Nara Sumber : Al Juhra (Dosen Fakultas Tarbiyah) dan Johansyah (Guru SMP di Takengon)
Pembawa Acara : Drs. Jamhuri, MA
KEBERNI GAYO | Aceh TV – Jum’at (01/06/12) Acara Keberni Gayo di Aceh TV hadir kembali dengan tema bahasan tentang “Ibu dan Pendidikan Anak”, nara sumber yang diundang dalam acara ini adalah Al Juhra (Dosen Fakultas Tarbiyah) dan Johansyah (Guru SMP di Takengon).
Mengawali pembahasan, mereka mencoba mencari kapan mulai adanya hubungan ibu dengan anak, menurut mereka sebenarnya hubungan anak dengan ibu telah ada sejak masa memilih jodoh. Karena hadis Nabi menyuruh seseorang untuk memilih jodoh yang “berpenampilan dan wajah yang menarik, orang yang berada, orang yang mempunyai strata yang tinggi dalam masyarakat dan juga orang yang memilki ilmu agama dan mengamalkannya. Namun bila keempat ciri tersebut sulit ditemukan, maka agama menempati posisi yang penting”.
Anjuran Nabi tersebut membuktikan bahwa aspek-aspek yang ada pada diri seseorang sangat berpengaruh baik pada lingkungan keluarga terlebih lagi kepada anak. Nara sumber membuktikan kebenaran hadis tersebut dengan “ biasa buah yang jatuh tidak jatuh dari pohonnya”.
Hubungan yang dapat memberi pengaruh kepada anak dalam hubungannya dengan ibu adalah bagaimana sikap/adab ketika melakukan hubungan suami isteri, Nabi mengajarkan kepada ummatnya bagaimana do’a yang harus dibaca. Selanjutnya prilaku ibu ketika sedang mengandun sangat berpengaruh pada sikap anaknya, karenanya ulama menyuruh seorang ibu untuk membaca Surat Yusuf ketika sedang hamil, dengan harapan anak yang dikandung nanti lahir sebagai orang yang berprilaku baik dan berpenampilan yang menarik. Ketika anak mulai memahami makna kehidupan maka al-Qur’an melalui surat Lukman menyuruh orang tua untuk mengajarkan anak bertauhid dan melarang mensyarikatkan Allah, inilah yang menjadi fondasi dasar dalam pendidikan anak, karena menurut nara sumber ibu dan keluarga adalah “madrasatul ula” (sekolah pertama) bagi anak.
Ilmu pendidikan membagi sekolah kepada tiga, formal, informal dan non formal. Rumah tangga merupakan pranata pendidikan informal, sedangkan pranata sekolah adalah pendidikan formal. Dan dari pembagian tiga dalam membentu kecerdasan anak, sekolah memberi anak ilmu (intlektual) dan rumah tangga mengajarkan anak tentang moral, sopan santur, tutur jata yang baik yang disebut dengan apektif.
Dua hal yang dijadikan sarana untuk menghubungkan orang tua dengan anak-anak mereka, pertama lembaga komite sekolah dan kedua adalah PR (pekerjaan rumah), artinya komite bertugas melihat apa yang menjadi kebutuhan anak didik dan apa yang menjadi kemauan orang tua. Selanjutnya melaui pekerjaan rumah (PR), anak akan mengulang apa yang telah dipelajari di sekolah dan orang tua mempunyai tugas mendampingi anak didik untuk mengerjakan tugas sekolah mereka.
Kedua narasumber mengakui bahwa kecerdasan orang tua secara akademik tidak dapat dijadikan sebagai standar keberhasilan anak dalam menerima materi pelajaran, anak dari seorang sarjana belum tentu lebih tinggi nilainya dibanding dengan anak seorang yang tidak sekolah. Mereka mengakui bahwa ini merupakan lapangan penelitian bagi para pegiat pendidikan, seharusnya ibu yang pinter memunyai anak yang pinter dan seorang ibu yang tidak bersekolah maka anaknya lebih lambat dalam menerima mata pelajaran. Tetapi dalam kenyataannya sering terjadi sebaliknya, sebagai contoh kita melihat nilai NEM SLTA yang tertinggi di Indonesia di raih olh anak yang orang tuanya berprofesi sebagai tukang bangunan dan pencuci kain (Jamhuri).
Dari itu mereka berharap kepada para pegiat akademik untuk melihat ini, baik dalam kajian skripsi, thesis bahkan disertasi.