Oleh Khairul Rijal
DENGAH rencana kenaikan BBM bersubsidi yang baru dimulai pada tanggal 1 April mendatang, ditengah itu pula eskalasi kemiskinan terus menggurita, dilema kemiskinan bukan terjadi saat ini saja, akan tetapi telah terlajadi begitu lama. Rencana kenaikan BBM yang baru dimulai pada tanggal 1 April mendatang, akan tetapi dampak sosial ekonomi dan politik telah terjadi diseluruh penjuru daerah yang ada di Indonesia. Aksi demonstrasi sangat kontras terjadi bahkan hampir diseluh penjuru disetiap daerah, berbagai fenomena timbul ditengah masyarakat, padahal kenaikan harga BBM baru berbentuk rancana.
Sudah jatuh tertimpa tangga pula, ungkapan inilah yang pantas kita terima saat ini. Lebih-lebih rakyat miskin yang telah lama tergulung oleh dampak ekonomi yang tidak sehat dan semakin memperpanjang penderitaan, padahal kenaikan harga pokok telah sebelum rencana kenaikan harga BBM. Bayangkan, fakta yang diterima rakyat menengah dan kecil saat ini disamping diterpa harga pokok seperti beras, gula, minyak goreng dan kebutuhan lainnya yang melambung, mereka juga diterjang oleh rencana kenaikan BMM bersupsidi. Hasilnya dampak Multidimensial sangat kontras terjadi.
Ditengah keabu-abuan ini, segelintir dari masyarakat mencoba mencari celah dan meraup keuntungan dengan jalannya sendiri, dampak negatip jelas terjadi dimana aksi penimbunan dengan berbagai cara dan modus digencarkan, akhirnya pihak Pertamina harus menambah pasokan extra dari sebelumnya. Disamping itu pihak pertamina juga mengambil kebijakan untuk mengurangi kejadian ini dengan mengurangi jatah pasokan BBM, akan tetapi kebijakan ini menimbulkan banyak kerancuan yaitu kelangkaan BMM dan kerugian bagi masyarakat kecil yang menggantungkan kehidupan perekonomiannya dari BBM (pedagang BBM eceran).
Rencana kenaikan BBM menimbulkan beberapa penfsiran dari wajah politik, terlihat jelas dari berbagai partai politik menolak kenaikan harga BBM. Hal ini dikarenan beban yang dipikul rakyat akan semakin berat disamping itu kenaikan harga bahan pokok juga ikut melambung, dengan alasan seperti ini, nampaknya pemerintah dituntut benar-benar matang dalam mengambil kebijakan yang tepat demi tercapaianya stabilitas perekonomian yang sehat.
Melihat fakta yang terjadi saat ini, sisi negatip dari kenaikan BBM lebih cendrung dari pada sisi positipnya, maka dari itu pemerintah mencoba menjembatani permasalahan ini untuk mengurangi permasalah yang akan terjadi dengan memberikan beberapa opsi bantuan yaitu, bantuan langsung tunai (BLT) sebesar Rp150 kepada 18,5 juta rumah tangga 74 juta jiwa selama sembilan bulan, kemudian penambahan subsidi siswa miskin dan penambahan beras untuk warga miskin (raskin) dan subsidi pengelola angkutan masyarakat. bantuan yang dialokasikan pemerintah bertujuan untuk menstabilkan kondisi harga pokok yang dipastikan akan naik, terkait hal ini, kebijakan pemerintah tetap saja menimbulkan kontropersi yaitu, beberapa kalangan menilai bantuan yang diberikan pemerintah akan menciptakan penyakit malas ditubuh rakyat dan penyaluran bantuan akan terbentur oleh tindakan korupsi.
Akan tetapi, menurut penulis bagaimana bantuan ini bisa menciptakan kemalasan ditubuh rakyat dengan bantuan sebesar Rp150 pada dasarnya tidak cukup untuk melepaskan rakyat dari himpitan ekonomi, jika penyaluran dana ditakutkan kepada tindakan korupsi, pemerintah harus mengedepankan tranparansi dalam memberikan dana talangan ini, apalagi pemerintah memberikan bantuan ini hingga akhir 2012 ini, bagaimana setelahnya jika kenaikan harga BBM tidak stagnan dan berkepanjangan?.
Indonesia dihuni oleh 41 persen warga yang menggantungkan kehidupan dari sektor pertanian. Kerancuan dan permalahanan masih saja berlangsung, konflik agraria masih tetap berlanjut, kebijakan masalah imfor semakin tidak memihak kepada petani artinya beban dan penderitaan sebelum kenaikan BBM telah terjadi, bagaimana jika kenaikan BBM benar terjadi?, secara sistemis anggaran rakyat terhadap kebutuhan primer dari tingkat menengah sampai kebawah khususnya petani semakin meningkat, dengan terpaksa masyarakat harus memotong anggran terhadap biaya formal (pendidikan, sosial dan kesehatan) untuk kebutuhan pokok (pangan). Hasilnya beban yang dipikul rakyat bukan semakin mengurang, akan tetapi beban tersebut akan semakin berat dan menyengsarakan rakyat. Menurut penulis babak baru dari dampak sosial telah dimulai dan mata kita akan melihat kemiskinan semakin subur, penderitaan tak pernah berhenti dan akhirnya kematian menjadi jalan terakhir dari belenggu rantai hidup dan mati.
Maka dari itu, pemerintah diharapkan lebih bijak dalam memberikan solusi yang tepat terhadap dampak ini, menurut penulis kebijakan pemerintah terhadap kenaikan harga BBM lebih memihak terhap rakyat kecil bukan untuk kepenting sepihak. Untuk menyikapi permalasahan ini, diperlukan kerja yang extra lebih-lebih DPR yang sedang ditunggu keputusannya terhadap kenaikan harga BBM, peran SBY juga dibutuhkan bukan sekedar pencitraan yang ditampilkan, akan tetapi keputusan yang datang dari hari nurani.
*Penulis adalah Mahasiswa Perbankan Syariah FAI-UMJ dan anggota Islamic Economic Study circle (IESC).