Takengon | Lintas Gayo – Pernyataan prihatin atas kondisi tidak terurusnya kawasan bersejarah Kerajaan Linge Kabupaten Aceh Tengah terus mengalir dari sejumlah komponen masyarakat Gayo.
Ida Kobat, urang Gayo di Jakarta yang pulang kampung ke Aceh Tengah dan menyempatkan diri berziarah ke komplek makam Raja-raja Linge beberapa hari lalu menyatakan miris dengan kondisi tidak terurusnya komplek tersebut. “Melihat kondisi lokasi tersebut, jelas-jelas kita ini tidak menghargai sejarah Gayo. Kenapa bisa begitu ya?” ujar Ida Kobat bernada heran, Kamis (12/7).
Senada dengan Ida Kobat, seorang urang Gayo, wartawan senior di Bandung Jawa Barat, H. Hamzah Ibrahim secara terpisah juga mengeluhkan tidak adanya upaya pihak terkait untuk merawat kawasan bersejarah tersebut.
“Linge adalah marwah urang Gayo, dan saya rasa tidak ada pejabat di Tanoh Gayo ini yang tidak pernah berkunjung kesana, tapi kondisinya sangat menyedihkan,” ujar H. Hamzah Ibrahim, yang mengaku sengaja berziarah ke makam-makam Raja-raja Linge tersebut dalam kesempatan pulang kampung kali ini.
Menanggapi sejumlah keluhan tersebut, Kepala Kampung Linge, Karimansyah yang dikonfirmasi Lintas Gayo saat bertemu di Takengon, Kamis 12 Juli 2012 membenarkan kondisi tidak terawatnya komplek bersejarah tersebut.
“Benar sekali, bekas kerajaan Linge memang tidak terurus. Komplek makam semestinya dibenahi dan diberi pagar agar ternak tidak bebas berkeliaran di tempat tersebut. Atap Umah Pitu Ruang juga sudah hancur,” ujar Karimansyah.
Selain bekas komplek Kerajaan Linge di Buntul Linge, Kepala Kampung tersebut juga mengeluhkan kondisi jalan yang sulit ke kawasan yang berjarak sekitar 100 kilometer dari kota Takengon tersebut.
“Dari sekitar 25 kilometer dari kampung Wak, hanya sekitar 3 kilometer yang beraspal, padahal beberapa tahun lalu Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah pernah menjanjikan Rp.11 Milyar untuk meningkatkan kualitas jalan tersebut,” ungkap Karimansyah.
Lebih jauh dijelaskan, kawasan pemukiman Linge dengan 5 kampung diantaranya, Delung Sekinel, Kute Reje, Payung, Jamat dan Linge sendiri tidak hanya punya nilai sejarah peradaban Urang Gayo, tapi juga punya peran penting dalam sejarah perjuangan melawan penjajah Belanda.
“Masih ada bukti perlawanan rakyat Linge terhadap penjajah Belanda, Muyang saya bernama Diwa tewas ditembak Belanda karena melakukan perlawanan terhadap orang kafir tersebut karena menduduki Linge,” kata Karimansyah.
Dia juga berharap, harta kerajaan Linge yang dirampas Belanda dan kini entah dimana rimbanya bisa ditelusuri dan diambil kembali untuk dikembalikan ke Linge.
“Setidaknya ada 6 karung harta kerajaan Linge yang dibawa Belanda, dan hanya satu Bawar (sejenis keris-red) yang masih ada di Linge. Kita harus berupaya kembalikan harta warisan tersebut,” pungkas Karimansyah yang mengaku masih keturunan langsung Reje Linge tersebut. (Kha A Zaghlul/Red.03)