Dari Ada Menjadi Tidak Ada


Oleh. Drs. Jamhuri, MA[*]

Di akhir surat Yasin kita membaca “kun faya kun” (jadi maka jadilah), ayat ini menunjukkan betapa kekuasaan Tuhan menciptakan sesuatu dari yang tidak ada menjadi ada. Ketika sesuatu itu menjadi ada, Tuhan juga mempunyai kekuasaan menjadikannya tidak ada (memusnahkannya). Lalu bagaimana peran manusia dalam kedua hal tersebut, Tuhan tidak memberi manusia kemampuan mencipta dari yang tidak ada menjadi ada, tapi manusia punya kemampuan meniadakan yang ada.

Nabi mengatakan dalam hadisnya “Manusia dilahirkan dalam keadaan fithrah”, yang memberi petunjuk bahwa manusia ketika lahir kedunia dalam keadaan kosong atau dalam bahasa psikologi disebut dengan potensi. Orang yang berada diluar dirinya (orang tuanya) dapat menjadikan anak tersebut  menjadi apa yang dikehendaki (majusi dan Nasrani).

Orang tua yang disebutkan oleh Nabi adalah mereka  yang berperan dalam membentuk kepribadian anak, lebih luas bisa lagi bahwa yang membentuk kepribadian anak itu tidak hanya terbatas pada orang tuanya, tetapi juga orang-orang yang terdekat dengan mereka bahkan budaya dan geografis dimana anak itu berada.

Dari hadis ini dipahami ada dua hal yang berkaitan dengan potensi kepribadian seseorang, yaitu orang tua dan masyarakat yang berinteraksi dengan seorang anak dan budaya serta geografis, kesemuanya berperan mempengaruhi dan membentuk kepribadian seseorang. Selanjutnya adalah potensi yang dhasilkan dari pengaruh tersebut, yaitu akan menjadi apa seseorang yang dilahirkan tersebut. Dalam kaitan itu, tulisan ini penulis ingin melihat lebih fokus pada akibat atau potensi yang dihasilkan dari pengaruh tersebut sehingga sesuai dengan tema di atas yaitu dari ada menjadi tiada.

Ketika manusia dilahirkan ke dunia ada dua potensi besar yang mempengaruhi pemikiran dan pola kehidupannya, yang pertama disebut dengan potensi alam tidak nyata (idea)  dan yang kedua adalah potensi alam nyata (material). Keduanya ada, idea atau alam tidak nyata itu ada, materiil atau alam nyata juga ada, keduanya mempunyai posisi sama besar sehingga disebut dengan teori perimbangan.

Realita kehidupan masyarakat Barat dopisikan lebih mengutamakan pemikiran dan pola kehidupan materiil, sedang masyarakat Timur diposisikan lebih mengutamakan pemikiran dan pola kehidupan non materiil atau idea. Seolah masyarakat Barat tidak mengakui keberadaan segala sesuatu yang ghaib dan masyarakat Timur utamanya  muslim seolah memusuhi materialis dan mereka yang berpikir materialis.

Kalau kita kembalikan kepada prinsip dasar mahwa manusia punya kemampuan meniadakan yang ada, maka memposisikan Barat dengan materialis dan Timur non materialis bukanlah sesuatu kebenaran yang tidak dapat dirubah. Buktinya masayakat Barat yang kita percayai sebagai orang yang tidak mengakui keberadaan alam ghaib, bukanlah seluruh alam ghaib tetapi lebih kepada pengingkaran mereka kepada keberadaan Tuhan yang diyakini oleh umat Islam. Sedangkan kekuatan dan keberadaan  alam ghaib tetap mereka akui, ini artinya memposisikan Barat dengan materialis merupakan upaya manusia meniadalah idea (alam ghaib) dari masyarakat Barat.

Demikian juga dengan memposisikan orang-orang Timur yang identik dengan pengutamaan pemikiran dan pola kehidupan dengan yang non materiil (idea), mereka yang berpikir seperti ini kebanyakannya muslim. Banyak diantara mereka yang mengajarkan bahwa kehidupan yang meteriil adalah kehidupan yang tidak disenangi oleh Tuhan, kehidupan materiial membuat manusia lalai akan kehidupan non materil, dan lain-lain ajaran yang membenci kehidupan materiil.

Ajaran Tuhan yang disebutkan dalam al-Qur’an mengandung perinsip perimbangan dalam penciptaan alam antara materiil dan nin materiil, menghendaki manusia hidup dalam keseimbangan antara keduanya. Kendati Tuhan memberikan kemampuan kepada manusia untuk meniadakan salah satu baik materiil maupun ide untuk dirinya dan juga untuk orang lain, tetapi tetaplah yang paling utama adalah perimbangan.

Jadi umat Islam yang paling sempurna dalam kajian prinsip perimbangan menurut al-Qur’an adalah mereka yang mempunyai pemikiran dan pola kehidupan yang berimbang antara materiil dan idea. Perbedaan antara mereka yang selama ini dianggap sebagai orang yang tidak mengakui adanya alam idea (non materiil) dengan mereka yang mengutamakan alam idea hanyalah pada pengakuan kepada keberaan Tuhan  yang diakui oleh mereka yang muslim. Demikian juga dengan kehidupan materiil bukanlah menjadi lawan dari alam idea, tetapi keduanya saling melengkapi dengan tidak ada yang lebih utama diantara keduanya.



[*] Peminat Kajian Pemikiran Islam Kontemporer.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.