aceh Tengah telah ditetapkan sebagai komoditi unggulan nasional melalui SK Menteri Pertanian Nomor 78/Kpts/SR.120/12008 Tanggal 21 Januari 2008. Sebagai salah satu tanaman unggulan daerah, luas tanamnya mencapai 206 hektar dengan tingkat produktivitas sebesar 17,4 ton/hektar/tahun.
Alpukat, termasuk salah satu tanaman yang tidak sulit merawatnya, disamping tidak memerlukan penanganan intensif juga tanaman ini tidak terlalu rewel. Oleh karena itu, para petani memposisikan alpukat sebagai tanaman sela diantara tanaman kopi arabika. Sebagai tanaman sela, alpukat memberi penghasilan tambahan kepada petani saat kopi belum memasuki masa panen.
Saat masa panen alpukat tiba, konsumen dan pedagang di pasar buah terkadang tak mampu menampung produk ini, sehingga harganya anjlok. Para petani akhirnya membiarkan buah alpukat membusuk dibawah pohon atau di ladang mereka, karena harga jualnya tidak mampu menutupi ongkos angkutnya. Sesungguhnya mereka bukan membiarkan buah alpukat itu membusuk dibawah batangnya, tetapi terkendala biaya angkut.
Harga jual buah alpukat di pasar buah kota Takengon Rp.3000 per Kg, sementara harga jual dari petani paling tinggi Rp.2000 per Kg. Ketika memasuki panen raya alpukat, harga jual dari petani kepada pedagang buah bisa dihargai Rp.500 per Kg. “Buah pukat ini cepat busuk, kalau tidak segera dibeli orang, kita bisa rugi besar,” kata Bu Siti pedagang buah di pasar buah Baleatu Takengon sore tadi.
Ketika ditanya apa saja khasiat alpukat, Bu Siti hanya mengatakan alpukat itu rasanya enak jika dibuat jus. Lebih-lebih dalam jus itu ditambah susu, coklat dan sedikit serbuk kopi, rasanya menjadi sangat luar biasa. Tetapi Bu Siti jarang makan alpukat, khawatir tubuhnya yang sudah gemuk akan makin gemuk.
Kata Bu Siti, biasanya warga di Kabupaten Aceh Tengah sering mengonsumsi buah alpukat tanpa dijus terlebih dahulu. Caranya, buah ini diiris kecil-kecil (diiris delapan), kemudian dengan mudah kulitnya dapat dikupas. Lalu, daging buah alpukat yang berwarna kuning kehijauan-hijauan itu langsung dapat dimakan. Rasanya lemak dan mengenyangkan. Anak-anak sering menjadikan alpukat sebagai cemilan setelah pulang sekolah.
Memang masih ada asumsi dikalangan petani dan warga Aceh Tengah bahwa mengkonsumsi buah alpukat dapat menyebabkan gemuk. Hal ini terkait dengan rasa buah alpukat yang sangat lemak. Warga berpikir bahwa rasa lemak pada buah alpukat sama dengan rasa lemak yang terdapat pada makanan lain. Rasa lemak pada karbohidrat (roti dan beras) biasanya dapat menyebabkan kegemukan. Asumsi ini barangkali salah satu penyebab alpukat jarang dikonsumsi oleh para petani dan warga setempat.
Padahal, sebagaimana ditulis Kompasdotcom (2 Juli 2010) bahwa alpukat meskipun kandungan lemaknya tinggi yakni sekitar 16 persen, tetapi lemaknya aman malah menyehatkan. Karena sekitar 63% unsur penyusunnya adalah asam lemak tak jenuh, terutama asam lemak tidak jenuh tunggal.
Diet alpukat yang kaya asam lemak tak jenuh ini dapat menurunkan kolesterol LDL (low density lipoprotein) yang dapat merugikan kesehatan. Lemak tidak jenuh tunggal juga mempunyai aktivitas antioksidan yang menjaga tubuh dari kerusakan arteri akibat keganasan kolesterol LDL.
Malah dokter Samuel Oetoro SpGK, ahli gizi dari Semanggi Spesialis Clinic dalam peringatan Hari Buah Internasional 2010 menyarankan agar orang yang menderita diabetes sangat dianjurkan untuk mengonsumsi buah alpukat. Menurutnya, kandungan omega-9 dan seratnya sangat baik untuk menjaga kadar gula darah.
Ternyata, buah lokal yang ada disekitar kita memiliki khasiat pengobatan yang luar biasa. Hanya saja, seperti halnya Bu Siti dan para petani alpukat tidak pernah mengetahui khasiat buah yang ditanamnya. Oleh karena itu, khasiat buah-buahan lokal dan tanaman obat lainnya perlu terus disosialisasikan kepada masyarakat secara luas. Disamping memberi manfaat dibidang kesehatan, sekaligus dapat meningkatkan nilai jual buah yang mereka tanam.
*Penulis tetap di Lintas Gayo Online, tinggal di Takengon
.