Tiga Perempuan Pencipta Lagu Gayo


Oleh Jauhari Samalanga*

PUJIAN Gayo sebagai  daerah seni, tampaknya bukan sesuatu yang berlebihan. Dan sebenarnya, fakta itu jelas di Gayo, lantaran sebagian besar masyarakat Gayo mengenal  seni—bahkan kerap terlibat dalam mengkaji  seni,  ini berarti peran perempuan dan laki-laki sangat berimbang, baik dalam mencipta maupun melantunkannya.

Pengalaman pertama saya bertemu Maryam Kobat , pencipta lagu Gayo era 70-80-an di Jakarta cukup menarik. Kendati saya orang yang mendapat sindiran dan marahan beliau, saya senang  karena saya sedang berhadapan dengan seorang seniman perempuan.  Saat itu beliau mengeluh, katanya, lagu-lagunya kerap kali dnyanyikan tanpa pemberitahuan terlebih dahulu.

Yang saya lakukan, hanyalah mendengarkannya,  karena saya termasuk orang yang bersalah karena lagu “Peteri  Ijo”  di dalam album Nami yang  saya produksi  juga tidak memiliki izin tertulis, hanya secara lisan.

Mariam Kobat merupakan salah seorang perempuan Gayo yang semasa mudanya aktif menciptakan lagu—katanya sebagian besar lagunya diperuntukan untuk tarian– dan di Banda Aceh lagu-lagunya sempat direkam,  namun hanya dengan kualitas rekaman sederhana.  Namun pada masa itu, album lagu Maryam Kobat  juga dijual di pasaran.

Peteri  Ijo , Merah Mege, Emun Beriring, Inen Mayak Teri, Renah Rembune,  dan masih sederet  lagu-lagu Maryam yang tidak tercatat ditulisan ini, sebagian besar lagunya cukup popular,  semisal lagu emun Beriring yang kemudian dijadikan tarian “Emun Beriring”.

Penyanyi  lainnya yang dimiliki Gayo adalah pelantun Didong dan Sebuku Ramlah. Hampir  tidak ada masyarakat Gayo yang tidak mengenal nya, karena Ramlah termasuk penyanyi paling eksis di era 70-80-an. Bersama pasangannya, Mahlil, Ramlahlah perempuan Gayo pertama yang produktif melahirkan lagu-lagu Gayo.

Saya termasuk salah satu orang yang paling bahagia, karena sempat merekam suara ramlah melantunkan Didong karya Sali Gobal sekira tahun 2005 lalu. Kesenangan yang paling mendalam, karena saya di ajak Alm Dr Jununs Melalatoa  untuk mengabadikan lagu-lagu karya Sali Gobal. Dan Ramlah bersama Mahlil, M. Dien, Ecek Umang, dan beberapa seniman lainnya termasuk yang turut berpartisipasi didalamnya.

Ramlah memang seniman sejati, seluruh lagu yang dilantunkan selalu dia ikuti, sehingga yang menjadi kesusahan saya waktu itu, mendiamkannyauntuk tidak bernyanyi, tetapi ya tetap saja dia bernyanyi, sehingga beberapa lagu yang terekam pada masa itu, terdengar suara Ramlah,kendati sebenarnya  Ramlah tidak diizinkan bersuara. Demi etika—saya tidak berani meminta Ramlah keluar ruangan studio—sehingga lagu-lagu itupun menyertakan ramlah. Taka pa, Didong itupun tidak terganggu, walau saya sadari itu tindakan berani, disamping takut juga mendapat omelan “orang tua’ kami yang lainnya.

Begitulah Ramlah, Lagu Murempate yang popular di Gayo juga lahir sesuai kata hatinya, tidak tercatat tetapi mengalir begitu saja, sehingga lagu itupun hingga sekarang menjadi salah satu lagu paling kuat karya perempuan, dan Ramlahlah penciptanya.

Saya kemudian mencari tahu lagu lainnya milik Ramlah, tetapi sulit, karena ‘orang lama’ sering kali menganggap membubuh nama diri sebagai pencipta itu sebuah kesombongan (sumang) sehingga tidak sedikit lagu lama tidak membubuh nama penciptanya. Lantas bagaimana mengenalnya? Pendengar meilhat pada karakter panyanyi, dan itulah tanda yang kongkrit.

Tapi kemudian saya yakin lagu-lagu seperti Atu Penanti  dan Taring adalah juga lagu karya Ramlah.

Sementara pada era tahun 2000-an ini penyanyi dangdut Gayo, Maya, yang patut diapresiasi.  Menurut saya,  Maya juga seorangyang hebat. Mengacu pada album solonya “Album Dangdut Gayo Maya” saya simpulkan dialah perempuan Gayo generasi sekarang yang mampu mencipta lagu. Pada album itu saya agak penasaran, karena lirik yang ditawarkan sangat privasi, soal anak dan keluarga.

Dalam obrolan saya beberapa tahun lalu dengan Maya di Jakarta, saya tidak berhasil membongkar pribadinya yang menyebabkan lahirnya beberapa lagu privasi tadi, seperti  lagu-lagu miliknya berjudul Murense, Ilang Kelele, lasun Ilang, Pecah Kuren, dan Owen Bayaku.  Lagu-lagu itu kesedihan yang normal, yakni tersembul sebuah konflik keluarga.

Namun bagi saya, soal privasi menjadi hal lain, karena menurut saya Maya salah satu perempuan Gayo hebat, yang kesedihan dijadikan satu obyek yang pada akhirnya menjadi karya Gayo yang luar biasa.

Pasca Maya, saya belum melihat ada perempuan Gayo yang mencipta lagu Gayo, kecuali ketiga nama yang kita kaji diatas. Sekarang yang muncul justru begitu banyak penyanyi Gayo, tetapi melantunkan karya-karya orang lain, termasuk menyanyikan lagu-lagu popular milik ceh-ceh hebat.  Namun begitu, tetap saja karya itu penting, walau dalam skup yang kecil sekalipun. []

*Penulis adalah Praktisi Seni di Belang Kolak I Takengon

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

3,627 comments

  1. Salah kayaknya bg Jaohari, yang ciptakan lagu rempate adalah bpk Syamsul Bahri (Surya) Ceh Kabinet Bebesen dan lagu tersebut adalah lagu yang sering dibawakan Win Kul semasa di menjadi ceh Kucak Kabinet.