Tuak Kukur versi Pekan Kebudayaan Aceh (PKA) I-1958

Catatan Novarizqa Saefoeddin*

KALAU saja Lettu Hasan Samosir (Komandan PDM IV Takengon )  tidak kecewa atas penampilan  Kontingen Aceh Tengah pada malam pertama pertunjukan di gedung Chung Hwa Bioskop Peunayong,  mungkin Tari Tuak Kukur versi ini tidak pernah tercipta.

Sebagai Ketua Kontingen, Hasan Samosir  bertanggung jawab dan merasa berkepentingan agar penampilan kontingen Aceh Tengah berikutnya harus lebih baik dari sebelumnya.  Ia lantas  menemui  kami  di asrama, keesokan harinya.

Hasan Samosir ungkapkan  kekecewaannya atas tim  yang tampil semalam dan mewanti-wanti agar penampilan  tim kami harus bisa menghapus rasa malu dan kecewanya. Dia pun meminta kami menampilkan atraksi yang lebih menarik, apakah berupa tari maupun nyanyi nyanyian.

Bagi kami, kesempatan ini bagai pucuk di cinta ulam tiba”  demikian kenang bapak Saifoeddin Kadir (Zuska) ketika kepadanya saya minta untuk berbagi cerita tentang Tari Tuak Kukur, salah satu tari yang  ditampilkan  Kontingen Aceh Tengah  dalam  Pekan Kebudayaan Aceh  (PKA) I  tahun 1958 di Banda Aceh.

Adalah Sadimah. S dan Zuska, yang coba memenuhi harapan Hasan Samosir dengan  menggabungkan  tari Tuak Kukur, Jang Jingket serta Sek Kesek Uwi menjadi sebuah tari yang bercerita  mengenai kehidupan muda-mudi Gayo, berawal dari kebiasaan mengusir unggas di sawah saat padi menjelang masak  lalu menjemur padi di halaman rumah dan menjaganya dari gangguan ayam atau unggas lainnya hingga  menumbuk emping di malam bulan purnama sebagai tanda syukur dan suka cita atas panen yang baru berakhir, saat dimana anak-anak muda (sibebujang) memanfaatkan kesempatan ini menggoda gadis-gadis (sibeberu) dengan melantunkan pantun-pantun sindiran dan sebagainya.

Dan ketika tiba giliran Aceh Tengah mengisi panggung malam itu, tampillah tujuh puteri membawakan tari Tuak Kukur versi baru dengan iringan  musik dan biduan dari  Orkes Sadar dibawah komando Thomas Tarigan, serta  deklamator Zuska membacakan  sajak karya Z. Kejora di episode terakhir tarian Tuak Kukur.

Letep bungkuk letepku item
anak nangkatte ara rowa
ku kenal manuk pune pergem
demu item cincim pala

Ini le manuk simurusak natingku
Jadi ni tubuhku rusak merana
Kupanang tubuhe muperinu
Kupenge leinge mulipet suara

Tengah aku penep-nep
Wan gelep uten mujahna
Manuk item male ku letep
Kupen pe manuk ara rowa

Nge beta nasib bang ningko roh
datang tekedir nge sawah masa
panang siye belangi ini pe jeroh
gelah mi bang kuletep si reduk mata
Ha hooooooi wi, si beberu bersurak dan tari pun usai.

Dan  Hasan Samosir langsung naik ke pentas menghampiri para penari dan pemain musik , ucapkan terima kasih dengan wajah sumringah berbinar binar sebagai pertanda penampilan Tuak Kukur  mampu menghapus malu dan kecewanya di malam sebelumnya.

Penari :
Sadimah.S, Djeniah, Jemilah, Upik, Wastiah, Suryati, Siti Hajar

Personil Orkes Sadar:
Thomas Tarigan, Ismail M, Suwardi, S. Kilang,  A. Karim Aji, AR. Hakim, AR.Moese, AS. Kobat, Abdullah Sugeng.

Lagu Pengiring :
Tum Imo (Lakkiki)
Tuak Kukur (anonim)
Jang Jingket (Lagu Ismail M, Syair: S.Kilang)
Sek Kesek Uwi (anonim)

*Pelaku Seni Gayo, tinggal di Depok, Maret 2011

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.