Drs. Jamhuri, MA[*]
“Innama a’malu binniyat, wa innama li kulli imriin manawa” (Sesungguhnya setiap perbuatan itu diawali dengan niat, dan setiap perbuatan itu sangat tergantung dengan apa yang diniatkan).
Itulah hadis Nabi yang dijadikan alasan pentingnya niat untuk semua perbuatan, kendati bila hadis ini dibaca secara keseluruhan tidak berhubungan secara langsung dengan ibadah tetapi berhubungan secara langsung dengan aktifitas mu’amalah yaitu hijrah. Namun karena pentingnya niat ini untuk semua perbuatan baik ibadah atau perbuatan lain maka semua ulama menyepakati bahwa niat itu wajib. Ulama berbeda pendapat apakah kewajiban niat itu terletak pada niat sebagai rukun atau niat sebagai syarat, Imam Syafi’i menetapkannya sebagai rukun dari sebuah perbuatan ibadah sedang Imam Hanafi menempatkannya sebagai syarat dari sebuah perbuatan ibadah.
Ulama sepakat bahwa untuk satu perbuatan sekali niat,seperti halnya shalat: Untuk sekali shalat zhuhur maka dipadai dengan sekali niat, shalat maghrib sekali niat untuk satu shalat maghrib dan sama juga untuk shalat dan ibadah-ibadah lainnya.
Shalat lima kali sehari semalam adalah merupakan kewajiban setiap individu yang waktunya telah ditentukan, untuk setiap shalatnya ditetapkan waktu yang disediakan lebih lama dari waktu yang diperlukan. Kalau shalat zhuhur disediakan waktu selama 2 (dua) jam lebiih kurang, sedang waktu yang diperlukan hanya 5 sampai 7 menit, dan waktu yang disediakan tersebut tidak harus dihabiskan, untuk waktu seperti ini disebut dengan muwassa’.
Berbeda halnya dengan puasa yang juga merupakan kewajiban individu, bila dilihat dari waktu pelaksanaannya dalil ayat al-Qur’an dan hadis Nabi menyebutkan bahwa puasa itu dengan syahru ramadhan (bulan puasa), artinya puasa itu dilaksanakn selama sebulan penuh, mulai dari nampaknya awal bulan ramadhan sampai pada nampaknya bulan syawal (berakhirnya bulan ramadhan). Dikatakan puasa satu bulan penuh juga bisa dipahami dengan tidak adanya puasa lain yang dapat dilakukan selain dari puasa ramadhan. Apakah itu puasa nazar, puasa qadha, atau juga puasa sunat.
Kendati puasa ramadhan adalah puasa sebulan penuh, namun Imam Syafi’i memahaminya dengan berpuasa itu hanya siang hari dan pada malam harinya tidak berpuasa, sehingga setiap akan berpuasa untuk siang harinya maka pada malamnya wajib berniat (niat dilakukan setiap akan berpuasa pada siang hari). Karenanya bagi mereka yang bermazhab Syafi’i sering membaca niat pada setiap malam sesudah shalat tarawih, atau kalupun tidak selesai shalat tarawih maka dibacakan setelah makan sahur.
Imam Hanafi memahami makna puasa bulan ramadhan adalah puasa sebulan penuh, artinya tidak ada waktu yang tidak dikatakan dengan puasa, baik siang ataupun malam. Karenanya niat untuk puasa ramadhan dipadai dengan berniat sekali saja pada awal bulan ramadhan. Pendapat ini tidak sering dilakukan di tempat kita, apakah karena didaerah kita tidak banyak orang yang bermazhab Hanafi atau karena tidak banyak orang mengetahui pendapat ini. Namun kita sering mendengar orang mengatakan bahwa berniat seperti ini (pendapat Hanafi) puasanya tetap shah.
Demikian tulisan singkat ini diturunkan, diharapkan kita dapat beramal dalam bulan puasa didasarkan dengan ilmu dan pengetahuan.