Saifudin Kadir: Penghargaan Materi dan Moral dari Pemerintah Sangat Kurang

Depok | Lintas Gayo – Salah satu kelemahan orang Gayo adalah kurang menulis. Alhasil, sejarah mereka banyak yang hilang. Karena, tidak terdokumentasi dengan baik. “Dari dulu, orang Gayo kurang menulis. Masa saya, sampai tahun 1987, cuma ada empat orang yang mau menulis di Takengon; Zulkarnain, Harun Ugati, Kadir, dan saya,” kata laki-laki berumur 87 tahun itu di Depok, Rabu (2/5/2012)

Kenapa sampai begitu? tanyanya. Untuk menulis, apalagi mendokumentasikannya dalam bentuk buku, perlu biaya. “Saya tidak punya uang. Mau minta, minta sama siapa? Pun ada beberapa personal yang bantu, cukup terbatas waktu itu,” sebutnya.

Di situ lah, sambungnya, perlu perhatian, dukungan, dan bantuan pemerintah daerah. Dalam amatannya sejak tahun1930-an,  bantuan itu yang kurang dari pemerintah. “Padahal, kalau tidak dicatat, sejarah bisa hilang. Penghargaan materi dan moral dari pemerintah sangat kurang. Khususnya, untuk hal-hal nonfisik, seperti kesenian, budaya, dan lain-lain,” kata tokoh sekaligus generasi kedua/ketiga teater di Takengon, Gayo itu.

“Coba kalau saya menulis buku dulu, mungkin keadaannya tidak seperti sekarang,” akunya menyesal.  Terkait buku-buku Gayo yang sudah terbit, Saifudin yang lebih dikenal dengan Zuska ini, meminta, agar tidak mengadakan yang tidak ada dalam sejarah dan budaya Gayo. Dalam sebuah buku, misalnya, dia mendapati ada brownies Gayo. Tambah, makanan-makanan yang bukan masakan Gayo.

 “Itu kan sudah tidak betul dan melecehkan budaya Gayo. Bahkan, ada yang tidak sesuai dengan judul. Tapi, isinya peraturan-peraturan daerah,” katanya agak geram (al-Gayoni)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.