BAGI kebanyakan orang, tempurung kelapa (berok-Gayo:red) mungkin tidak berguna. Padahal sebenarnya tempurung kelapa justru sangat berguna untuk dijadikan kerajinan. Siapa sangka dengan bermodalkan limbah tempurung yang dimodifikasi dengan keahlian dan kreatifitas, limbah ini dapat menjadi barang yang berharga menjadi suatu produk yang bernilai seni dan diminati. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika aneka barang kerajinan berbahan baku tempurung kelapa kerap dijadikan sebagai souvenir khas kedaerahan bagi wisatawan yang berkunjung ke suatu daerah, tentu ukirannya pun berbeda-beda, sesuai dengan ciri khas ukiran daerah masing-masing.
Tak terkecuali di kota dingin Takengon, adalah Fahrur Rozi seorang warga Takengon asal Bandung yang beristrikan putri Gayo dikawasan Pendere Saril Kecamatan Bebesen Kabupaten Aceh Tengah, sejak tahun 2009 telah memulai membuat kerajinan berbahan utama tempurung kelapa ini.
Ditangannya, tempurung kelapa diubah menjadi barang yang memiliki daya tarik dari unsur seni yang berharga sebagai sebuah souvenir. Rozi yang sebelumnya bekerja di Jakarta ini mengaku, dirinya tertarik membuat seni dari ukiran berbahan tempurung kelapa ini karena bahan baku yang terdapat di daerah ini sangat melimpah, berbeda dengan tempat dia bekerja sebelumnya yang sulit mendapatkan bahan bakunya dan dirinya terpaksa membuat ukiran berbahan kayu.
“Saya memulainya karena disini belum ada orang yang membuat souvenir berbahan tempurung kelapa, lagi pula disini saya melihat tempurung kelapa hanya dijadikan bahan untuk mengusir rasa dingin saja alias dibakar, waktu saya di Jakarta dulu sangat sulit mendapatkan bahan ini, sehingga saya harus bersaing dengan pelaku seni yang sama dengan bahan dasarnya dari kayu, bersyukur saya dan istri saya pindah ke Takengon, disini bahan baku sangat melimpah”, kata ayah dua orang anak ini, Senin 17 September 2012 di Takengon.
Sejak itulah Rozi sapaan akrabnya mulai membuat hasil karyanya berupa gantungan kunci, asbak, tempat tisue, tas, miniatur sepeda motor klasik (Vesva dan Harley), bingkai foto, cincin, hiasan dinding yang kesemuanya terbuat dari tempurung kelapa.
Kini karya-karya Rozi mulai berkembang, setiap bulannya Rozi memperoleh penghasilan yang berbeda-beda dari benda-benda yang dibuatnya, harga yang dipatok pun berbeda, harga souvenir yang terendah mulai dari Rp. 5.000,- hingga Rp. 300.000,-.
“Penghasilan saya setiap bulannya tak tentu, adakalanya penghasilan saya naik tergantung hari-hari wisatawan yang berkunjung ke Takengon”, kata Rozi.
Saat ini Rozi mengaku merasa kesulitan untuk memasarkan produk seni miliknya, selain itu juga alat-alat yang dibutuhkan Rozi untuk membuatnya pun sangat terbatas. Saat ini Rozi membuatnya hanya dengan alat scrollshow, bor, grinda dan cat. Hal ini berpengaruh pada kuantitas dari barang yang akan dibuatnya.
“Jika peralatan saya lengkap, proses finishing dari barang-barang yang telah jadi ini akan semakin cepat, sehingga sehari saya bisa menghasilkan barang yang lebih banyak, sehingga saya bisa menitipkannya ditempat-tempat pariwisata di Takengon ini”, pungkas Rozi.
Saat ini souvenir yang dibuatnya hanya dititipkan di salah hotel Bunda di Takengon dan dalam waktu dekat karya-karya Rozi akan dipamerkan di stand promosi seni, budaya dan wisata Kabupaten Aceh Tengah dalam rangka memeriahkan pacuan tradisional Gayo pada 24 September 2012 mendatang di lapangan Belang Bebangka Pegasing-Aceh Tengah. (Darmawan Masri)