BANDA ACEH – Seniman dan Akademisi Salman Yoga menyayangkan Kota Banda Aceh sebagai pusat Ibukota provinsi Aceh sangat minim dengan aktifitas seni. Seharusnya, Banda Acehlah kota pertama di Aceh yang terlihat harus kreatif dan inovatif, karena Banda Aceh kota tujuan administratif seluruh Kabupaten/kota.
“Sekarang terbalik, aktifitas seni justru lebih banyak dilakukan di daerah Gayo, dan tanpa melibatkan uang pemda pula. Biaya kesenian berasal dari kocek pribadi saja, namun jalan,” kata Salman Yoga kepada The Atjeh Post disela-sela pertemuan pembahasan Institut Seni dan Budaya Indonesia (ISBI) Aceh di Banda Aceh, Selasa 24 April 2012.
Menurut Penyair “Tungku” (Tungku=tempat perapian) ini, hal seperti itu bisa saja gara-gara tingkat kreatifitas di Banda Aceh selalu bertolak ukur pada uang, sehingga mandeg. Sementara tahun 2008-an di Takengon gedung kesenian pernah digunakan untuk kantor pemerintahan, sehingga tidak ada kegiatan apapun lagi disitu, namun aktifitas seni tetap jalan.
“Mengenang sosok komponis Gayo AR Moese saja misalnya, dilakukan di terminal. Pakai uang pribadi pula. Intinya aktifitas berkesenian tetap jalan, termasuk di tepi danau, jalanan, dan juga di gunung. Sekarang sudah ada Cafe-cafe, keadaannya semakin mudah, setiap malam minggu seniman bisa berekpresi. Kita harap kedepan Banda Aceh juga harus memperbanyak aktifitas seninya,” lanjut Salman. (Jauhari Samalanga | The Atjeh Post)