BANGUNAN itu terlihat sederhana, memiliki satu ruangan yang berwarna putih. Sebuah Lemari buku, lima belas kursi dan meja delapan buah tampak berjejer rapi, menghiasi bangunan sederhana ini. Halamannya terlihat pepasiran kerikil dan beberapa tumbuhan bunga baru. Beberapa sepeda motor juga ikut terparkir dihalamannya.
Bangunan berkontruksi permanen ini, dibangun dari dana PNPM 2011. Ruangan ini adalah gedung TPA kampung Wih Pesam,kecamatan Wih Pesam, kabupaten Bener Meriah. Gedung ini juga dipinjamkan untuk kegiatan belajar mengajar MIS (Madrasah Ibtidaiyah Swasta) Wih Pesam. MIS yang berdiri sejak 02 Mei 2012 ini memiliki enam belas guru dan dua puluh lima siswa.
Saat Lintas Gayo mengunjungi sekolah ini, kamis, 6 September 2012 lalu. Terlihat guru sebagian duduk diluar sekolah dan sebagiannya lagi didalam, sehari-hari guru terpaksa duduk bersama-sama diruangan yang berukur 6 x 4 M ini berhimpitan bersana murid. Kata salah seorang guru. Uniknya lagi, sekolah ini tidak diwajibkan mengenakan seragam.
Sekolah yang baru berdiri ini, tidak terlepas dari dukungan masyarakat, tokoh setempat dan Kantor Kementerian Agama Kabupaten Bener Meriah. Kata Pak Lukmanul Hakim, sambil menyuruh bendahara sekolah mengambil salinan SK pendirian sekolah ini.
“Dengan berdirinya MIS ini, semoga dapat menjadikan generasi sekarang ini, menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa dimasa yang akan datang,” harapnya.
Sayangnya, Lintas Gayo tidak dapat bercerita banyak dengan kepala sekolah, karena harus pergi sejenak untuk urusan mendadak. Kemudian dia menyuruh Wakasek Zulkifli, Spd menggantikannya bercerita tentang sekolah ini.
Wakasek yang masih lajang ini menceritakan murid sekolah disini mayoritas berasal dari kampung Wih Pesam sendiri dan sebagian kecil dari kampung tetangga yang berbatas langsung dengan kampung ini. Wali muridnya juga sangat beragam, ada dari TNI-POlRI, Guru, Pegawai Swasta dan Petani. Setelah anak-anak pulang sekolah kami para guru langsung merapikan kursi dan meja dan membentangkan tikar untuk digunakan oleh anak-anak TPA untuk mengaji.
Kemudian beliau melanjutkan, untuk jangka waktu yang belum ditentukan, karena sekolah juga masih baru berdiri, kami dari dewan guru dan komite sekolah sepakat tidak mewajibkan seragam, terlebih lagi karena ada yang belum mampu membeli seragam, yang kami tekankan disini bukanlah seragamnya, tapi bagaimana anak-anak mau belajar dan dapat menimba ilmu umum dan agama.
Meski para guru disini masih tenaga honorer dan bakti, mereka tetap semangat dalam mengajar walau belum mendapatkan upah sedikit pun. “Insya Allah kami ikhlas beramal” kata seorang guru perempuan dari kampung Kebayakan Aceh Tengah yang tak ingin disebutkan namanya. (Fz)