Sang Animator, Ibunya Alumni PGAN Takengon

Takengon | Lintas Gayo – Salah satu program populer yang diluncurkan oleh Pemerintah Aceh adalah beasiswa bagi mahasiswa Aceh untuk belajar di luar negeri maupun di dalam negeri. Penerima beasiswa Aceh untuk perguruan tinggi luar negeri, diantaranya di negara Australia, Inggris, Jerman, Taiwan, Jepang, India, Timur Tengah, Malaysia, dan beberapa negara lainnya.

Nominator penerima beasiswa Aceh diperuntukkan bagi mahasiswa Aceh untuk jenjang strata 2 dan strata 3. Mereka yang disebut mahasiswa Aceh adalah warga Provinsi Aceh atau provinsi lain yang asal usulnya dari Aceh. Biasanya, Komisi Beasiswa Aceh melalui media setempat membuka pendaftaran untuk mereka yang berminat.

Komisi beasiswa ini melakukan sejumlah tes kepada para pendaftar, seperti tes IELTS bagi mereka yang TOEFL-nya sudah memenuhi standar. Calon penerima beasiswa juga disyaratkan untuk mengirimkan karyanya ke universitas yang dituju. “Saya mengirim film animasi anti rokok hasil kerja sewaktu di ITB,” demikian diungkapkan Afwina (27), Sabtu (15/9) dalam sebuah bincang-bincang saat bertemu di OZ Cafe, kawasan Lemah Burbana Takengon.

Gadis Aceh kelahiran Duri Riau tersebut sedang melakukan napaktilas dengan jalan kaki di Takengon, kota kelahiran ibunya. Didampingi sang ibu yang alumni PGAN Takengon, Afwina mengaku terakhir kali ke Takengon saat masih kelas 3 SD. Kalau tidak ditanya, tentu coffee lovers yang berada di OZ Cafe itu tidak pernah tahu bahwa gadis bertubuh kecil berwajah imut-imut itu adalah seorang animator sekaligus penerima beasiswa Aceh lulusan S-2 University of Adelaide, Australia.

Wiwin, panggilan Afwina, bertutur bahwa beasiswa yang diterimanya selama kuliah di University of Adelaide sebesar Aus$ 736 per dua minggu, sedangkan uang kuliah dibayar langsung ke perguruan tinggi tersebut oleh Komisi Beasiswa Aceh. Bagi Wiwin, beasiswa sebesar itu sangat memadai untuk biaya hidup selama berada di Adelaide. “Malah beasiswa itu bisa dihemat karena masak sendiri, uang itu bisa beli kamera dan wacom intuos” tambah gadis single itu.

Selama belajar di program studi Design in Digital Media pada University of Adelaide itu, salah satu karyanya di semester dua adalah film animasi berjudul “The Canned Cat” yang telah diuploadnya di You Tube. Sedangkan tugas akhirnya di perguruan tinggi itu membuat jenis film animasi stop motion/puppet animation.

Karya film animasi lain yang sudah pernah dibuatnya seperti Zeta (zebra sahabat kita) berupa serial animasi tentang keselamatan berlalu lintas yang ditayangkan di Trans7. Kemudian, dia juga membuat animasi untuk buku Bubi Beruang yang diterbitkan oleh PT. Sygma Bandung, lalu animasi untuk opening bukukita.com.

Pemilik alamat email wi2win_only@yahoo.com itu cukup banyak membuat film animasi yang diuploadnya di You Tube, diantaranya “once upon a time” berbentuk film animasi stop motion tentang kisah monster baik hati yang mati sia-sia. Sekarang, dia sedang merencanakan untuk membuat film animasi tentang kisah kepahlawanan Laksamana Malahayati, Cut Nyak Dhien, dan kisah-kisah perempuan tangguh lainnya di Indonesia. “Masalahnya, belum ada sponsor yang mau membiayai produksi film animasi itu, karena biaya pembuatan film animasi lumayan besar” sebut alumni ITB 2008 itu.

Pemegang gelar MDDM dari University of Adelaide itu mengungkapkan bahwa pengerjaan sebuah film animasi itu tergolong berat, butuh sebuah tim dengan beberapa orang animator. Hal yang paling ironis, di Indonesia jarang ada yang mau membiayai pembuatan film animasi sehingga banyak animator handal yang pindah ke luar negeri. Kini, Afwina sang animator asal Aceh itu akan bertugas sebagai tenaga pengajar di Politeknik Aceh sekaligus mendedikasikan ilmunya kepada anak-anak Aceh yang berbakat dibidang animasi. (LG09)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.