Pemilih Jangan “Galau”

Marah Halim*

Hari “H” penusukan atau pencontrengan tanda gambar semakin hari semakin dekat, sekitar 19 hari lagi. Masa kampanye sudah akan dimulai, dalam masa itu setiap pasangan akan pasang iklan dan “bersolek” sebagus mungkin, diduga kuat mereka akan lebih banyak mengolah aspek emosional pemilih daripada aspek intelektual mereka. Contoh aspek emosional antara lain isu urang-urang, isu pendidikan dan pelayanan gratis atau murah yang sebetulnya sulit diwujudkan, isu syari’at Islam, dan lain-lain isu yang pada umumnya menyentuh aspek emosional konstituen.

Money politik juga akibat dari kelemahan calon meyakinkan logika pemilihnya dengan visi, misi, dan program yang logis, merakyat, dan terukur. Iklan-iklan yang melambungkan angan-angan pemilih, memuji diri, mengungkit jasa, black campaign, memojokkan calon lain, adu domba, serangan fajar, jotos-jotosan, bahkan “ikrar kampanye damai” yang terkesan seremonial adalah bentuk-bentuk ekspresi yang masih masuk dalam kategori mengolah emosional.

Sebagai akademisi yang bermain di ranah logika, penulis ingin berkontribusi membimbing logika pemilih agar jangan “galau’ dalam menjatuhkan pilihan. Pedomannya adalah minimal apa yang akan penulis sebutkan, selebihnya sidang pembaca diharapkan bisa menambahnya sendiri di kolom komentar.

Menurut penulis, pilih saja calon yang paling tidak mencolok kampanyenya, yang paling sederhana atributnya, yang paling santun tata-kramanya, yang logis dalam mengemukakan visi-misinya, yang tidak membakar emosi massa-nya, singkatnya yang paling sederhana; karena calon seperti inilah yang besar kemungkinan bisa meredam ambisinya secara rasional. Calon yang terlalu ambisius dan obsesif bisa dengan mudah dibaca, biasanya memiliki agenda tertentu dan akan memenuhi deal-deal politik tertentu jika nanti akan terpilih. Kemunculan mereka berkali-kali merupakan dalil atau qarinah bahwa mereka sangat bernafsu untuk duduk di Gayo 1, jika ada indikasi seperti itu sebaiknya tidak dipilih.

Jangan pilih calon yang memberikan uang, karena uang yang mudah diberi biasanya bersumber dari uang yang mudah didapat. Untuk zaman sekarang uang yang mudah didapat tanpa berkeringat biasanya ada di sebelah garis demarkasi “neraka”. Uang adalah modal, berarti jika ia memberikan modal maka sesungguhnya ia sedang berinvestasi (menanamkan modal) yang jika terpilih pasti akan diusahakan “pengembaliannya”.

Jangan pilih calon yang tiba-tiba pakai peci, peci haji pula, padahal sebelumnya tidak pernah pakai peci, itu berarti ia mau dianggap alim, sopan, jujur, dan sebagainya. Calon yang seperti itu biasanya sholatnya jangjut, ibadahnya tidak beres dan ia bermain di alam simbol-simbol agama saja. Jika ada calon yang memakai atribut keagamaan bukan seperti penampilan kesehariannya maka ia bukanlah orang yang alim atau taat menjalankan perintah agamanya.

Jangan pilih calon yang tiba-tiba menjadi pemurah, nyumbang masjid dimana-mana, nyumbang pesantren, pengajian; apalagi yang minta disebutkan namanya di depan jama’ah jum’at. Kalau ia bersikeras untuk menyumbang maka katakan pada dia bahwa namanya akan dibacakan setelah tanggal 9; atau katakan saja katakan saja kalau mau nyumbang nanti saja di bulan Mei kalau urusan “tusuk-menusuk” sudah selesai.

Jangan pilih orang yang tiba-tiba berkunjung ke pesta atau musibah atau bencana alam paling kecil sekalipun, misalnya khitanan, perkawinan, kebakaran, dan sebagainya; padahal sebelumnya meski diundang pake surat undangan “lux” sekalipun pasti tidak akan datang.

Jangan pilih calon yang tiba-tiba ngaku saudara atau mencari-cari silsilah dan mempertemukan dengan silsilahnya, bisa dipastikan calon yang seperti itu kalau terpilih tidak ingat lagi silsilahnya, mungkin sebelumnya kalaupun kita bedemu bahu dengan dia di Pasar Inpres, dia pura-pura tidak kenal kita. .

Jangan pilih calon yang suka “nyawer” ceh-ceh didong yang memuji-muji mereka, berarti mereka gila pujian. Di Banda Aceh ini pernah kejadian beberapa pasang calon “Reje Gayo” ini nyawer penyanyi yang menyanyikan lagu Gayo yang penyanyi tersebut sudah berstatus “watakunul jibalu”, para calon berebut memberi sawer dengan mengerubutinya dan kemudian berjoget di depan hadirirn tetue urang Gayo dan Pj. Walikota Banda Aceh dan mantan wakil walikota tanpa risih sedikitpun. Kita do’akan calon yang seperti ini tidak terpilih.

Terakhir, pilihlah calon yang tidak menunjukkan prilaku-prilaku di atas, sebab inilah calon yang paling murni. Saya yakin dari 11 pasang di Aceh Tengah, 5 pasang di Bener Meriah, ada pasangan calon yang tidak melakukan hal-hal palsu di atas; bukan saja karena keterbatasannya tapi memang jiwanya bukan jiwa “kulit”, tetapi jiwa “isi” dan “gizi”. Kalau pemilih kita memilih calon-calon dengan prilaku seperti di atas, maka sama saja dengan makan kulit durian Timang Gajah dan membuang isinya. Penulis yakin pemilih kita di Gayo adalah orang-orang yang tinggi harga dirinya, yang suaranya tidak akan “galau” meski digoda pecahan rupiah bergambar “Soekarno-Hatta”.

*Widyaiswara BKPP Aceh

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.