Deru Sehabis Fajar
Oleh : Winda Prihartini
Semakin kemari semakin lebam
tiap kutilik rimbunan dendam
remuk rupa tak sekawan indah
lenyap sudah raib juga suka, tak seperti semula
sehabis fajar makin keras deruku
sebab mentari akan datang menggunjing diriku, sekarang
dan burung-burung pun mematuk-matuk
seolah hidup tak ada luka, tak berguna
jika seperti itu,
ku bersembunyi di balik punggung pintu
menunggu waktu menjumpai kebebasanku
saat dimana ku berani membuka pintu
untuk memungut kembali sisa-sisa kesenangan mereka
yang akan kusimpan sebagai kenangan
sehingga ketika nanti aku telah dipinang gulita
ada pertinggal kisahku dilemari kayu
; seperti dulu
Medan – Ranah KOMPAK, Januari 2011
Kisah Searah
Menilik ruas-ruas tubuhmu
seperti menilik pohon cemara menua
saat mentari bersembunyi dan sembunyi lagi
binar matamu mulai sayu-sayu
seakan tidak ada keindahan yang perlu kau lihat,
lewat hembusan angin kau arahkan kisahmu
tanpa peduli celotehan musim gaduh menjamu
rambut hitam panjangmu pun tak lagi terurai sempurna
itu mengingatkanku pada serabut lusuh, tak karu
apakah itu karena lenganmu hanya sebatas siku saja?
kali ini kutilik lagi lebih rinci,
dari bibirmu kau ucap kata desah-desah berlarian
seolah bersambut dengan keinginan
mungkin kau membayangkan sebercak raga utuh
bukan seperti mainan kecilmu dulu.
Medan – Ranah KOMPAK, Januari 2012
Biodata
Winda Prihartini, lahir di Medan pada tanggal 28 September 1992. Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU). Bergiat di Komunitas Penulis Anak Kampus (KOMPAK) bersekretariat di Taman Budaya Sumatera Utara.